Chapter 33 : Loss of Words

4.8K 553 37
                                    

Sejujurnya Raj tidak mengerti kenapa sanksi atas video ciumannya dan Padma yang viral itu belum juga turun. Bukannya dia berharap dihukum atau dimintai denda, tapi menunggu sesuatu yang tak pasti jelas tidak membuat tenang dan stress berkepanjangan. Kalau sudah tau apa hukumannya, setidaknya dia bisa mencari solusi untuk menyelesaikan masalah yang timbul setelah dia bertanggung jawab atas kebodohannya di masa lalu.

Seketika Raj mendesah panjang. Perlahan dia merebahkan kepala di leher kursi kerjanya. Kemudian, menatap sekitar ruangan.

Seketika terdengar ringisan pelan. Kepala Raj menggeleng tidak percaya. Siapa sangka seorang yang sejak dulu hanya memimpikan menjadi pebisnis tahu-tahu saja terjebak dalam sebuah ruangan dengan foto Presiden dan wakilnya beserta patung garuda di tengah-tengah. Ada nama meja dengan namanya sekaligus jabatan yang dia miliki yaitu, wali kota. Belum lagi seragam coklat khasnya yang sedang pria itu kenakan.

"Haruskah ... pergi?" gumam Raj pelan.

Ingatan beberapa malam lalu di Padma Salon and Beauty berputar di kepala berikut obrolan demi obrolan dengan Padma. Mereka membahas masa depan keduanya. Masalah lamaran, Raj tahu dia akan ditolak. Kecewa pasti, tapi kondisi pria itu sekarang pun belum tepat membahas membangun rumah tangga. Tapi, yang menarik seluruh perhatiannya adalah pernyataan kekasihnya itu bahwa Padma tidak menyukai dunia politik, tempat Raj bekerja sekarang dan berharap pria itu kembali ke dunia bisnis seperti sedia kala.

Jujur saja ajakan Padma untuk membangun bisnis bersama terdengar menggiurkan. Raj juga sangat menyukai konsep Padma beauty and salon minus hanya perempuan saja yang bisa masuk–karena ini merepotkan pria itu untuk bisa terjun langsung mengurus Padma beauty and salon. Hanya saja, jika dia benar-benar ingin kembali ke bisnis artinya sanksi terbaik untuknya adalah pemecatan.

"Tapi ... kalau nggak dipecat?" tanya Raj pada dirinya sendiri. "Ngundurin diri dong?"

Bagaimanapun menduduki kursi jabatan orang nomor satu dalam pemerintahan kota tidaklah muda. Tapi, Raj sadar ini juga bukan passion-nya. Apalagi setelah kekacauan video itu, dia yakin kerjasamanya dengan Padma yang selama ini membuatnya bersemangat menjadi wali kota akan sulit kembali didapatkan.

"Sial!"

Refleks, Raj memukul permukaan meja dengan kesal. Dia masih belum bisa menemukan jawaban. Tahtah terkadang dibutuhkan, itulah kenapa Pakde-nya menggunakan Raj untuk memiliki harta, tahta, dan juga wanitanya.

Bunyi ketukan di pintu menarik Raj kembali ke dunia. Pria itu segera duduk tegak. Dia berdehem sejenak, sebelum kemudian berteriak, "Masuk!"

Pintu terbuka dan sosok Suketi muncul. Pria empat puluhan yang sudah Raj anggap senior dan kakaknya ini muncul dengan senyum kebapakan anak dua miliknya.

Tanpa berbasa-basi apalagi sungkan, Suketi segera menduduki kursi di seberang Raj. Pria itu melempar pertanyaan, "Pak Raj, tadi manggil saya? Ada apa?"

Pertanyaan Suketi sukses membuat mata Raj melebar. Pria itu saking buntunya dan tidak ada lagi Rahmad, membuatnya bingung siapa yang bisa diajak bicara. Sampai-sampai dia lupa telah memanggil Suketi beberapa saat yang lalu.

"Ah, maaf saya lupa, Pak. Nggak ada Rahmad dan posisi dia belum ada yang ganti bikin jadwal saya keteteran." Raj meringis.

Suketi hanya terkekeh pelan sambil manggut-manggut, lalu terdiam. Raj pun ikut-ikutan diam. Pria itu seolah masih belum tahu apa yang harus dia katakan.

Cukup lama dua orang dewasa itu hanya diam sampai akhirnya Raj buka suara. Dia menanyakan apa yang sejak tadi ada di kepalanya. "Sekarang saya ingat apa yang mau saya obrolan sama Pak Suketi. Kalau semisal saya mengundurkan diri jadi wali kota apakah Pak Suketi nggak masalah seluruh kerjaan saya bapak handle terutama melanjutkan kampanye yang saya dan Padma gagas?"

Tell Me Your Dirty Secret (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang