Mama Tidak Jadi Pulang

223 38 29
                                    

— PERAHU KERTAS —

Paniknya hanya sebentar saja, karena untuk beberapa menit kemudian Bita lanjut menyantap makanan bawaannya padahal tahu dia meninggalkan motor Sang abang di klinik itu. Dia berpikir motornya akan aman, jadi lanjut makan supaya saat pulang tidak kelaparan.

"Eh, sebentar."

"Hm?"

"Lo ... habis dari mana? Kenapa tiba-tiba lo bisa ke klinik?"

Abian yang sempat terdiam kini lanjut mengemasi beberapa bekas makanan mereka ke dalam kantung plastik. Bita turut memunguti bekas makanannya juga supaya tempat ini terhindar dari sampah, barang bekas seperti itu memang harus dibuang ke tempatnya.

Bita mendorong lengan Abian meminta jawaban dari cowok itu. Dia memang tidak sabaran, beruntunglah dipertemukan dengan Abian yang kesabarannya bisa dibilang setebal muka orang tak tahu malu. Kurang sabar apa Abian, coba? Dia selalu sabar menghadapi sifat Bita yang ambekan ini.

"Kan, semalam nginap di rumah Sandi," jawab Abian. "Tapi gue pengin pulang karena ngga tidur nyenyak, eh pas di jalan malah hampir nabrak pagar orang, untung buru-buru ke klinik."

Bita meraba kening Abian memastikan, ia terpantau cemas ketika mendengar penjelasan cowok itu. Soalnya Bita selalu mengandalkan Abian, kalau apa-apa pasti pada Abian, jika sampai terjadi sesuatu pada cowok ini ... Bita tidak tahu lagi harus pada siapa ia mengadu nantinya.

"Sebenarnya dari jam dua belas di klinik," kata Abian. "Cuma baru ngabarin lo pas udah baikan, hehe. Maaf ganggu tidurnya, ya?"

Bita menggeleng cepat, dia memegangi kedua pipi Abian sembari mencebikan bibirnya. Senyum di wajah cewek itu nampak mengembang, sedang Abian hanya pasrah saat pipinya dimainkan oleh Bita. Beberapa kali bibir Abian dibuat maju oleh permainan tangan Bita, hal itu tentu membuat Bita tersenyum. Lucu soalnya.

"Bin," panggil Bita.

"Hm?"

"Lo jelek!"

"Elo galak."

Plak!

Bita tarik kedua telapak tangannya dari pipi Abian, lalu Bita tempelkan lagi sehingga berbunyi suara geplakan yang khas. Abian meringis sakit seraya mengusap-usap pipinya, rada sakit walau sebenarnya Bita tak terlalu kencang menggeplak kedua pipinya barusan.

"Ayo pulang, ah!" ajak Bita. "Mama mau pulang, masa yang nyambut Mama malah temen-temen gue."

"Sakit~"

"Uh, baby sakit banget, ya?" Bita berlagak. "Rasain lo!"

"Dasar buaya betina lo, ya!" pekik Abian gemas, tangannya dengan tak sabaran mendorong kepala Bita.

"BIN SAKIT!" teriak Bita lantang.

"Rasain!"

"Ish, sini lo, ya!"

"Ngga kena!"

"Bin, ke sini!"

"Eits, tidak kena!"

"BIN!"

Abian berhasil menghindari pukulan-pukulan dari Bita, dia terpantau kesenangan saat melakukannya. Kemudian dia tertawa renyah sambil sesekali meledek cewek itu dengan cara menjulurkan lidahnya. Bita makin gemas pastinya, ingin sekali membalas ledekan Abian. Tapi kali ini Abian menghindarinya, membuat mereka harus sedikit berolahraga dengan lari di sekitar sana. Lumayan sehat juga berdebat dengan sahabat sendiri rupanya.

Sebenarnya Abian ini sudah hafal, kapan dan bagaimana Bita memukul dirinya. Hanya saja dia biarkan Bita menjadikan lengannya sebagai alat untuk melampiaskan kekesalan. Lagipula Abian kuat menerimanya, malahan seperti sedang dipijat oleh pukulan itu.

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang