Halilintar membuka matanya. Entah kenapa sekujur tubuhnya terasa lelah dan berat, kepalanya juga sakit dan pusing, apa karena dia habis menangis?
Matahari tampaknya sudah naik, dilihat betapa terangnya cahaya yang masuk lewat jendela yang sudah terbuka gordennya.
'Tunggu?! Perasaan aku tidak membuka gordennya?'
Halilintar melihat kearah alarm digital yang ada di meja nakas. Jam setengah sembilan pagi. Ah! Dia kesiangan. Menoleh kesisi samping, sebagaimana yang ia duga, sisi itu kosong. Tidak ada Solar disana, dadanya terasa sakit ketika memikirkannya.
Namun pikirannya seketika buyar saat sadar bahwa sisi bagian Solar sedikit berantakan. Seakan baru saja ditiduri. Halilintar menaikan alisnya sebelah. Dia juga baru sadar jika ia tidak memakai kaos hitam semalam, melainkan sweater merah dengan lambang petir didada kanannya. Seingatnya baju ini sudah Halilintar buang karena sudah sobek.
Pria itu kemudian menoleh kearah pintu kamar, pintu itu tidak tertutup rapat, sehingga bisa dicium aroma makanan masuk. Tapi siapa?
Jantungnya berdebar dengan cepat saat mebayangkannya. Apakah mungkin—
DRAP DRAP DRAP
Meski tubuhnya terasa tidak fit, Halilintar tetap berlari menuruni tangga menuju dapur. Ingin melihat siapa yang memasak disana.
Dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat dia.
Wanita itu.. Solar. Sedang memasak makanan untuk sarapan. Tapi Halilintar masih kurang yakin karena yang ia lihat hanya surai brunette panjangnya. Posisi wanita itu sedang membelakangi nya, menghadap kekompor yang menyala.
Penglihatannya semakin buram, tubuh Halilintar memanas, keseimbangan tubuhnya mulai tergoyahkan. Pikirannya kacau, tak mungkin itu Solar. Wanita itu sudah tiada sebulan yang lalu. Tidak mungkin dia hidup kembali.
'Apa aku bermimpi?'
Halilintar ragu ragu memanggil makhluk yang menyerupai mendiang istrinya. "Solar..?"
Wanita itu perlahan menoleh. Matanya semakin membulat saat netra kelabu yang dihalangi kacamata itu menatap balik. Meski buram, Halilintar yakin seratus persen itu adalah Solar.
"Ah.. selamat pagi, Halilintar!" Sapanya dengan riang.
Halilintar termangu. Memandangi senyum itu dengan lekat. Senyum yang selalu ingin dilihatnya lagi. Pria itu tidak dapat menahan senyum bahagia, air matanya ikut jatuh bersamaan.
Ia bahagia.
Babagia bisa melihatnya lagi.. meski dalam mimpi.
Halilintar menghampirinya, "Solar.. aku—" namun tiba tiba terjatuh. Tenaganya tidak kuat untuk sampai ketempat si wanita, ia pikir disaat itu juga akan terbangun dari mimpi ini nyatanya tidak.
Solar menangkapnya, dan menyandarkan laki laki itu dipelukannya. "Hali! Ada apa? Astaga—badanmu panas sekali!" Ia tampak khawatir.
Sementara Halilintar tak bisa menahan air mata yang semakin deras, 'sepertinya mimpiku belum usai.' Halilintar membenamkan wajahnya dipundak kanan Solar, dan memeluk tubuh itu dengan sangat kuat, tak ingin ia pergi.
"Halilintar..? Ada apa? Apakah kamu habis bermimpi buruk?" Solar terus menanyakannya sembari mengelus rambut Halilintar. Belaiannya sungguh lembut, sampai sampai Halilintar rasa ibunya tak pernah melakukannya kepada pria malang itu.
Posisi mereka sedang terduduk dilantai. Solar tidak bisa menahan lama lama berat tubuh Halilintar, sehingga ia membimbing tubuh pria itu turun dengan perlahan.
"Solar.. aku—minta maaf" Halilintar mulai bergumam. Hati nya bahagia saat merasakan detak jantung Solar. Terasa sangat nyata!
"Takkan menyangka diriku, jika keinginanku melihatmu lagi didalam mimpi dikabulkan" Halilintar mengoceh.
"Apa maksudmu?"
Mata Halilintar terasa berat. Halilintar berpikir jika mimpi ini akan segera berakhir dan akan segera kembali bangun dari tidur nya. Halilintar dapat mendengar Solar kerap memanggil namanya, khawatir. Sementara Halilintar semakin memeluknya saat matanya perlahan tertutup—masih dengan air mata yang mengalir. Benar benar menikmati momen pulukan itu.
✧.*
Halilintar membuka matanya perlahan, menatap langit langit kamar tidur. Kepalanya terasa pusing dan badannya panas, 'apa aku jatuh sakit?' Meski begitu, seulas senyum kecil terukir diwajahnya karena sempat 'bertemu' dengan Solar. Setidaknya bisa mengobati rasa rindu Halilintar.
Lalu saat Halilintar melihat kearah pakaiannya, 'tunggu—?! Kenapa aku masih makai baju ini?!' Batin Halilintar.
Halilintar langsung terduduk, melihat sekeliling. Kondisi ruangan masih sama dengan yang lalu. Ia merapa wajah wajahnya, dan menampar sebelah pipinya.
PLAK
'Ah.. sakit'
'Sakit? Hah—'
'Apa ini?! Apa aku masih dimimpi? Atau diduania nyata?!'
Halilintar melihat kearah alarm digital dimeja nakasnya. Di alarm itu juga terdapat kalender didalamnya. 18 Juni 2022.
Halilintar mengucek matanya berkali. 'Tidak mungkin aku kembali ke empat tahun yang lalu. Ini aku masih didalam mimpi atau bagaimana? Apa stelan jamnya salah? Dan kenapa tamparan tadi terasa sakit?'
Disaat Halilintar ingin mengambil jam ini, untuk memeriksanya. Tiba tiba muncul figur seorang wanita masuk kedalam kamar sembari membawa nampan berisi makanan.
Rahangnya jatuh. Terkejut bukan main. Wanita yang dilihatnya adalah Solar.
S. O. L. A. R.
Yang tampak hidup dan sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐮𝐬𝐪𝐮' 𝐚𝐮 𝐁𝐨𝐮𝐭
Fiksi Penggemar|| HalilintarxFem!Sol || Marriege!AU ______ Halilintar tahu jika pernikahan ini adalah hal yang tidak diinginkan, begitupun Solar. Tapi entah kenapa, disaat salah satunya hilang, rasanya sangat menyakitkan. Genre: fluff, romance, angst ______ [[Se...