Ippei-san, interpreter sekaligus manager Shohei menatap ponsel pintarnya bingung. Bagaimana tidak, sejak tadi ia ingin memesan tiket pesawat ke Miami untuk pertandingan final, tapi yang ingin dipesankan malah melongo menatap ponselnya sendiri dengan ekspresi kesal.
Ya. Shohei Ohtani menatap ponselnya tajam sejak tadi karena ia berusaha menghubungi seseorang, tapi tidak pernah berhasil. Pesan tidak dibalas meski telah dibaca, dan itu membuatnya kesal setengah mati.
Ada apa dengan Lisa? Dia marah? Apa dirinya melakukan kesalahan? Mengapa untuk urusan seperti ini para perempuan tidak langsung jujur saja menjelaskan, sehingga para laki-laki tidak perlu menerka-nerka dan berpikir telah berbuat sesuatu yang tidak seharusnya? Kami laki-laki bukanlah seorang peramal, tolong...
"Jadi? Berapa tiket yang harus kupesan?" Ippei kembali bertanya.
Shohei bangkit dan melempar ponselnya ke dalam tas asal. "Pesankan aku jet," balasnya sembari berjalan keluar dari ruang loker menuju lapangan untuk latihan.
Kening Ippei mengerut samar. Usianya yang sudah lebih kepala empat menjadikan ia tidak hanya sekadar interpreter dan manager, tapi sekaligus seperti ayah dari Shohei Ohtani. Meski tergolong anak penurut, terkadang Shohei juga menunjukkan emosinya. Seperti barusan, gara-gara Lisa tidak mengangkat telfon dan membalas pesannya seharian, kapten timnas itu jadi uring-uringan.
Ippei menghela nafas dalam. Ia jadi teringat momen di saat ia dan istrinya juga masih remaja kala itu. Ketidakstabilan emosi Shohei rasanya wajar apalagi ini menyangkut hati. Setahu Ippei, Lisa adalah gadis pertama yang berani didekati oleh kaptennya itu. Padahal semua orang tahu, Shohei bisa mendapatkan gadis manapun yang ia mau. Yah, tidak jauh berbeda dengan Lisa juga.
Sudahlah...
Ippei lagi-lagi menghela nafas berat. Shohei yang terkena masalah hati, mengapa justru dirinya yang dibuat stress. Dasar.
***

"Shohei jahat! Mengapa ia berhenti menelfon dan mengirim pesan sekarang?"
Lisa menatap layar ponselnya kesal:
Shohei💛
7 Panggilan tak terjawab
11 Pesan BaruGadis itu bergerak meraih topi baseball yang kali ini berwarna putih, masih pemberian dari Shohei. Tidak hanya topi, Lisa juga mendapat jersey timnas dan LA Angels berbagai warna dari Shohei, bola baseball bertanda tangan lengkap, sebuah bat dengan ukiran nama Shohei--yang entah akan digunakan oleh siapa--sarung tangan bermerk new balance brand endorse an Shohei--yang lagi-lagi entah akan digunakan oleh siapa. Lisa hanya tertarik mengoleksi dan Shohei punya banyak. Terlalu banyak.
Lisa meninggalkan hotel tempatnya tinggal selama di Jepang dan memesan taksi. Ia tidak hapal rute Tokyo Dome jika menggunakan bus.
Soal Mina dan Bambam, keduanya malas mengajak Lisa jalan sejak kemarin karena gadis itu terus saja murung sepanjang waktu. Jika ditanya apa alasannya, Lisa hanya menggeleng dan menatap ponselnya yang berisi foto-foto hewan peliharaannya.
Ketika tiba di tempat latihan, Lisa tidak langsung menghampiri Shohei meski melihat laki-laki itu sedang berlatih melempar bola dengan Yu Darvish. Ia memilih berjalan melewati lapangan menuju bullpen training tempat latihan memukul bola. Sejak beberapa hari lalu ia ingin belajar memukul bola, tapi malu mengatakannya pada Shohei. Jika semua pemain sedang latihan, maka area latihan memukul bola pasti kosong.
Lisa mengatur posisi dan kecepatan mesin pelempar bola seperti yang diajari Ippei beberapa waktu lalu. Untuk pemula sepertinya, kecepatan bola sebaiknya dibuat lambat agar ia bisa memukul bola homerun dan merasakan sensasinya. Lisa adalah pelajar cepat, ia pasti bisa menguasai ini dalam sekejap.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHOWTIME [END]
FanfictionApa yang terjadi jika seorang artis terkenal sekelas Lisa Blackpink yang tidak pernah terlibat skandal percintaan selama karirnya, tiba-tiba mendapati dirinya tertarik pada seorang atlet bisbol asal Jepang? Sekarang, sepertinya ia mengerti bagaimana...