124. Night

797 73 7
                                    

Malam dimana semuanya terjadi itu Kiara berjalan terus sampai ke halte bus yang jaraknya lumayan jauh dari apartemen David, dia tidak menuju ke sekolah karena tau kalau siapapun yang mengetahui hal ini akan mencarinya ke sana, ia tidak akan bisa melihat reaksi mereka saat melihat Kiara yang sekarang ini.

Menunggu di halte bus sambil melamun dan menangis di tengah hujan yang sangat deras sepertinya tidak buruk, Kiara hanya bisa pasrah dengan keadaan sekarang tapi tak akan membuat dirinya mengambil jalan tengah yaitu dengan menjatuhkan dirinya dari atas gedung. Tidak.

Ia masih memikirkan orang-orang yang Kiara sayangi pasti akan sangat kehilangan dirinya, terlebih lagi orang yang bersalah nantinya tidak akan mendapatkan hukuman, ia harus tetap hidup meskipun berat.

Kiara tersenyum saat melihat pesan masuk dari William, kekasihnya sangat khawatir tapi ia tak bisa membalas ataupun mengangkat panggilan dari William. Ia merasa tak lagi layak untuk William, perempuan kotor sepertinya lebih baik mundur dan terlebih lagi ia tau bahwa William tidak akan meninggalkannya tapi sudah cukup ia rasa, William pantas mendapatkan yang lebih baik dari dirinya.

Isak tangis terdengar kembali, ia tak bisa menjalani ini semua di tambah dengan dirinya yang gini telah hancur, rasanya ingin pergi saja, pergi ke pangkuan Tuhan tapi tidak mungkin ia meninggalkan ibunya yang telah bertahan selama ini.

Tidak mungkin.

Banyak pertimbangan saat ia berfikiran untuk mengakhiri hidupnya, bukan hanya sang ibu tapi juga teman dan kekasihnya pun berat rasanya ia ingin meninggalkan mereka semua. Ia berfikir apakah dengan ia pergi maka semuanya akan baik-baik saja? Tentu saja tidak. William adalah seseorang yang bisa melakukan hal yang nekat sekali, begitu yang ia dengar dari Ningtyas, ia benar-benar takut jika William nekat mengikuti dirinya.

Kekasihnya itu memiliki masa depan yang harus di tempuh, ia tidak mau menjadi penghambat.

Hujan di tengah malam ini masih tak berhenti bahkan di saat kendaraan tak lagi berlalu-lalang pun masih tak berhenti, malah bertambah deras.

"Are you ok, Kiara?" Suara itu membuat Kiara menengok ke samping, entah sejak kapan laki-laki itu duduk di sebelahnya.

Jevano menatap hujan dengan mata yang berkaca-kaca, bahkan air matanya pun seperkian detik kemudia turun dengan begitu derasnya.

"Jev..?"

"Ra sorry, seharusnya gue tetep ngikutin lo. Seharusnya gue bisa nyelametin lo, seharusnya gue gak jemput Julia di bandara."

"Julia udah sampe?"

"Udah, dia ada dirumahnya. Dia nanyain lo dan gue baru inget saat itu juga, gue bener-bener gak becus jagain lo, gue gagal Ra."

"Makasih ya, udah jagain gue selama ini."

Jevano menggeleng."gue gagal."

"Lo berhasil kok, buktinya sekarang lo ada disini. Makasih ya."

"Ra ayo pulang."

"Gak mau, hhh.. Julia pasti sedih banget kalo ngeliat gue yang kayak gini, lo aja nangis apa lagi dia. Lo kenapa nangis ya?"

"Karena gue gagal jagain adek gue."

"Hah? Gue adek lo? Yaelah masih aja."

"Dulu inget kan kalo gue pengen punya adek cewek? Terus udahnya gue ketemu lo yang kebetulan lebih pendek dari gue, gue pikir umur lo lebih muda dari gue tapi ternyata seumuran. Tapi gue tetep nganggep lu adek gue sih, meskipun gue sempet suka sama lo." Jevano menatap Kiara, tak ada satupun terlihat kebohongan di matanya.

Kiara memang sudah mengetahui akan hal itu tapi ia memilih diam karena dirinya sendiri tak memiliki perasaan apapun yang lebih kepada Jevano, tak ada sampai suatu hari William datang dan saat itu juga ia merasakan hal itu, perasaan berbunga-bunga.

"Sekarang?"

"Gue lebih suka Julia ternyata."

"Dasar."

"Pulang yuk? Liat tuh lo seluruh badan basah semua."

"Gue gak mau pulang."

"Ra.."

"Gue mau sama Gaby dan jangan kasih tau siapapun, bisa kan?"

"Gue gak yakin tapi gue coba buat nutupin semuanya, tenang aja, ada gue tapi selama itu lo harus janji untuk nggak ngelakuin apapun yang bisa ngebahayain diri lo, ok?"

"Iya Jevan."

Jevano hanya bisa mengangguk dan menelfon Gaby, tak lama kemudian Gaby datang dengan membawa mobilnya sendiri dan di saat melihat keadaan Kiara seperti itu ia pun langsung memeluk erat sahabatnya itu, Gaby memutuskan untuk membawa Kiara ke apartemennya karena tak ada tempat lain, Kiara tak mau di bawa ke rumah Gaby jadi ya lebih baik ke apartemennya saja.

"Gab?"

"Kenapa?"

"Jagain ya?"

"Pasti kok."

"Soal William nanti gue kasih tau dia, lo tenang aja."

"Secepat itu?"

"Gak sih, tunggu Kiara lebih better maybe sih. Dia pasti bakalan maksa minta alamat apart lo, keadaan Kiara kan kita gak tau selanjutnya kayak gimana, tapi kalo sodara gue sih dia beneran gak bisa ketemu sama siapapun."

"Gue harap Kiara gak gitu Jev."

"Gue juga berharap begitu, kalo ada apa-apa langsung call aja ya? Nanti gue setiap hari bakalan dateng bawain makanan dan obat kalo perlu gue bawa dokter juga sih, tenang aja keluarga gue dan keluarganya gak bakalan tau kok."

"Kayaknya lo udah biasa banget nanganin kek gini ya?"

Jevano terkekeh pelan."temen gue pernah kayak Kiara, gue dah biasa jadinya."

"And..?"

"She died, gue gak sengaja ninggalin dia. Gue lebih milih buat ikutan party hahaha, jahat banget gue tapi ya udahlah ya. Sekarang gue gak mau itu terjadi, jangan di tinggalin ya? Kalo lo bosen ntar kasih tau gue biar gue yang gantian jagain dia."

"Lo suka ya sama Kiara?"

"Iya, pernah, sekarang enggak. Perasaan gue balik lagi kayak dulu, perasaan seorang kakak ke adiknya. Gue sayang sama dia Gab, gue nganggep dia udah kayak adik gue sendiri."

Gaby mengerti dari sini kenapa sejak lama Jevano sangat menjaga Kiara, rasanya aneh jika rasa suka saja yang mendasari itu tapi kini ia sudah mengetahui semuanya dan yang ia pikir jahat belom tentu jahat.

Gerak-gerik Jevano emang kadang sangat patut dicurigai tapi ternyata ia baik, ia tidak akan melukai siapapun bahkan lebih ke melindungi orang yang ia sayang dengan caranya sendiri.

Dream (Winrina ver) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang