LI. The Best Version

265 35 12
                                    

"Janin dalam kandungan ibu sehat sehat saja, ibu dan bapak menjaganya dengan sangat baik!" Seorang Dokter Obgyn berujar setelah memerikasan perut besar Solar dengan mesin USG.

Halilintar dan Solar yang mendengarkannya begitu lega. Sudah berjalan lima bulan semenjak wanita itu mengandung. Dan tidak ada keluhan yang signifikan yang bisa menjadi tanda tanda kelainan selama kehamilan.

Semoga saja selama empat bulan kedepan hingga melahirkan, semuanya berjalan dengan lancar.

✧.*

"Bagaimana menurutmu?" Solar membentangkan pakaian bayi yang ia pilih dari salah satu rak yang berjejer. Piyama bayi berwarna kuning dengan gambar beruang di tengahnya.

"Bagus. Itu bagus!" Pria itu menyetujuinya sembari mengangguk. Dilengannya sudah ada beberapa pakaian yang Solar titipkan padanya. Bukan lain diantaranya pakaian rumah, pakaian jalan, piyama untuk bayi hingga untuk anak dua tahun juga mereka beli untuk stok.

Untuk pakaian bayi baru lahir, tidak terlalu banyak mereka beli karena pasti akan keburu sempit nantinya dan tidak terpakai. Bayi tumbuh dengan begitu cepat.

Memeriksa kehamilan dengan dokter, jenis kelamin bayi yang wanita itu kandung adalah laki laki. Mereka tentu saja senang, terlebih lagi Gempa karena akan mempunyai adik laki laki.

Ia jadi punya teman untuk diajak bermain bola bersamanya.

"Kenapa baju laki kaki terlihat polos sekali?! Kalian tidak kreatif!.." Solar menuding Halilintar sembari tertawa karena ia adalah seorang lelaki. Sudah beberapa rak yang mereka lalui, dan baju anak perempuan lebih menarik perhatian wanita itu daripada baju laki laki.

Gaun mengembang, dan pita pita yang lucu.

"Ya... mau bagaimana lagi..." Halilintar menghelakan nafasnya pasrah, "nanti kalau kau mau anak perempuan, kita bisa bikin lagi, kok!"

Seringaian pria itu malah membuat wanita itu malu. Terlebih lagi jika pria itu menggodanya di tempat umum seperti ini.

"Kau ini!! Malu ih-" Solar memukul pelan lengan suaminya.

"Kenapa malu? Kan tidak salah-" Halilintar malah terkekeh.

"Tapi kan kita lagi di luar! Malu kalau ada yang denger!"

"Ahahah-tenang saja, tidak ada yang mendengarnya, sayang!" Pria itu merangkul istrinya dengan senyum jahil. "Kau tahu? Bukankah akan menyenangkan jika rumah kita penuh dengan tawa anak anak?"

"Kau berpikir begitu?" Wanita itu tersenyum senang mendengarkannya.

"Tentu! Kenapa tidak?"

"Aku kira kau tipikal orang yang tidak suka anak kecil." Solar tertawa. Menilai dari wajah suaminya, orang orang akan menyangka demikian.

"Ahh-aku tidak seperti itu..." Halilintar merengut meski tidak dapat menepis prasangka itu, walau jujur saja ia sendiri juga ikut heran ternyata dia mampu menghadapi anak kecil.

Apa karena Gempa adalah anak yang patuh dan tidak banyak tingkah, sehingga Halilintar jadi tidak kesusahan ketika harus bisa penyesuaian dengan sang anak. Makanya pria itu jadi tidak keberatan untuk memiliki anak yang banyak?

'Oh ya, ngomong ngomong. Bagaimana dengan anak itu? Apa dia sudah selesai latihan sepak bolanya?'

Halilintar melihat jam yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Jam sudah menunjukan pukul setengah lima, sebentar lagi waktu untuk menjemput Gempa dari sesi latihannya di salah satu klub bola anak anak.

𝐉𝐮𝐬𝐪𝐮' 𝐚𝐮 𝐁𝐨𝐮𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang