Perasaan Nathan

103 23 16
                                    

— PERAHU KERTAS —

"Bie."

"Apa?"

"Kemarin lo ngga bener-bener gantung diri, kan?"

"Menurut lo?"

"Gimana kemarin? Nathan ngomong sesuatu sama lo?"

Langkah Bita terhenti. Jangan-jangan alasan Nathan datang kemarin itu dikarenakan Abian. Dia berbalik menghadap ke arah Abian, menatap cowok itu dari atas sampai ke bawah. Dia terlihat berkeringat banyak.

"Emang dia mau ngomong apa?" tanya Bita.

Abian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia kelihatan canggung padahal baru dua hari kemarin tak bertemu dengan Bita. Cowok itu kemudian meraih kedua bahu Bita, memandang serius cewek yang saat ini menunggu jawaban dengan penasaran.

"Nathan suka sama lo, Bie."

Bita terpaku membisu, berusaha mencerna perkataan Abian.

"Kemarin dia ke rumah gue pas lo ngeluh mau gantung diri, alhasil gue kirim dia aja ke sana, soalnya ... udah cukup lama juga dia suka sama lo," bebernya.

"Bin," panggil Bita.

"Yah, ngga jadi kejutan lagi kalo begini, ya? Tapi, nanti pas Nathan nembak lo, gue harap lo kaget gitu, Bie."

"Bin," panggil Bita lagi.

"Gue juga kaget, njir. Dia bilang suka sama lo pas lagi makan bakso, alhasil satu bakso kecil itu masuk semua ke tenggorokan, untung gue ngga mati," celotehnya. "Dia suka sama lo, Bie. Apa lo ngga pernah merasakan perhatian dia? Cara dia menatap lo, cara—"

"Ngga." Bita spontan menolaknya. Dia tersenyum getir memandangi Abian. "Nathan suka sama gue, dan lo dukung dia?"

Abian mengangguk mantap. "Kenapa emang?"

"Siapa pun yang ketemu Nathan duluan, bilang kalo gue ngga suka sama dia," ucap Bita. "Bilang juga ke dia, kalo gue lagi males buka hati sama siapa-siapa, gue masih dalam proses melepas Kak Sekala."

"Bie." Abian meraih tangan Bita dan digenggam. "Apa ngga ada ruang buat Nathan? Sedikit aja, dia udah lama suka sama lo, dia—"

"Bukan dia cowok yang gue harapkan, memaksa bukan cara terbaik mempersatukan dua orang, Bin," potong Bita. "Gue kira kita—"

Dering panggilan masuk di ponsel Abian berhasil memotong ucapan Bita yang belum usai. Cowok itu tersenyum simpul tatkala menerima panggilan dari adiknya.

"Sea nelpon, Sea nelpon," katanya senang. "Bentar dulu, jangan ke mana-mana."

"Assalamualaikum, Kak Abi~"

"Waalaikumsalam, tapi bentar? Lo ... Yura?"

Terdengar tawa kecil di seberang sana. "Aku dengar Kakak tanding basket hari ini, ya? Gimana, Kak?"

"Kalah," jawab Abian. "Tapi skornya ngga jauh, kok. Sea di mana, Ra?"

"Oh? Ini Sea lagi makan, terus minta aku yang bicara sama Kakak buat ngucapin selamat kalo menang."

"Nah, kalo kalah gimana, tuh?"

Bita melepaskan genggaman Abian dengan cepat, ia memutuskan untuk pergi di saat Abian asyik berbicara dengan sahabat adiknya itu. Sudahlah, kalau begini Bita cemburu berat.

Langkah Bita makin lebar dengan disertai hentakkan, kedua tangannya mengepal dan sepasang mata itu berkaca-kaca. Dia tidak pernah menyangka jika cemburu akan sesakit ini, dia benar-benar ingin marah namun tidak berhak karena statusnya hanya sebatas teman saja.

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang