39. thank you

759 83 18
                                    

Suara sirine ambulance terdengar di telingaku, perlahan aku membuka kedua mata yang tadinya tertutup rapat. Melihat ke sekeliling kamar tidur miliku ini, aku memang tidak pulang kerumah setelah kejadian itu karena jika aku pulang itu akan menjadi masalah.

Iya masalah besar, pasalnya bundaku tengah mengadakan acara di rumah bersama dengan koleganya, jika aku pulang kerumah dengan membawa Kiara itu sama saja aku bunuh diri, lebih baik seperti itu sebenernya tapi aku tidak mau membuat bundaku malu di hadapan koleganya.

Aku beranjak dari tempat tidur, sejak pulang sekolah tadi aku terus menenangkan Kiara dan mendekapnya dalam pelukanku lalu kita sama-sama terlelap bersama, tapi sekarang kenapa ia tidak ada?

Kemana dia?

Aku buru-buru pergi keluar dari kamar.

Sekarang aku berada di apartemen milik kakakku, apartemen yang sudah lama tak di pakai dan apartemen ini berada di lantai 6.

Ketika aku keluar pun tak ada tanda-tanda pergerakan dari Kiara, aku mulai frustasi karena otakku tidak bisa berfikir dengan jernih sejak tadi, aku memikirkan kemungkinan buruk yang akan Kiara lakukan.

Jika dia tidak ada disini, sudah pasti dia ada di tempat yang di mana seharusnya ia mengakhiri hidupnya.

Mimpi itu seperti potongan puzzle, kita tidak bisa menarik kesimpulan dari 1 kejadian yang ada di mimpi, kita hanya mengambil point pentingnya saja.

Aku mempercepat langkahku, menuju lantai 16 karena untuk sampai ke rooftop gedung ini harus menaiki tangga untuk sampai ke sana, tidak ada akses sampai sana dengan menggunakan lift.

Beberapa menit dan akhirnya aku sampai ke lantai 16, aku buru-buru menaiki tangga, tidak akan ku maafkan diriku sendiri jika aku gagal lagi.

Tidak akan.

Tidak.

Brak!!

"KIARA!"

Ia terlihat berada di bibir rooftop, tersenyum kepadaku dan memberikan isyarat untuk tidak mendekat, apakah itu akan membuatku berhenti? Tentu tidak!

"Jangan please, gue mohon.."

"William? Kasih satu alasan kenapa lo segitunya sama gue? Apa karena mimpi lo yang lo catat itu? Lo mau nolong gue?"

"Kiara.."

"Jangan kasihani gue, gue gak suka Wil dan takdir itu gak bisa di ubah Wil, sehebat apapun lo tapi kalo pada akhirnya Tuhan gak ngijinin lo untuk ngubah takdir gue, tetep aja bakalan kayak gini."

Aku menatapnya, dia benar. Apa yang ia katakan semuanya memang benar, mengubah takdir seseorang adalah hal yang mustahil tapi menyelamatkan seseorang dari takdirnya itu tidak mustahil.

"Wil? Jangan berkorban untuk seseorang ya? Gue udah denger dari Ningtyas, maaf tapi diam-diam gue pengen tau apa yang lo jelasin ke gue itu beneran atau enggak, ternyata beneran. Lo gagal nyelametin bokap lo sendiri dan sejak itu lo hidup dalam penyesalan bahkan nyalahin diri lo sendiri, jangan gitu lagi ya? Gue mohon, lo baik Wil, gue tau maksud lo baik tapi cara lo ngorbanin diri lo sendiri untuk nyelametin orang lain itu salah. Lo cuman harus ngasih tau mereka dan selesai, lo gak perlu sampai ngejagain mereka, termasuk gue."

"Kiara gu-"

"Maaf Wil, tapi kali ini gue beneran udah gak kuat, gue gak tau gimana kedepannya nanti, mungkin lo bakalan tetep ada di samping gue tapi jujur gue gak se egois itu, lo pasti punya seseorang yang lo suka, stay di gue bukan hal yang bagus Wil. Gu-"

"GUE SUKA SAMA LO!"

"Orang yang gue suka itu elo, Ra." Aku menatapnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca, aku rasa perasaan ini terlalu cepat di ungkapkan tapi entah kenapa rasanya aku ingin meledak sekali.

Ia tersenyum."thanks ya, semoga itu beneran dan bukan karena lo kasihan atau apapun ke gue."

"Ra, gue sebenernya gak pernah ngerti sama perasaan gue sendiri, tapi sejak kejadian yang menimpah lo tadi, gue ngerasain sakit juga. Hati gue hancur Ra, gue.. hhh.. gue yakin kalo gue sayang sama lo, gue suka sama lo dan sampai kapanpun gue tetep mau jatuh cinta sama lo."

"Itu terlalu cepat untuk di artikan jatuh cinta, Wil."

"Gue tau! Tapi perasaan ini bener adanya dan secepat itu lo bikin gue jatuh cinta."

"Wah.. hidup ini banyak plot twist ya, gue gak nangkep sinyal lo suka sama gue, gue malah berfikir lo suka sama orang lain."

"Gue pinter nyembunyiin itu semua, Ra."

Ia mengangguk faham, aku rasa kali ini berhasil mengulur waktu dan membuatnya berfikir sejenak.

"Maaf, gue hargain perasaan lo, tapi gue mau lo jatuh ke orang yang tepat dan orang itu bukan gue. Maaf Wil."

"Gue juga sayang sama lo Wil, gue nyaman sama lo. Makasih ya."

"Selamat tinggal William nya Kiara."

Dream (Winrina ver) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang