Terlambat

164 25 14
                                    

— PERAHU KERTAS —

Bita menatap sinis ke arah Abian yang sedang mengecek ban motornya, cowok itu dibuat terperanjat dan mengusap dada begitu Bita berdiri di dekatnya. Kemudian, untuk menghilangkan rasa malu karena terkejut, Abian menunjukkan cengirannya yang khas.

"Maksud?" tanya Bita ketus.

"Mau berangkat bareng, ngga?" tawar Abian. "Kalo ngga mau ya udah, gue cari cewek lain yang mau sama gue."

Bita melipat kedua tangan di bawah dada, dia sedikit mengangkat dagunya sehingga tampak begitu jelas keangkuhan pada diri Bita. Abian tak mau kalah, ia meniru gaya Bita sehingga keduanya kini berdiri saling berhadapan.

"Cepet jawab, mau bareng apa engga?"

"Dengan satu syarat!"

"Apaan?"

"Lo harus traktir gue bubur ayam di depan sekolah."

Abian siap protes, Abian akan mengeluarkan semua kata-katanya karena syarat yang diminta oleh sahabatnya. Tidak masalah sebenarnya, hanya saja kenapa jadi Bita yang minta ditraktir? Padahal, sudah jelas Abian yang bawa motor, Abian yang mengisi bensin jika seandainya tiba-tiba motor mati di tengah perjalanan.

"Apa lo?!" Bita langsung menaikan nada bicaranya. "Ya udah, gue bisa naik taksi atau angkot, tuh!"

"Ya deh," kata Abian pasrah. "Lagian cuma bubur doang. Abang lo ngga bikin sarapan?"

"Dia masih ngebo, tuh!" kata Bita. "Padahal kemarin bilangnya ngga bakalan pulang, eh pulang juga dia."

"Okedeh, kalo begitu lo memang harus beli bubur," ucap Abian. "Jangan sampe lo pingsan hanya karena perut kosong."

Abian mengulurkan helm untuk Bita, jika tidak menerima perintah dari Nathan mungkin dia sudah menjauh dari Bita. Abian akan mengalah untuk Nathan, tetapi setelah mendengar bahwa Nathan ditolak, akhirnya Abian bisa kembali lebih dekat dengan Bita.

Perjalanan dimulai dengan damai, walau sempat terjadi perdebatan karena Bita tidak mau berpegangan di perut kekar Abian. Mungkin kemarin Bita mendapat bisikan tak kasat mata, sehingga tanpa diperintah langsung memeluk Abian.

Mereka berhenti di tempat tujuan, mengantre untuk mendapatkan bubur yang diharapkan. Abian menyenggol lengan Bita, membuat cewek itu kontan memukul lengannya sampai terasa nyeri di sana.

"Kenapa, sih?!" tanya Bita sewot. "Bisa diem, kan?"

Abian menjulurkan lidahnya meledek, membuat Bita yang tak mau bicara lebih tinggi lagi memutuskan untuk mencubit pinggang cowok itu. Abian merintih sakit sambil berusaha melepaskan tangan Bita, lalu dia tertawa karena gemas melihat raut wajah Bita.

"Sakit, anjir."

"Makanya diem!"

"Bang Abi, Kak Bita?"

Keduanya kompak berbalik, dilihatnya seorang murid Sekolah Menengah Pertama yang berdiri turut mengantre memesan bubur legendaris ini. Cowok dengan senyuman manis itu membuat Bita dan Abian berpikir keras.

"Gue Chandra!" ungkapnya. "Kak Bita pernah maksa gue makan satu sendok tanah, ingat? Terus akhirnya Bang Abi yang makan."

Mata Bita membola, dia membekap mulutnya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Chandra tumbuh dengan baik, dia benar-benar telah beranjak sekarang, bukan anak piyik yang bisa Bita bodohi lagi.

"Bin, dia Chandra, Bin!" pekik Bita kesenangan. "Si bontot yang cengeng itulho!"

Abian menganga. "Chandra? Serius ini elo? Wah, lo, gila lo udah gede aja, anjir!"

Perahu KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang