XVIII. Reflection

295 58 23
                                    

7 Januari 2023

Hari pesta lamaran Taufan dan Thorn. Kulihat Thorn terlihat sangat cantik dengan gaun hijau dengan bordiran bunga bunga pink yang kami beli beberapa minggu yang lalu. Acara itu berjalan dengan sangat lancar, aku sangat bersyukur melihat Taufan dan Thorn tampak bahagia.

Mungkin yang sedikit tidak mengenakkan bagiku adalah perkataan bibi bibi itu. Aku tak sengaja menguping pembicaraan mereka.

Seharusnya aku tidak mempedulikannya, tapi itu tetap menyakiti hatiku.

Selama acara, hal yang kupikirkan adalah apakah Halilintar juga berpikir hal yang sama tentangku?

✧.*

Dua bulan kemudian setelah Halilintar yang  gagal confess, ia belum juga menyatakan perasaannya kepada Solar. Pria itu kian menunda kesempatannya, dan masih merancang kata kata.

Halilintar kini sedang berada didapur, mengambil kukis yang ia beli kemarin bersama Solar. Pria itu mengenakan stelan formal. Hendak menghadiri acara lamaran adik sepupunya disebuah restoran. Paling nyewa ruangan khusus yang cukup besar. Berbeda dengan dirinya dulu yang hanya cukup semeja untuk enam orang—meski sama sama nyewa ruangan juga.

Tante dan om-nya itu sangat memberikan efford yang besar untuk putri satu satu mereka.

Halilintar duduk disofa ruang tengah, dengan setoples kukis ditangan kirinya dan sebuah kukis ditangan kanannya. Mengunyah kukis itu hingga kandas. Pria itu sudah mengenakan stelan jas hitamnya dan dasi merah, Rambut sudah disisir rapi, Dan banya tinggal memakai sepatu. Dan dia sedang menunggu sang istri yang masih berdandan.

'Tapi ini sudah lama sekali!'

Tiga puluh menit telah berlalu. Halilintar paham jika wanita memang lama berdandan. Makanya ia masih setia menunggu. Tapi karena khawatir ia pun meletakkan toples kukis itu dimeja. Dan menghampiri Solar yang masih berada dikamar.

"Hei, Sol apa kamu sudah si—" Perkataan Halilintar terpotong saat melihat punggung Solar yang terekspos karena belum tertutup resleting dress Solar.

Dan ia juga bisa melihat kaitan bra Solar.

"—AAA! HALI?!" Solar tentu terkejut, ia melihat refleksi Halilintar dari cermin, membuat ia reflek membalikan, menyembunyikan punggungnya. Meski si pria masih bisa melihat lewat pantulan cermin.

Dan Halilintar terus mengalihkan pandangannya dari cermin.

"Maaf—kamu menungguku lama, resletingku nyangkut.." Solar menggerai rambutnya kebelakang. Menutupi punggungnya.

Halilintar ragu ragu maju, "emm.. mau kutolong?" Tawarnya.

Solar berpikir menerima tawaran ini atau tidak. Dia sudah berusaha menaikan resleting itu sedari tadi, tapi entah kenapa resleting itu tidak mau bergerak. Membuat bahu dan lengannya menjadi pegal karena terus mengarah kebelakang.

Ia lalu mengangguk, dan membalikan tubuhnya perlahan. Menarik kembali surai brunette panjangnya kepundak, agar Halilintar tidak terganggu.

Dan lagi lagi yang Halilintar lihat adalah punggung Solar. Pria itu berjalan mendekati siwanita. Ia bisa mencium aroma manis dari lehernya seakan menarik dirinya untuk lebih dekat. Dengan hati hati Halilintar mencoba menarik resleting itu naik menutupi punggung Solar. Butuh beberapa saat baginya karena resleting itu nyangkut. Dan di beberapa saat itu, jantungnya tak bisa tenang.

𝐉𝐮𝐬𝐪𝐮' 𝐚𝐮 𝐁𝐨𝐮𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang