Tidak Adil

485 50 33
                                    

— PERAHU KERTAS —

Abian berlalu pergi setelah hujan reda, di rumah juga sedang tidak ada siapa-siapa, jadi sedari tadi cowok itu memutuskan untuk menunggu hujan reda di teras rumah Bita. Tenang saja, di teras rumah Bita ada kursi dan meja untuk bersantai, Bita juga menyiapkan beberapa camilan agar Abian tak mati kelaparan. Oh, jangan lupakan kalau cowok itu juga meminjam pakaian Bita, karena sebegitu dekatnya mereka sampai-sampai saling pinjam pakaian.

Sudah pukul delapan malam, Bita hanya memandang kepergian Abian yang sedari tadi menjadi teman mengobrolnya sampai berjam-jam. Terpotong oleh waktu beribadah juga, sih. Biar bagaimana pun, mereka punya Tuhan yang sama dan tak boleh melewatkan lima waktu penting dalam setiap harinya.

Belum sampai Bita masuk ke dalam rumah, mobil berwarna hitam pekat tiba dan parkir di pekarangan rumahnya. Sekala Adhitama yang datang rupanya, dia membawa satu buket bunga indah dan satu kantung plastik yang entah diisi oleh apa.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Bayangkan, suara berat Sekala mengucap salam dengan penuh ketulusan. Seperti ini laki-laki yang jadi idaman beberapa perempuan itu, memiliki wajah yang rupawan, keturunan orang baik-baik, tutur katanya pun sangat sopan.

"Ini buat kamu."

"Makasih banyak, Kak."

Sekala merengkuh Bita-nya, mengusap-usap punggung Bita-nya sebagai ungkapan rasa rindu pasca tak bertemu seharian ini. Padahal hari ini hari minggu, tapi entah kenapa mereka tidak pergi menikmati waktu liburan. Hari sabtunya juga tidak bertemu.

"Itu martabak spesial kesukaan kamu, 'kan?" tanya Sekala. "Temanmu habis dari sini? Berapa lama?"

Pelukan itu merenggang, Bita mempersilakan Sekala untuk duduk terlebih dahulu.

"Jangan ke mana-mana dulu, jawab pertanyaan saya," tahan Sekala.

"Itu Abian, aku yang minta dia nemanin aku seharian ini," jawab Bita. "Aku ambilkan air dulu buat Kakak."

"Duduk."

Bita menurut, ia duduk di bangku kosong samping cowoknya, meskipun hubungannya masih disebut baru-baru ini, tapi Bita sudah kenal bagaimana aroma Sekala. Apalagi kalau duduk berdekatan seperti ini, makin terasa saja harumnya.

"Saya ngga suka kamu terlalu dekat sama sahabat kamu itu," katanya. "Jauhi dia buat saya, bisa?"

"Kak?"

Sekala menatap Bita dengan tajam. "Saya ngga suka."

"Tapi dia cuma sahabat aku, sama seperti Kakak dengan Kak Arin, sahabatan," bela Bita. "Lagipula, dari awal aku sudah bilang, 'kan? Kalau Abian itu berharga buat aku, hampir sebagian hidup aku dihabiskan bareng dia."

Sekala membuang pandangannya ke sembarang arah, ia berdecak sebal mendengar pembelaan dari Bita mengenai kedekatan mereka. Tapi bukannya Bita benar, ya? Apalagi Sekala juga dekat-dekat dengan sahabat perempuannya—Arin.

"Nanti bisa tumbuh perasaan kalau terlalu sering barengan," kata Sekala.

"Terus Kakak sama Kak Arin?"

"Jangan bandingkan dengan hubungan saya sama Arin, karena kami berdua sudah sahabatan dari SMP."

"SMP?" tanya Bita. "Aku sama Abian sahabatan dari umur delapan tahun."

Brakh!

Bita terperanjat kaget saat tiba-tiba saja Sekala beranjak dan mengempas satu kantung plastik martabak spesial serta buket bunga ke lantai. Bita dibuat gemetar saat melihat tindakannya, Bita pun ingin menangis karena keluarganya tak pernah memperlakukan dia seperti ini.

"Kak, aku—"

"Saya sayang sama kamu, makanya saya ngga suka kalau kamu lebih dekat dengan laki-laki lain!" potongnya dengan tegas dan lugas. "Kamu sudah tujuh belas tahun, seharusnya kamu mengerti."

"Abian sahabat aku, Kak."

"Ngga mungkin hubungan kalian itu murni persahabatan, salah satunya pasti ada yang diam-diam suka."

"Ngga ada, Kak!"

"Sekarang kamu pilih saja. Kita putus atau jauhi Abian!"

Bita beranjak berdiri menghadap Sekala, matanya sudah berkaca-kaca sejak melihat perilaku Sekala yang jauh dari dugaannya. Dia pikir Sekala itu cowok yang lemah lembut, tapi kini dia mulai melihat sisi lain darinya.

"Saya pamit."

Bita tak menahan atau berniat memohon maaf padanya, Bita biarkan saja cowok itu berlalu tanpa sebuah ucapan selamat tinggal. Kedua tangan Bita mengepal, ia menengadah berusaha menahan air mata tapi tak mampu. Beruntunglah ia bisa segera menyeka jejaknya, menahan air mata selanjutnya yang bisa saja turun membasahi kedua pipinya.

Membereskan semua kekacauan di lantai itu, Bita benar-benar tidak pernah diperlakukan sekasar ini oleh orang-orang di sekitarnya. Meskipun kedua orang tuanya sering menuntut dirinya, tapi tak ada satu pun yang berani main fisik.

Bita masuk ke dalam rumah, akan dia abadikan tentang peristiwa hari ini di dalam satu bagian ceritanya. Akan dia bagikan kisahnya yang seperti di dunia novel ini agar orang-orang tahu bahwa karakter fiksi itu sebenarnya ada di dunia nyata. Akan ia tuliskan kisahnya dalam cerita berjudul Perahu Kertas, yakni cerita terbaru yang terinspirasi dari kehidupannya sendiri.

"Bang Juna belum pulang, kah?"

Abian bersedekap dada di depan pekarangan rumah Bita, dia baru muncul setelah Bita menutup pintu rumahnya. Motornya sengaja ia dorong saat akan kembali ke sini, supaya Bita tidak melihatnya hingga melewatkan waktu istirahatnya. Abian sengaja tidak langsung pergi, ingin memastikan Bita tak diperlakukan macam-macam oleh Sekala.

"Maaf ya, Bie. Gue bakalan jagain lo sampai Abang Juna balik, semoga lo ngga kenapa-kenapa di dalam."

Abian naik ke motornya, benar-benar diam di sana sambil sesekali menguap karena mengantuk. Seharian ini dia tidak tidur siang, jadi di jam sekarang sudah mengantuk saja.

"Iyan, ngapain di sini? Kenapa ngga nunggu di teras rumah aja?"

"Eh, Bang Juna," panggil Abian. "Alhamdulillah udah datang, Bita di dalam rumah, tuh."

Arjuna membuka helm yang menutupi seluruh kepalanya, ia menyibak rambut panjangnya.

"Diusir sama Bita?" tanya Arjuna.

"Ngga, cuma udah pamit pulang aja dari tadi," jawab Abian dengan kekehan. "Tadi udah mau pulang, tapi kasian Bita sendirian."

Arjuna tersenyum bangga, ia menepuk bahu Abian dua kali sebagai ucapan terima kasih karena sudah baik menjaga adiknya. Sejujurnya Arjuna bisa menjaga Bita, tapi karena sibuk dengan tugas kuliah jadi dia tak bisa sepenuhnya terus memantau Bita.

"Seharusnya lo yang jadi pacar Bita," kata Arjuna.

"Bang Sekala jauh lebih Bita inginkan, Bang," balas Abian. "Lagipula gue sama Bita sahabatan dari kecil, bakalan sulit ngebedain mana perasaan cinta dan mana perasaan sayang sebagai sahabat."

"Anjay." Arjuna berucap dengan tidak habis pikir. "Jangan bilang lo suka beneran sama adik gue, Yan?"

"Udah sana masuk, Bita udah makan malam, kok."

Arjuna Dirgantara merupakan kakak kandung Bita yang sangat mendukung jika Bita dan Abian jadian. Bahkan Arjuna lebih suka kalau Bita punya pacar seperti Abian yang sudah jelas asal-usulnya, beda lagi dengan Sekala yang bahkan tak begitu ia kenali.

"Hati-hati di jalan lo," pesan Arjuna.

"Okay, Bang!"

"Salam buat Sea, Om sama Tante," pesan Arjuna lagi.

"Iya Bang, iya nanti gue sampein ke mereka, pasti bosen juga dapat salam dari lo, keseringan."

Arjuna tertawa dibuarnya, dan keduanya pun berlalu.

— PERAHU KERTAS —

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang