Langit malam yang masih gelap, bintang yang bertebaran di atas langit pun masih cukup terlihat. Waktu bahkan menunjukkan dengan jelas bahwa hari masih di tanggal yang sama dan hanya berjarak 3 jam setelah apa yang mereka lakukan sebelumnya.
Baekhyun sudah memejamkan mata pergi tidur beberapa saat lalu setelah mereka selesai sedangkan Ahra.. jangan tanya bagaimana keadaan wanita itu sekarang, karena kini bisa terlihat pasti bahwa ia tengah melamun tak jelas memandangi langit malam di atas ranjangnya dari jendela kamar yang sengaja Ahra buka meski tak sepenuhnya.
Ia mungkin bahagia ketika Baekhyun masih mengatakan cinta juga sedikit menaruh perhatiannya padanya meski Ahra yakin itu hanya seperti sebuah kewajiban bukan lagi dari hati. Meski begitu tidak ada salahnya jika dirinya sendiri egois untuk bertahan semampunya walau akan ada banyak duri menancap di kakinya. Langkah terakhirnya akan memberi jawaban mutlah bahwa pilihannya bukanlah kesalahan.
Cinta memang buta, kebenaran yang seharusnya ia anggap salah pun Ahra tutupi dengan hal lain guna meredam amarah. Entah sampai kapan tapi ia berharap wujud apapun penyelesaian rumah tangganya yang memusingkan ini segera berakhir dan Ahra bisa kembali tersenyum lagi untuk bentuk ketulusan bukan kepalsuan yang dibuat-buat.
Mengeratkn selimut tebalnya semakin ia tarik ke atas menutupi tubuh telanjangnya membuat suaminya itu ikut bergerak melepas pelukan membalikkan badan. Entah sadar atau tidak tapi itu sukses membuat Ahra membuncah lega dan segera turun dari atas ranjang memakai kembali lingerienya dan mengambil cardigan panjang yang tergeletak di atas sofa kemudian keluar kamar guna mencari udara segar.
Koridor hotel yang terasa dingin juga sunyi tak mengurungkan niat Ahra untuk berjalan pelan menuju arah lift dan menekan lantai lobby sebagai tujuannya.
Sampai di lobi beberapa orang juga termasuk petugas hotel menyapanya ramah. Cukup ramai terlihat meski sudah dini hari.
Sejujurnya Ahra berniat untuk jalan-jalan keluar untuk menikmati udara tapi mengingat cuaca di luar sangat dingin dan pakaian yang dipakainya tak setebal itu menghalau angin maka Ahra memutuskan bersantai menikmati diri di salah satu sofa di area lobi tersebut sambil memandang arah luar yang masih cukup gelap. Bahkan ia melupakan untuk membawa ponselnya tadi.
Melamun diam sebentar mencoba menjernihkan pikiran sebelum seseorang tiba-tiba menyapanya ramah menatapnya penuh senyum mengembang.
"Nyonya Byun?"
Ahra menoleh menatap pria itu sedikit mendongak dari duduknya.
"Oh Mr John."
"Boleh saya duduk di sini?" Tanyanya dengan begitu sopan.
"Oh, tentu.. silahkan." Ucap Ahra ramah.
"Aku tidak menyangka kita bertemu lagi di sini dengan anda, nyonya. Jika boleh tau, sedang apa anda di sini? Di mana tuan Byun?" Tanyanya sambil mengedarkan pandang.
Ahra tersenyum simpul, "dia sedang tidur, aku keluar sebentar karena tidak bisa tidur."
"Begitu rupanya.--- jujur saja saya masih tidak menyangka anda mengingat saya dengan baik nyonya, bahkan saat beberapa pertemuan bersama tuan Byun, beliau tidak mengingat saya dengan benar."
"Benarkah? Aku pikir dia begitu karena dia terlalu sibuk dan banyak pekerjaan. Orang-orang yang dia temui juga cukup banyak. Benarkan? Jadi tolong maklumilah." Ucap Ahra dengan penuh perhatian.
Pria berparas amerika italia itu hanya bisa terkekeh menanggapi apa yang wanita terhormat seperti Ahra dengan begitu sopan. Bahkan baginya suatu kehormatan besar dirinya saat ini bisa berbincang-bincang santai bersama Ahra yang ia sempat kagumi saat pertama kali mereka bertemu.