XIX. The Family

327 60 22
                                    

..Mereka bilang jika aku kurang cocok untuk disandingkan dengan Halilintar. Aku tidak tahu jelasnya bagaimana. Tapi melihat tidak ada kedekatan diantara kami semakin membuat kabar burung itu menusuk semakin dalam.

Samar samar aku mendengar dugaan alasannya karena aku tidak memberikan Hali seorang anak, aku yang kurang cantik, aku yang terlalu sibuk, bahkan dugaan bahwa Halilintar yang memiliki kekasih lain...

✧.*

Solar dan Halilintar duduk disalah satu meja yang telah disiapkan oleh penyelenggara. Meja bundar itu memiliki empat buah kursi yang sudah diberi nama. Sehingga tidak susah lagi untuk mencari tempat duduk.

Dan selain mereka, orang yang akan duduk di dua kursi lain adalah orangtuanya Halilintar. Cuman mereka belum datang.

Ruangan khusus di sebuah restoran itu sudah penuh dengan dekorasi bunga disetiap sudut. Memasuki pintu masuk sudah ada karpet yang panjang hingga ke ujung ruangan satunya. Ditengah ujung karpet ada sebuah panggung dimana Solar rasa itu adalah tempat sang peran utama akan tampil, disana juga ada beberapa kursi khusus keluarga inti. Sementara para kerabat akan diberikan meja didepan panggung itu.

Dipisahkan oleh karpet panjang. Membedakan meja keluarga pihak laki laki dikiri, dan pihak keluarga perempuan dikanan.

Dekorasinya sangat cantik. Apalagi jendela jendela ruangan itu yang sangat besar menampakkan betapa indahnya langit biru yang mulai kemerahan.

"Bunga tulipnya cantik sekali" celetuk Solar saat melihat vas bunga yang ada dimejanya. Halilintar menoleh, bunga yang dimeja itu adalah tulip. Ia jadi ingat akan perkataan Thorn dahulunya saat ia masih remaja.

"Kak, jika aku akan menikah aku akan menggunakan bunga tulip sebagai hiasan"

"Kenapa bunga tulip? Bukannya bunga mawar?"

"Bunga mawar iya juga, tapi aku akan menambahkan bunga tulip karena maknanya sempurna—cinta abadi"

Dan beberapa tahun kemudian, itu benar benar terjadi. Ia menambahkan bunga tulip diacara lamarannya. Sebagai bentuk harapan akan cinta yang abadi.

Mereka sedang menunggu para pihak laki laki untuk datang. Dibarengi dengan keluarga pihak perempuan yang semakin lama semakin berkumpul disuatu ruangan. Halilintar hanya menatap datar tiap tiap orang yang masuk kedalam ruangan itu, dan hanya menyapa yang benar benar ia kenal.

Jika bukan karena Thorn dan Taufan, ia enggan datang menemui keluarga besarnya.

"Solar, aku mau ketoilet sebentar" Halilintar berdiri. Solar hanya mengangguk sebagai respon, terlalu terpana dengan bunga bunga yang ada disekitarnya. Membuat ia tak fokus dengan Halilintar.

"Kamu disini saja, ya. Jangan kemana mana! titah Halilintar, Solar yang awalnya tak memperhatikan ia langsung tertawa ketika mendengarnya. "Kamu pikir aku anak kecil?"

"Ya.. buat jaga jaga" ujarnga sembari berlalu.

Beberapa selang waktu, Halilintar selesai memakai bilik toilet. Dibukanya pintu dan terlihatlah seorang pria—salah satu sepupunya—yang paling malas ia temui, Ramsey.

Kening Halilintar berkerut. Ia mencoba untuk mengabaikannya, namun malah disapa oleh pria itu. "Oi, Halilintar! Sudah lama kita tak bertemu" senyum miring itu adalah senyum yang paling Halilintar benci.

𝐉𝐮𝐬𝐪𝐮' 𝐚𝐮 𝐁𝐨𝐮𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang