"Nggak pernah olahraga, ya?" Rafdi mencibir saat melihat Adis yang terkapar duduk di teras kontrakannya sambil merenggangkan kaki dengan wajah yang tampak sekali lelah.
Adis diam. Malas untuk menjawab. Rasanya ia masih sedikit kesal karena jam enam pagi tadi secara tiba-tiba Rafdi mampir ke kosannya dengan stelan olahraga. Katanya, lelaki itu akan lari pagi di Gasibu. Adis mempersilahkannya. Sayangnya, lelaki itu memaksanya ikut dan Adis tak kuasa untuk menolak.
Belum cukup dengan itu, setelah selesai lari, Rafdi kembali mengajaknya ke pasar dan berbelanja kebutuhan masak selama satu minggu ke depan. Setelah berbelanja, Rafdi membawanya ke kontrakan lelaki itu dengan dalih akan memasakannya makan siang. Lagi-lagi, Adis kembali tak bisa menolak. Untungnya, di hari Sabtu ini, Adis tak memiliki kegiatan lain selain menyelesaikan tugas kuliahnya.
"Kak.." panggil Adis sambil menatap Rafdi yang duduk di sampingnya sambil bermain ponsel.
"Hm."
"Sebagai tuan rumah, Kakak nggak mau ambilin aku minum?" Pertanyaan dengan nada melemas dari Adis pun sontak membuat Rafdi tertawa.
"Air keran nggak apa-apa?" Canda Rafdi membuat Adis merengut.
Sejak mereka memutuskan menjalin hubungan, ada satu sifat Rafdi yang mulai muncul; jahil. Cukup sering Rafdi menjahili dan menggodanya. Lelaki itu juga tampak senang jika mendapati respon diam dan cemberut dari Adis. Adis sama sekali tak pernah mengomel jika sudah dijahili dan digoda, ia hanya akan diam dan menampilkan wajah kesal. Hal itu pun yang membuat Rafdi semakin menjadi untuk menggodanya.
"Atau air cucian?"
"Terserah Kakak. Air ditambah kecap sama garam juga nggak apa-apa." Balas Adis malas.
"Oke." Rafdi pun bangkit dari duduknya dan masuk ke rumahnya. Dua menit kemudian ia keluar dengan membawa minuman berwarna hitam pekat.
Adis mengernyit ketika menerima gelas tersebut dan ia langsung berteriak kesal saat tahu bahwa minuman berwarna hitam itu adalah benar air kecap dengan garam.
"Kakak ih!" Serunya kesal sedangkan Rafdi sudah tertawa puas.
"Tadi katanya mau air kecap pake garam." Kekeh Rafdi.
"Ya aku kan cuman bercanda." Seru Adis masih kesal.
"Aku kira kamu serius." Bela Rafdi.
Adis pun mendengus. Meladeni Rafdi mode jahil memang cukup menguras emosi. Maka, ia pun memutuskan untuk diam.
Melihat itu, Rafdi pun kembali tertawa. Setelahnya, lelaki itu masuk ke rumah dan kembali dengan membawa dua botol air putih dingin. "Nih, biar nggak emosi." Ucapnya.
Adis pun menerimanya. Namun, sebelum ia meneguk minuman tersebut, ia menatap Rafdi curiga, "Ini nggak dikasih garam, kan?"
Rafdi pun tertawa. Ah, Adis memang cukup menggemaskan.
"Nggak, sayang." Jawabnya sambil terkekeh.
Adis berdecak. Sedikit tak suka mendengar panggilan "sayang" dari lelaki itu. Jujur saja, Adis memang merasa risih dengan panggilan itu. Sejak kecil, ia termasuk orang yang jarang diberikan perhatian khusus, termaksud panggilan sayang. Ia belum terbiasa dengan itu. Ia pun sudah mengungkapkannya pada Rafdi dengan harapan lelaki itu akan berhenti memanggilnya "sayang". Namun, bukannya berhenti, Rafdi malah semakin sering melakukannya.
"Hari ini Kakak udah janji mau bantuin aku ngerjain proposal, ya." Ujar Adis mengalihkan topik pembicaraan. Tadi pagi saat Rafdi menjemputnya, Adis sempat menolak dengan alasan akan mengerjakan proposal penelitiannya. Sebagai bujukan, Rafdi berjanji akan membantunya asal Adis mau menghabiskan hari libur ini bersama lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawsome | Seri Self Healing✅️
General FictionHidup Adisa selalu rumit. Semesta pun kadang melupakannya. Maka yang selama ini Adisa pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia melindungi dirinya sendiri. Dan kehadian Rafdi di hidupnya mengajarkan Adis bagaimana rasanya dilindungi dan dihargai. Denga...