Sasuke bukan tidak tahu alasan wajah yang tengah merona dari gadis berponi yang sedang diperhatikannya.
"Mereka pacaran?"
"Huh?"
"Aku juga berpikir begitu. Tapi, bukannya itu tidak mungkin?"
"Huh! Sasuke sering membully Hinata. Sudah ku duga, itu hanya taktik Uchiha. "
Mungkin gadis itu risih. Sasuke menahan senyumannya. Ia memangku dagu, mengedipkan matanya sebelum kembali memusatkan perhatian pada gadis yang duduk disampingnya. Benar, itupun ia harus mengeluarkan uang makan siang dua kali lipat agar si Inuzuka itu mau bertukar tempat duduk dengannya. Tapi lagi-lagi ia bangga menjadi orang kaya. Bahkan tiga kali lipat juga ia tidak masalah.
"Sa.. Sasuke,"
"Hn?"
"E..etto.. ja..jangan me..melihatku begitu."
Poni ratanya semakin menjuntai menutupi wajah meronanya. Pulpen dalam jepitan jemarinya merangkai kata asal. Ia kehilangan fokus untuk mengikuti pelajaran bahasa Jepangnya hari ini.
Ia juga mengantuk karena matanya tidak menutup sekalipun tadi malam. Pria gila disampingnya benar benar meracuni pikirannya. Bibir tipis itu, lidahnya yang kasar dan begitu ahli menggeliat dalam rongga mulutnya, dan basah. Saliva dan bau susu itu. Seperti racun baginya.
Tangan pria itu terlihat biasa saja, tidak ada urat yang menghiasi. Jemarinya panjang, dan kulitnya begitu putih. Begitu terlihat bahwa ia anak dari seorang yang kaya, jauh dari kerja keras. Mungkin tidak menarik untuk difantasikan, tapi Hinata tidak bisa berhenti memikirkannya. Memikirkan bagaimana nakalnya jemari itu tadi malam.
"Aku suka caramu berciuman."
Hinata membeku, entah ada badai atau petir di siang bolong yang panas ini tapi Hinata seperti tersambar hingga membuat nyeri seluruh tubuhnya. Otaknya panas, kepalanya serasa mengebul.
Ia melirik kepada seisi kelas, mereka tertawa, berbisik-bisik dan mengelukan perkataan Uchiha.
"Apa yang-,"
"Yah ciuman ketika aku mengantarmu pulang, dadamu ternyata tidak dibuat dari plastik."
Hinata merasa kepalanya berputar-putar. Seisi kelas bahkan guru yang sedang mengajar juga menaruh perhatian padanya.
'Ti..tidak, Sa.. Sasuke hanya asal bi.. bicara."
Hinata berdiri, serasa ingin membunuh dirinya sendiri. Adegan dirinya dengan Sasuke malam itu berputar-putar di otaknya. Tambahannya, ia memikirkan kebodohannya bagaimana mungkin ia bisa jatuh pada pesona pria psikopat ini.
"Kenapa? Kau tidak ingat? Shikamaru, Kau sebagai saksinya."
Wajah Hinata memerah padam. Ia melirik pada Shikamaru, dan seperti yang sudah-sudah, pria itu mengangguk dengan malas. Mengiyakan apa yang dikatakan Sasuke. Hinata benar-benar ingin membunuh dirinya sendiri, duo psikopat itu telah membuat rasa malunya memanas hingga tidak tertahan.
Jika ia bisa memutar waktu, ia akan memutuskan lidah pria bajingan itu saat mencoba untuk menciumnya.Jika biasa Hinata dikenal buruk dalam pelajaran olahraga, maka sekarang ia dengan lihai mengayunkan kakinya. Menendang Sasuke hingga terjatuh dari kursinya, lalu ia mengambil buku pelajaran tebalnya. Melempar sembarang pada Shikamaru. Jika ia sadar, buku itu lebih banyak mengarah pada Sai yang duduk disamping Shikamaru.
"Ja..jangan percaya! Me..mereka berdua gila." Hinata berteriak dengan nafasnya yang putus putus. Hinata pikir ia sudah berdamai dengan Sasuke, namun kini ia membuang jauh jauh kata itu dari pikirannya. Psikopat tetaplah psikopat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promises And Destiny
Fanfiction-SasuHina- Hinata merupakan gadis pendiam yang merasa telah dikutuk oleh dewa kesialan. Selama dua tahun ia harus sekelas dengan Sasuke yang selalu mengerjainya, dari melempar belatung, laba-laba, mencuri buku tugas, hingga berpura-pura akan memperk...