Sasuke membuang tasnya sembarang. Kemudian seragamnya. Tidak biasa, hanya beberapa kali. Ketika ia merasa begitu tidak bergunanya barang itu. Ia akan melihat Mikoto kerepotan merapikan kamar, namun saat ini pria itu tidak mau memikirkannya.
Dibawah keremangan cahaya lampu tidur. Ia meletakkan lututnya diatas porselen. Dan membungkuk. Berulang kali ia melarang tangannya untuk tidak mengambil barang itu lagi. Namun untuk kesekian kali tubuhnya memberontak. Di bawah tempat tidurnya, sebuah kotak besar dengan warna biru langit malam ia sembunyikan.
Saat kotak itu terbuka, Sasuke menahan nafasnya. Membuat dadanya sesak. baju hitam tanpa lengan. Ia mengambil baju itu. Menempelkan di hidungnya, menyesap aroma yang menguar hingga paru parunya penuh.
Jangan berakhir. Sasuke tidak ingin ini berakhir. Ia tahu aromanya akan hilang. Dimana tidak ada lagi yang mampu mengingatkannya,
"Aniki..."
Menjaga ingatannya.
"Aniki..."
Panggil pria itu masih menyesap aroma Itachi yang memudar. Ia berjanji hanya pada anikinya ia akan terlihat tidak berdaya. Menyerah pada pahit hatinya.
Sasuke menjauhkan baju itu dari wajahnya saat air dimatanya mengalir dengan cepat. Dadanya sesak. Ia menggenggam baju itu seeratnya. Membiarkan pipinya basah. Membiarkan ia kalah dari takdirnya sekali lagi. Ia berjanji hanya pada anikinya dan yang terakhir kalinya. Hingga ia sesenggukan.
Sasuke menempelkan baju itu dihidungnya lagi. Ia merindukan aroma anikinya setiap saat dan semakin menuntut lebih.
"Aniki..." Sasuke membiarkan suara putus asanya keluar. Memanggil anikinya yang tidak akan ada disana. Membiarkan anikinya tahu, betapa tidak berdayanya Sasuke tanpa Itachi.
Sasuke berumur 4 tahun saat sekelompok orang berbaju hitam datang kerumahnya. Suara hujan dan teriakan Itachi masih terngiang di telinganya. Sasuke berada didalam kamar yang gelap, ia juga mengingat tangan ibunya yang memeluknya dan menahan mulutnya untuk tidak berteriak. Kamar gelap itu membuatnya tidak bisa melihat wajah ibunya dan Sasuke tidak mengingat bisa tentang ibunya. Sejak saat itu Itachi tidak pernah kembali.
Sasuke sesenggukan, tangisannya tertahan. Sasuke tidak ingin berteriak sekerasnya seperti dahulu. Ia terbiasa dengan itu. Cukup mengeluarkan rasa letih hatinya, dan menangis dalam diam. Karena kehidupannya yang menuntut begitu. Diam atau mengambil resiko, itu dua hal yang ditawarkan ayahnya. Dan Sasuke memilih diam untuk bertahan hidup.
***
"Sasuke?"
Sasuke memicingkan matanya. Ia sedang memainkan video game di PC saat lampu kamarnya tiba tiba menyala. Membuat pupil matanya mendadak mengecil.
"Hn?" Ia tidak bermaksud mengacuhkan perempuan yang akan memasuki usia paruh baya itu. Tapi ia hampir memenangkan permainan. Wanita itu mendekatinya. Meletakkan segelas susu setelah mendekatkan gelas itu pada bibir Sasuke. Memaksanya untuk mencicipi.
"Jangan mengganggu! Aku akan meminumnya nanti."
Sasuke mendengus kesal setelah menelan susunya. Hampir saja karakternya mati terbunuh.
"Ayahmu ingin bicara."
Tangan yang menggerakkan mouse dengan lincah itu mendadak kaku. Ia terkadang benci mengapa Mikoto mengunjungi kamarnya. Ia menekan dadanya yang memanas.
"Aku tidak mau."
Sasuke berdecak saat karakternya mati. Ia mematikan PC lalu meneguk susunya hingga terisa setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promises And Destiny
Fanfiction-SasuHina- Hinata merupakan gadis pendiam yang merasa telah dikutuk oleh dewa kesialan. Selama dua tahun ia harus sekelas dengan Sasuke yang selalu mengerjainya, dari melempar belatung, laba-laba, mencuri buku tugas, hingga berpura-pura akan memperk...