Tak Sempat

198 27 15
                                    

— PERAHU KERTAS —

Bita tidak sempat mengantarkan Abian pada peristirahatan terakhirnya. Sebab tadi pagi dia harus mengisi jadwal pertemuan dengan para pembaca sekaligus berbincang-bincang mengenai novel pertamanya yang terbit itu. Dia mengatakan bahwa dia tidak memiliki rencana apapun tentang masa depan, dia juga tak mengatakan jika akan ada season dua bagi novel Perahu Kertas dan tak akan ada novel lain yang akan ia publikasikan.

Apa yang Bita katakan dalam acara tersebut tentu membuat para pembaca setianya bertanya-tanya, tanpa mereka tahu jika Bita sedang kehilangan sesosok paling berarti dalam hidupnya. Abian yang dikisahkan berbahagia dengannya, kini berpulang tanpa menerima kata-kata manis darinya terlebih dahulu. Bita terlambat, ia tidak sempat, Tuhan lebih memiliki kekuasaan sehingga rencana Bita untuk berbahagia dengan Abian gagal total.

Bita menolak pergi ke pemakaman Abian dengan Jihan. Setelah pulang dari acara jumpa penggemar, Bita langsung ke rumah dan mengunci diri di kamarnya. Dia tak membuka ponselnya sama sekali, hingga teman-teman tidak tahu bagaimana kabarnya setelah tak sempat mengikuti serangkaian pemakaman Abian.

Tapi esoknya, pada pukul empat sore akhirnya Bita mau membuka pintu. Di depan kamar ada banyak sekali makanan yang terbuang sia-sia, satu porsi masih kelihatan lebih layak karena Arjuna mengantarnya tadi siang. Hanya saja perut Bita terasa penuh dari kemarin, padahal tak ada makanan yang masuk ke perutnya. Dia meninggalkan rumah tanpa Arjuna ketahui, hingga perutnya kosong dalam perjalanan perginya.

Langitnya mengabu. Tak ada senja yang menemani Bita untuk menemui Abian sore ini.

Dengan berbekal informasi dari Sea, Bita nekat pergi ke pemakaman seorang diri. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dia berdamai dengan keadaan. Sebelumnya dia tak mau ke mana-mana, dia menyesal karena telah menolak bertemu Abian di akhir hayatnya. Andai saja malam itu Bita mengiakan bertemu Abian, mungkin penyesalannya tak akan selama ini.

Bibirnya pucat dan kering, wajahnya kehilangan banyak sekali lemak. Di dalam taksi yang akan mengantarnya ke pemakaman, Bita melamun seperti telah kehilangan tujuan. Seharusnya dia bahagia karena bukunya laku di pasaran, tapi kehilangan Abian jauh lebih mendominasi keadaan.

Rencana bahagia dengan Abian hilang. Karena sebaik-baiknya rencana adalah rencana yang dibuat oleh Tuhan. Mungkin kepergian Abian merupakan suatu rencana yang akan mendatangkan hal lebih baik ke depannya. Maka Bita harus belajar ikhlas sejak saat ini, agar Abian berdamai di kehidupan selanjutnya.

Bita merapikan kerudung hitam yang ia pakai secara asal tetapi berhasil menutupi sebagian rambut di kepalanya. Dia berjalan sambil tertunduk serta melipat kedua tangan di bawah dada saat sampai di pemakaman. Air matanya terus meluruh, keheningan di pemakaman ini terasa menyayat hatinya.

Sampailah Bita pada gundukan tanah basah yang dipenuhi bunga-bunga, sampailah Bita di tempat peristirahatan terakhir Abian.

Bita seolah bisu. Kemudian ia berlutut dan memeluk gundukan tanah basah itu. Ia membekap mulutnya sendiri menahan suara isak tangis, ia biarkan kerudung hitamnya ternoda oleh tanah yang menutupi raga sahabatnya.

"Maaf~"

"Maafin Bita, Bin~"

"Maaf karena Bita baru datang sekarang~"

"Kangen~"

"Bin, Bita kangen sama Abian~"

"Kenapa semalam ngga datang ke mimpi Bita?"

"Bin~"

Satu tetes air hujan menyentuh pipinya, tetapi Bita tidak peduli. Tetesan air hujan yang makin rajin justru membuatnya nyaman memeluk gundukan tanah pemakaman Abian. Dia masih terus menangis, kali ini dia menyumpal mulutnya dengan menggigit kepalan tangannya sendiri.

Bibirnya sudah bergetar karena kedinginan, tapi hujan masih terus mengguyur tubuhnya yang tengah memeluk Abian. Sampai pada akhirnya, seseorang memayungi dirinya hingga ia tersadar betapa berlebihannya bertahan di sini dan menangis tanpa suara.

"Pulang, Ta."

"Nathan~"

"Pulang."

Nathan berjongkok di hadapan Bita, saat itu juga Bita beranjak dan memeluk Nathan yang datang memayungi dirinya. Tangis Bita pecah seketika, ia terguncang dan terus berkata jika Abian jahat karena telah meninggalkan dirinya.

"Abian jahat, kan?"

"Abian jahat karena udah ninggalin kita, kan?"

"Abian jahat!"

"Abian jahat, Nathan!!!"

Nathan meringis sakit mendengar sekaligus merasakan eratnya pelukan Bita yang menyakiti punggungnya. Tapi Nathan tetap membiarkan Bita melakukan itu, sebab dia tahu betapa Bita membutuhkan pelukannya saat ini.

Bita menggelengkan kepalanya. "Bawa Abian kembali, Nat~"

"Ta, ikhlaskan."

"Ngga, ngga semudah itu, Nat!"

"Abian udah pulang ke tempatnya."

"Tapi dia berhutang banyak janji sama gue!"

"Bita, Abian sudah pergi, Abian sudah tenang, Abian tidak akan sakit lagi."

Bita menggigit bahu Nathan melampiaskan jeritannya yang sengaja ia tahan, sebab walau hujan deras pun rasanya sungkan berteriak di sini. Nathan memejamkan matanya, saat itu buliran kristal dari pelupuk mata jatuh membasahi kedua pipi.

"Saya tahu ini berat, Ta. Tapi ... ikhlaskan, ya?"

— PERAHU KERTAS —

Orang-orang terdekatnya terpuruk. Kehilangan sesosok Abian merupakan kehilangan yang menyakitkan. Sebab, semasa hidupnya Abian sangatlah berharga.

Grup pesan yang terdiri dari enam orang itu kini menjadi sepi, sebagian dari mereka tidak ada yang membuka ponsel pasca Abian berpulang untuk selamanya.

Seusai Abian pergi, ada banyak perubahan yang terjadi.

Hilangnya senyuman cerah Bita, hilangnya kecerewetan Sandi, hilang pula kerusuhan di antara mereka. Belum ada yang ingin bertemu satu sama lain, mereka hidup masing-masing untuk menyembuhkan diri dari luka kehilangan.

Mama Siska dan Papa Pram pulang ke rumah pada malam ini. Bita yang baru pulang dari pemakaman pun tak terkejut melihat kehadiran mereka, sebab dia yakin mereka sudah mendengar kabar meninggalnya Abian.

Melihat Bita pulang kebasahan, Mama Siska langsung mengambilkan handuk dan menghangatkannya. Papa Pram juga memberikan Bita kehangatan melalui pelukan yang sama seperti dahulu. Keluarga Bita kembali, tapi Bita harus kehilangan sahabatnya.

"Kenapa Bita harus kehilangan sesuatu yang berharga buat Bita secara bertubi-tubi, sih?" tanya Bita gemetar. "Setelah Bita harus kehilangan kehangatan keluarga Bita, sekarang Bita kehilangan sahabat Bita. Kenapa~"

Mama Siska mendaratkan satu kecupan lamat di dahi Bita, ia makin erat memeluk Bita dengan air mata yang membasahi kedua pipi. Orang tua Bita menjauhkan ego mereka dan bersama-sama memeluk Bita yang tengah berduka pasca kehilangan Abian.

Arjuna hanya melihat di tempatnya, dia tersenyum haru hingga menangis karena kembali melihat keluarganya berkumpul. Tapi, cara mereka dikumpulkan benar-benar menyayat hati. Apakah mempersatukan mereka harus dengan mengorbankan salah satu raga? Abian tak memiliki hubungan sedarah dengan mereka, tapi kepergian Abian berhasil mengembalikan kehangatan keluarga mereka. Ya, walau mungkin akan sementara.

Mama Siska dan Papa Pram juga berniat pergi ke rumah duka besok, sebenarnya mereka ingin datang di hari Abian pergi, tapi saat itu waktunya benar-benar tidak memungkinkan. Alhasil, mereka berkomunikasi dan mendapatkan jawaban yang sama untuk pulang sekaligus pergi ke rumah duka.

Keluarga Bita dan Abian itu sangat dekat, jadi tak heran kehilangan Abian pun membuat Mama Siska dan Papa Pram ikut merasa terpukul.

— PERAHU KERTAS —

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang