Rusuh

230 39 33
                                    

— PERAHU KERTAS —

"Perempuan pertama yang nyebrang di sana adalah jodoh gue."

Seluruh pandangan spontan tertuju ke arah Abian, cowok itu kini menyeduh kopinya setelah berucap asal. Habisnya tidak ada yang bicara, jadi Abian mulai saja percakapannya. Tidak seperti biasanya juga mereka hening, kalau ada mereka pasti berisik, merusuh setiap saat.

"Eh, itu nenek-nenek mau nyebrang, tuh!" seru Bita dengan semangat.

"Ah, iya bener itu!" sahut Jiah tak kalah semangatnya. "Nek, ayo nyebrang, Nek!"

"Weh, Nek jangan nyebrang, Nek! Nek bahaya nyebrang sendirian!" Seraya berucap Abian menggelengkan kepalanya tak berharap.

Nathan tertawa renyah menyahuti kehebohan teman-temannya saat ini, pun dengan Jihan yang hanya ikut menertawakan takdir Abian jika perkataannya itu memang benar.

"Nenek!" panggil Sandi sambil beranjak dan melambaikan tangannya. "Nenek ke sini, Nek!"

"Argh, Nenek jangan ke sini, Nek!" Abian menyahut sembari menyilang kedua tangannya.

Benar, 'kan?

Mereka itu merusuh kalau sudah disatukan. Sebenarnya sudah tidak ada istilah canggung-canggung lagi, sudah seperti dengan keluarga saja. Berterima kasih saja pada Bita dan Abian, merekalah yang menjadi alasan mengapa sirkel ini terbentuk.

"Yah~" keluh Sandi kecewa berat. Nenek itu tak jadi menyeberang.

"Alhamdulillah~" Abian mengusap wajahnya penuh rasa syukur. "Lagipula, masa iya jodoh gue nenek-nenek jompo gitu."

"Siapa tahu hidup sebatang kara tapi kaya raya, Yan," kata Jiah.

"Nah!" seru Bita semangat. "Bisa dapetin warisannya, iyagak?"

"Setuju banget sama lo, Ta!" Sandi beranjak dan mengajak Bita bertos ria.

"Kalian aneh-aneh aja, deh," kata Jihan.

Nathan terkikik. "Kejar itu jodohnya, Yan!"

Brak!

"Eh, Dek jangan nyebrang, Dek!"

Bita mendorong kursinya begitu melihat seekor kucing yang terjebak di tengah jalan, tanpa pikir panjang Bita melihat ke kanan dan kiri, lalu ia menghampiri kucing itu untuk dikembalikan pada anak kecil di seberang sana. Dengan penuh kehati-hatian Bita menggendong anak kucing itu, menyeberangi jalanan dan menyerahkannya pada bocah perempuan tersebut.

"Dek, mainnya jangan di sini, ya," pesan Bita. Kemudian ia sedikit membungkuk agar sejajar dengannya. "Kenapa main sendirian, Dek?"

"Mama sama Papa lagi di sana, Kak." Seraya berucap bocah itu menujuk ke arah taman, di sana dia melihat satu keluarga sedang makan bersama. "Kak, anak adopsi itu apa, ya? Mama sama Papa sering bicara kalo aku ini anak adopsi."

"Oh?"

Bocah itu membenarkan posisi kucing di pangkuannya, ia mengangguk dengan polos.

Bita mengusap pucuk kepala bocah itu dengan penuh kasih sayang, dipandangnya dengan lembut dan hangat, membuat bocah itu tak sedikit pun merasa takut pada Bita yang notabenya orang asing.

"Malaikat kecil yang turun dari surga," ucap Bita. "Kembali ke orang tua kamu lagi, gih."

"Wah~" kagum bocah itu. "Ya sudah, aku ngga akan sedih lagi kalo dibilang cuma anak adopsi. Aku senang sekarang, terima kasih Kakak Baik~"

"Dah~" Bita melambaikan tangannya pada bocah itu.

Setelah bocah perempuan itu benar-benar kembali kepada orang tuanya, Bita menyeberangi jalanan lagi. Dia disambut dengan tepukan tangan bangga dari teman-teman yang melihat tindakannya itu. Jika anak kecil itu sampai gegabah ke tengah jalanan, entah apa yang terjadi.

Abian tersenyum hangat memandangi Bita yang sekarang sedang menyeduh minumannya, pun dengan Nathan yang masih terkagum dengan tindakan Bita barusan. Semua temannya sama-sama kagum, tapi tatapan dua laki-laki ini memang agak lain.

"Eh? Eh? Eh?" Sandi tiba-tiba menyadari suatu hal. "Ngga, ini ngga mungkin!"

"Kenapa?" tanya Jihan.

"Bita tadi ... nyebrang, 'kan?"

Bita melotot. "Anjir! Ish, itu karena reflek, bukan karena keinginan gue, ya! Lagipula jodoh itu di tangan Tuhan, jadi gue nyebrang ke sana pun belum tentu jadi jodohnya Abian!"

"Yaelah, Bie." Abian mencebikan bibirnya sedih. "Nih, ya. Kalo semisal sepuluh tahun lagi kita ngga punya pasangan, gue mau nikahin lo, deh!"

"Sorry, gue engga," tolaknya angkuh.

Tawa pecah seketika, mereka benar-benar merasa puas mendengar cara penolakan Bita dengan disertai raut wajah angkuh itu. Belum lagi caranya mengucapkan sorry benar-benar lucu.

"Jahat banget," keluh Abian sedih.

Sudahlah. Pokoknya kalau mereka disatukan pasti rusuh.

— PERAHU KERTAS —

Bita punya banyak sekali rencana di cerita terbarunya itu, Bita punya banyak sekali harapan untuk akhir ceritanya tersebut. Para pembacanya juga mulai terjun ke dalam kisah Perahu Kertas itu, mereka geram dengan sesosok Sekala yang egois, dan geram pada Bita yang labil. Dari pembacanya itu, Bita juga mendapatkan dorongan untuk segera memutuskan Sekala, beberapa memintanya untuk jadian saja dengan Abian. Mereka juga yakin, kalau sebenarnya Abian itu suka sama Bita.

"Jihan~"

"Hm?"

"Bin suka sama gue?"

Jihan memicingkan matanya. "Kenapa emang?"

Bita menggelengkan kepalanya, dia tidak pernah bilang kalau dia sedang membuat kisah hidupnya sendiri untuk dinikmati oleh pembacanya. Yah, walau beberapa adegan ada yang dilebih-lebihkan, tetapi hampir seluruh alurnya akan Bita susun seperti alur kehidupannya.

"Dari cara dia mandang lo, ya."

Jiah menyahut, dia datang membawa dua bungkus camilan ke dalam kamar tersebut.

"Kayaknya dia sayang sama lo sebatas sahabat, deh. Ih, anjir susah, sih!" Jiah berucap sembari mengusutkan rambutnya frustrasi. "Gue ngga mau ikutan nebak, ah! Soalnya dari dulu lo sama Abian deket, ngga bisa bedain mana cinta mana sayang sebagai sahabat."

"Jangan-jangan lo yang suka sama Abian, ya?" tebak Jihan.

"Ngga!" pekik Bita cepat. "Ngga sudi banget gue suka sama cowok kayak Abian, ngga banget! Dia bukan tipe gue, tipe gue itu yang kayak Kak Sekala."

"Hayo, pas disakitin aja larinya ke Abian," kata Jiah. "Putusin buruan, Ta. Gue ngga mau terus-terusan ngeliat lo sedih pas dia barengan sama Kak Arin."

Jihan mengangguk setuju. "Jangan jadi bulol dong, Ta."

"Bucin tolol itu hanya untuk orang-orang tolol, lo mah janganlah, Ta~" Jiah merangkul lengan Bita, menarik-nariknya penuh harap.

Bita hanya pasrah, dia membiarkan kedua temannya itu menarik-narik lengannya sambil terus mengoceh tentang hubungan Bita dan Sekala yang sebaiknya selesai saja.

"Gue maunya dia yang putusin gue," ucap Bita pelan. "Gue ngga mau setelah itu menyesal karena udah putusin dia."

Mungkin dari sudut pandang Bita, Sekala itu cowok satu-satunya yang ada di muka bumi ini. Menutup mata Bita yang dikelilingi oleh banyak cowok-cowok lainnya.

"Eh, lo sama Kak Yuda apa kabar, Han?" tanya Bita saat ingat soal pendekatan di antara Jihan dan senior mantan ketos itu.

Jiah terkikik. "Hayolo, apa jangan-jangan kalian udah jadian, ya?"

"Ih, engga, kok!" Jihan mengelak dengan segera. "Gue belum jadian, suer!"

"Cie~" goda Bita dan Jiah.

Semburat kemerahan timbul di kedua pipi Jihan, dia benar-benar tersulut api salah tingkah ketika teman-temannya menggoda.

— PERAHU KERTAS —

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang