[36] KHANSA'S DESTINY

2.2K 294 255
                                    

Menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong, sepi dan jauh dari jangkauan orang-orang. Khanza terduduk di kursi taman, tangannya mengepal sangat erat mengingat betapa banyaknya luka yang Khansa rasakan.

"Argh!"

"Ya Allah," Lirih Khanza sangat pelan, "Maafkan abang Sa, abang belum bisa membahagiakan kamu. Malah kamu mendapatkan luka jika ikut tinggal dengan abang," Lirih Khanza, perlahan kepalanya menunduk menatap tanah dan kerikil.

Tes

Air mata lolos begitu saja membasahi pipi Khanza, "Maafin Khanza umma, abba. Khanza belum bisa menjaga Khansa dengan baik, dia terluka kembali,"

"Bang Khanza!" Suara nyaring itu sontak membuat Khanza mendongak, buru-buru Khanza menghapus air matanya dengan cepat, "Wa'alaikum salam," Jawab Khanza.

Aurora cengengesan, "Hehe, maaf lupa bang. Assalamu'alaikum bang Khanza,"

"Wa'alaikum salam Ra, ada apa?"

"Nggak ada apa-apa sih, Rora daritadi nyariin abang nggak ada," Ujar Aurora, ia duduk di samping Khanza.

"Bang Khanza ngapain di sini?"

"Nyari angin,"

Aurora memincingkan matanya menatap Khanza, "Abang habis nangis ya?" Tanyanya penuh selidiki.

Khanza tersentak kaget, "N--nggak, siapa juga yang nangis?" Ujar Khanza seraya menaikkan alisnya sebelah.

"Tapi matanya keliatan kayak habisa nangis lho, bang."

"Nggak, Aurora. Abang nggak nangis ya," Kesal Khanza membuat Aurora terkekeh geli, "Oh ya, besok antar ibu ke rumah sakit ya bang. Soalnya tadi mobil yang biasa ibu pakek bocor lagi ada di bengkel,"

"Bocor?" Aurora mengangguk, "Iya, terus ibu nyuruh aku buat bilang sama bang Khanza kalau besok antar ibu ke rumah sakit," Khanza mengangguk sebagai jawaban, Rayna memang seorang dokter di rumah sakit Wijaya Cirebon.

"Oh ya, ngomong-ngomong tentang kak Khansa, dia udah di asrama bang?"

"Udah,"

"Bagus deh, kesel Rora lihatnya udah numpang malah nggak tahu diri makek nyuri lagi,"

Sontak Khanza langsung menatap Aurora dengan datar, "Belum tentu kan Khansa mencuri? Lagian bukti juga belum sepenuhnya benar,"

"Bang udah deh, jelas-jelas kak Khansa nyuri kok di bela? Jangan mentang-mentang dia adik abang, malah abang bela kesalahan dia," Kesal Aurora.

Khanza bangkit, "Abang duluan ada urusan, assalamu'alaikum." Ucapnya lalu langsung melenggang pergi meninggalkan Aurora seorang diri.

Melihat itu Aurora berdecak kesal, "Khansa-Khansa terus! Nggak sia-sia tadi aku nyuri perhiasan," Gumamnya mengerinyai.

Sesuai rencana yang telah dirinya susun, Aurora mengedarkan pandangannya pada semua penjuru ndalem. Aman, ini waktu yang sangat tepat untuk beraksi, walaupun seorang diri.

Aurora berjinjit menuju kamar dengan pintu yang bercat putih itu,

Cklek

Pintu terbuka, perlahan Aurora masuk ke dalam kamar utama milik nenek Dyah dan kakek Usman. Tidak lupa setelah ia berhasil masuk, Aurora kembali menutup pintunya.

Aurora mengedarkan pandangannya pada kamar dengan bernuansa hijau muda, matanya tertuju pada lemari paling ujung.

Ia membuka lemari tersebut, matanya berbinar kala melihat sebuah perhiasan emas milik nenek Dyah. Tidak mau menunggu lama, Aurora langsung mengambilnya lalu kembali menutup lemarinya rapat-rapat.

KHANSA'S DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang