— PERAHU KERTAS —
Kepanikan mereka terbayar setelah ambulans datang membawa pria paruh baya itu ke rumah sakit. Kedatangan keluarganya pun membuka jalan damai atas kecelakaan yang melibatkan dua orang remaja luka-luka ringan, kehilangan kendali dari mobil itu hampir merenggut nyawa tiga orang sekaligus. Beruntunglah Tuhan masih memberi mereka kesempatan untuk bertahan.
"Nat, luka lo cuma itu doang, 'kan?" tanya Bita.
"Iya, Ta," jawab Nathan. "Kamu juga lukanya ngga ada yang lain?"
"Ngga ada, Nat. Cuma di siku sama lutut doang, untung ngga sampe geger siku atau geger lutut, bahaya kalo udah begitu," cerocosnya.
Abian membawa dua botol air mineral, ia memberikannya kepada Bita dan Nathan yang masih duduk di tepian jalanan. Anggota medis mengobati luka di tubuh mereka juga tadi, setelah dipastikan tak ada luka lainnya mereka pun pergi.
"Bie, beneran ngga apa?" tanya Abian. "Jangan boong, nanti pas pulang lo ngeluh sakit apa-apa ke Abang lo."
"Ngga ada!" cetus Bita.
"Ya ampun, Bita," sahut Jiah. "Itu Abian nanya baik-baik, lho."
"Tahu lo!" pekik Sandi. "Bian nanya baik-baik juga, malah dibalas sinis kayak gitu, dasar cewek galak!"
"Udah." Jihan menengahi. "Jangan ngebuat Bita makin marah, dia udah cukup sakit setelah jatuh tadi."
Bita tersenyum miring, ia mengacungkan jari tengahnya sebagai bentuk balasan dari semua serangan Sandi dan Jiah. Abian menurunkan jari tengah Bita, ia genggam tangan Bita erat sembari memandangnya lamat sekali. Bita sudah ingin protes dan marah-marah, tapi Abian begitu kuat menggenggamnya serta mengunci pandangannya.
"Ke mana-mana harus sama gue," kata Abian.
"Ngga usah!" Bita mengempas genggaman Abian. "Gue bisa tanpa lo, gue ngga mau sama lo terus, bosen!"
Bita beranjak berdiri, dia sedikit meringis sakit di pinggang akibat jatuh ke aspal tadi. Dia mengabaikan Abian, lalu mengulurkan tangannya pada Nathan yang membuat cowok itu kontan menggapainya sambil beranjak berdiri.
"Yuk!" ajak Bita. "Kita ngga mau besok dihukum barengan, 'kan? Serangga di jam segini masih ada, dong?"
"Pulang, Ta," kata Sandi. "Jangan maksain, biar gue sama Abian yang nyariin serangga buat lo sama Nathan."
"Iya, Ta," sahut Nathan. "Mending istirahat aja, takutnya kenapa-kenapa kalo maksain pergi."
"Lo emang ada keluhan lain, Nat?" tanya Bita.
"N-ngga ada, sih," jawab Nathan kikuk. "Cuma, takut kamu kenapa-kenapa gitu, soalnya tadi kebanting banget kamu, saya ngga sempat tahan kamu."
"Ya udah, terserah dia, deh!" Abian berjalan ke motornya. "Jihan, ayo buruan!"
Bita mendengkus kesal, dia menggenggam tangan Nathan seperti Abian menarik lengan Jihan ke motornya.
"Ngga ada apa-apa, kok," ucap Sandi. "Tadi gue udah cek, rem sama semuanya aman."
"Thanks!"
Jiah mencebikan bibirnya. "Bita gitu orangnya, selalu aja maksain, ngga suka gue."
"Nat, pelan-pelan bawa motornya, gue ngga mau jatuh part kedua, sakit soalnya," pesan Bita. Kemudian ia pakai helm lagi dan naik ke motor Nathan.
"Pegangan, ya, Ta," balas Nathan.
"Iya, ini gue pegangan, kok."
Bagaimana tidak terpental jauh? Bita hanya pegangan pada jaket jeans Nathan saja, dia bahkan memegang jaket ujungnya. Tapi kali ini Nathan menyadari hal itu, ia menarik kedua lengan Bita, membuatnya melingkar di perut hingga memeluk.
"Begini cara pegangan terbaik, Ta," ucap Nathan sembari menepuk-nepuk punggung tangan Bita di perutnya. "Ngga apa, kok. Ini demi keselamatan kamu juga."
Mesin motor Abian terdengar begitu kencang, tentu hal itu membuat yang lainnya kontan menoleh ke sumber suara. Abian melajukan motornya paling awal sekarang, disusul oleh Nathan dan Sandi belakangan.
Perjalanan menuju ke taman tak memerlukan waktu yang lama dari tempat kecelakaan, sekarang mereka sudah sampai. Satu persatu meninggalkan tempat parkiran, masuk ke area luas yang diisi oleh berbagai macam tanaman.
"Kita cuma disuruh nyari kumbang?" tanya Sandi.
"Kalo mau cari lebah juga boleh," jawab Jiah.
"Bisa bengkak muka gue yang ada, Jie," ucap Sandi memelas.
"Lho? Baru sadar?" celetuk Jihan.
Tidak boleh.
Tidak ada yang boleh menertawakan soal fisik. Tapi melihat raut wajah pasrah Sandi membuat mereka yang melihatnya tertawa. Lebih menggelitiknya lagi, Sandi menghentak-hentakkan kakinya ke tanah sehingga membuat mereka berlagak terguncang karena gempa.
"Jangan ngambek, cowok gemoy itu banyak yang suka, kok," kata Jiah.
"Lo suka sama gue, gitu?" tanya Sandi.
"Engga, sih."
"Okay, sekian terima kasih." Sandi menyatukan kedua telapak tangannya sebagai ungkapan terima kasihnya.
Bita menyenggol lengan Jiah, membuat cewek itu kontan menabrak tubuh Sandi yang sedang ritual menahan emosi pasca mendengar jawaban dari Jiah.
"Emang lo suka sama Jiah?" tanya Abian.
Sandi memicingkan matanya. "Boleh~"
"Ih, najis!" pekik Jiah sambil mendorong lengan Sandi. "Jangan suka sama gue, gue ngga mau punya cowok yang mulutnya lemes kayak lo, ya!"
"Eh, jangan berantem dulu!" Bita melerai keduanya. "Ini permen milk-kamu, ambil."
Masing-masing mendapatkan permen lolipop yang entah Bita dapatkan dari mana, tetapi dengan polosnya mereka membuka bungkusan lalu mengemut permen tersebut hingga suasana kembali lebih tenang dari sebelumnya.
"Lo ngga kebagian?" tanya Jihan di sela mengemut permen itu.
"Cuma ada lima," jawab Bita. "Sisanya pisang, kelapa muda, dan masih banyak lagi."
"Maksud?"
"Tuh~"
Seluruh pandangan kontan menoleh ke arah tunjukkan jemari Bita. Mata mereka membola di saat yang bersamaan, lantas permen itu lepas dari mulut masing-masing hingga jatuh di atas tanah.
"L-lo ambil dari sesajen, Ta?" tanya Jiah gugup.
"Cuma ada lima loli, kayaknya tumbalnya butuh lima, deh," jawab Bita dengan santai. "Siapa tahu gue kecipratan dari hasil—"
"BITA ANJING LO, YA!"
"BITA! AWAS LO NGGA BAKALAN GUE KASIH CONTEKAN LAGI!"
"BITA LO ANAK SIAPA, SIH?"
"BITA, LO TEGA MAU NUMBALIN KITA SEMUA, HAH?"
Bita dapat serangan dari mereka berlima, dia berlari terbirit-birit menghindari amukan teman-temannya. Mau menjelaskan tapi mereka keburu percaya dengan perkataannya, padahal lolipop itu dia beli dari kantin sekolah untuk menemaninya mengetik bagian cerita berikutnya saat di rumah nanti. Kebetulan saja ingin melerai Sandi dan Jiah yang berada dalam perdebatan, serta ada sesajen di pohon besar dekat mereka berdiri. Jadi Bita buat lelucon saja. Lagipula ada sesajen isinya lolipop, ya?
"Bercanda, ini gue juga masih nyimpen banyak, kok!" pekik Bita saat mereka berhasil menahannya. "Ini permen milk-kamu rasa cokelat, satu permennya setara dengan satu gelas susu."
"Lo ambil semua dari sesajen itu, hah?" tanya Sandi sambil menjambak rambut Bita gemas.
"Ngga, anjir!" protes Bita. "Ini gue beli dari kantin, kebetulan gue suka dan takut kehabisan."
Abian mengambil sisa lolipop di tangan Bita, dia kabur dari hadapan Bita sambil mengangkat lolipop tersebut siap menghabiskannya.
"BIN, BALIKIN CEPETAN!"
"BIN, ITU BUAT NEMANIN GUE NGETIK NANTI MALAM!"
"BIN, YANG RASA COKELAT UDAH LANGKA, BURUAN BALIKIN!"
— PERAHU KERTAS —
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas
Fanfiction[COMPLETED] "Perahu kertasnya tenggelam satu." [07-05-23] #1 sua [12-05-23] #1 moonbin