"Ngh..."
Dua pasang mata yang sudah lelah dan mengantuk kompak beralih kepada sumber suara.
"Hinata... Kau sudah sadar?"
"Ngh.."
Hinata memejamkan matanya kembali. Ia ingin banyak bertanya pada pria yang menjadi sumber ketakutannya selama ini. Ya, Sasuke disana. Tetapi tubuh Hinata terlalu lelah, ia hanya ingin memejamkan mata dan kembali tertidur. Ini pertama kalinya ia merasa sedikit lebih lega sehingga ia ingin tidur dengan tenang. Selama satu minggu ini, Hinata tidak pernah benar benar tidur. Rasa takutnya menjalar hingga ke alam bawah sadar dan menghantuinya di dalam mimpi.
Hinata kembali tertidur selama 4 jam. Ia terbangun ketika pukul 8 malam. Sudut bibirnya yang pucat tertarik keatas, ia tersenyum. Rasanya sangat nyaman ketika dapat tidur dengan tenang, tanpa dihantui mimpi buruk. Mata bulannya melihat ke sekeliling, ia berada di rumah sakit. Lalu pikirannya membawanya kembali ke tadi pagi, saat Hinata berpikir untuk mengakhiri hidup, ternyata Sasuke kembali menemuinya.
"Sasuke..." Panggil Hinata.
Pria itu tertidur di sofa. Ia segera meloncat mendekati Hinata setelah matanya terbuka. "Hinata? Kau sudah sadar?" Tangannya mengelus rambut berponi Hinata. Rambutnya lurus dan lembut, begitu memanjakan jari yang menyentuhnya.
"Hisk.. hisk... Sa..sasuke."
Ia terisak kencang lalu memeluk pria itu. Berat di dadanya seolah terbagi menjadi dua, masih ada tetapi terasa jauh lebih ringan. Hinata menghirup ceruk leher Sasuke, lalu kembali terisak. Sasuke benar benar ada disana. Hinata merasa ia memperoleh kekuatan untuk menjalani kehidupan ini.
"Jangan pergi."
"Aku disini, aku disini."
Sasuke meraih tengkuk leher Hinata lalu mencium keningnya dalam-dalam. Hatinya terluka melihat kondisi gadisnya. Sasuke menyesali banyak hal, ia berjanji tidak akan memperlakukan Hinata lebih buruk dari ini.
"Aku hamil." Lalu isakannya terdengar jauh lebih kencang. Hinata tidak bisa menerima kehadiran kehidupan di dalam dirinya. Ia terlalu takut. Ia tidak ingin menjadi ibu di umur nya yang baru menginjak umur 20 tahun. Lagipula hidupnya terlalu berat untuk membawa kehidupan lain.
"Y..ya, dokter sudah memberitahu." Bahkan hanya dengan mendengar suara Sasuke, Hinata tahu Sasuke juga tidak menginginkan hal ini.
"D..dia masih ada?" Hinata mengangkat wajahnya. Wajah sendu Sasuke terpampang disana.
"Siapa?"
"Itu.. ba...yi." Bahkan menyebutnya saja terasa enggan.
"Iya ada. Kau tidak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab." Sasuke menepuk pundak Hinata sembari tersenyum. Senyuman itu terlihat sangat dipaksakan, jemarinya bahkan bergetar.
"T..tanggung jawab?"
"Aku akan menikahimu."
"Huh?" Respon Hinata cepat. "Apanya?" Tanyanya lagi untuk memastikan.
"Ah ya, maaf aku lupa. Kau mau menikah denganku?" Pria itu sedikit menurunkan lututnya seolah sedang berlutut sembari memegang jemari Hinata.
"Ah ya, cincinnya, aku lupa. Tepatnya aku tidak menyangka akan seperti ini. Aku akan membelinya setelah ini." Sasuke sedikit tertawa dan menggeleng pelan.
Sedangkan Hinata, air mata haru bercampur sedih mengalir bersamaan. Hinata beberapa kali berpikir tentang prrnikahan, tapi itu di masa depan. Ia tidak berpikir akan dilamar dengan situasi dan tempat seperti ini. Hinata sudah merencanakan masa depannya, ia ingin bekerja dengan giat dan mengumpulkan uang untuk kehidupan yang lebih baik, memiliki rumah dengan surat kepemilikan, bukan hanya menyewa, dan menyediakan waktu untuk berlibur bersama Sasuke lalu menikah dengan bahagia. Lalu apa ini? Kenapa ia harus hamil? Rasanya dunia seperti runtuh. Namun Hinata bersyukur Sasuke disini. Ia hampir gila karena menanggung beban ini sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promises And Destiny
Fanfiction-SasuHina- Hinata merupakan gadis pendiam yang merasa telah dikutuk oleh dewa kesialan. Selama dua tahun ia harus sekelas dengan Sasuke yang selalu mengerjainya, dari melempar belatung, laba-laba, mencuri buku tugas, hingga berpura-pura akan memperk...