Sudah seminggu Khansa tinggal di rumah milik Rana seorang diri, Khansa hidup sendiri tanpa orang lain, ia berusaha mencari uang sendiri untuk membiayai kehidupannya.
Khansa telah resmi menjadi karyawan cafe, ia melayani banyak pembeli di sana. Ia hanya menjadi seorang pengantar makanan dan minuman pada pembeli, upahnya pun hanya cukup untuk membeli makan sehari-hari, walau begitu Khansa tetap bersyukur.
Sudah seminggu juga ia tidak bertemu dengan Althar, entah kemana pria itu pergi, Khansa tidak pernah melihatnya lagi setelah insiden Althar menyatakan perasaan untuknya.
Tagosa Cafe, Khansa tersenyum lebar dengan tangan yang membawa mapan, lalu ia taruh pada meja pembeli, "Permisi, selamat menikmati!" Ujar Khansa dengan ramah, kemudian ia langsung kembali melayani yang lainnya.
"Ini green tea sama cappucino, kamu antar ke meja nomor 32 ya, Sa!" Ujar Caila, pelayan yang bertugas membuat menu minuman.
Khansa mengangguk, lalu ia membawa dua gelas tersebut dengan mapan dan menghampiri meja yang Caila sebut. Hampir 5 langkah lagi Khansa sampai, ia langsung menghentikan langkahnya kala melihat perempuan dan laki-laki yang sedang berbincang hangat berdua.
Khansa meneguk salivanya, ia kemudian membalik menghampiri Caila membuat sang empu menatapnya bingung, "Lho, kok kamu balik lagi Sa? Itu minuman belum kamu antar,"
"E-hm, Cai gimana kalau kamu aja yang antar pesanan ini? A--aku kebelet buang hajat nihh," Khansa berbohong, ia mengucapkannya dengan ragu membuat Caila menatapnya dengan tajam.
"Kamu nggak usah alasan deh aku masih punya banyak kerjaan ini, kamu kenapa memangnya? Yang pesan minuman ini orang jahat ya?"
Khansa menggeleng ragu, "Kamu ada masker nggak?" Caila mengangguk, ia mengambil masker di tas miliknya, "Ini,"
Khansa menerima masker pemberian Caila, dengan cepat Khansa pun memakai masker tersebut untuk menutupi hidung hingga mulutnya, "Terima kasih ya Cai," Kemudian Khansa langsung bergegas pergi menghampiri sang pembeli.
Khansa menunduk, jantungnya sangat berdetak tak karuan, "Permisi, ini pesanannya mas, mba." Khansa menyimpan minuman pada meja pembeli tersebut.
"Terima kasih mbak, e--ehm kenapa wajahnya di tutup masker mbak? Sampai nunduk begitu?" Suara lembut perempuan di hadapannya membuat Khansa panik.
"Saya lagi flu, mbak. Kalau begitu saya pamit ya, Selamat menikmati!" Khansa membalikkan badannya, ia sedikit berlari kecil menghindari kedua pasangan tersebut.
"Cai, aku izin ke toilet sebentar ya? Mau buang hajat nih," Caila menoleh pada Khansa kemudian ia mengangguk, "Iya Sa, biar yang ngantar pesanan di ganti sama yang lain aja."
"Terima kasih, Cai." Khansa bergegas pergi menuju toilet.
Brak
Nafasnya memburu, Khansa mulai membuka maskernya yang membuat dirinya pengap, "Tadi itu-- beneran Gibran sama Naomi berduaan di cafe?" Tanya Khansa pada dirinya sendiri.
"Kamu tunggu di luar ya Gib,"
"Iya Naomi sayang, aku tunggu di luar. Kamu masuk aja keburu ngompol tuh di celana,"
"Apaan sih Gib! Malah ngejek!"
"Bercanda, sana ih masuk aku gak akan kemana kok!"
"Awas aja kalau ninggalin, aku aduin sama nyokap lo!"
"Ngeri bener ngancemnya!"
"Bodo amat!"
Khansa mendekap mulutnya menggunakan kedua tangannya, ia tadi tak salah dengar kan? Itu adalah suara Naomi dan Gibran.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHANSA'S DESTINY [END]
SpiritualSequel off Love Till Jannah Di follow dulu sebelum baca. Judul sebelumnya: Istiqamah With Husband Bebas, mau baca LTJ dulu gapapa, mau langsung baca ini juga gapapa, mangga🥰 Pastikan sebelum baca sudah follow terlebih dahulu, jangan lupa ramaikan! ...