XLII. The Dream that Everyone Wants

273 40 3
                                    

"Gempa nanti mau masuk sekolah, tidak?"

Pertanyaan itu terlontar saja ketika Solar tengah menyisir rambut anaknya. Sebentar lagi tahun ajaran baru akan tiba. Miss Atika selaku pembimbing Gempa ketika Homeschool juga sudah memberi tahu jika anak itu sudah bisa melanjutkan langsung ke kelas dua SD di sekolah formal nantinya.

Materi yang tertinggal sudah dapat dikuasai dengan baik oleh anak itu.

Sudah pernah membicarakannya dengan Halilintar, dan kini ia akan menanyakannya pada Gempa.

"Sekolah? Yang pergi pakai seragam itu?..." Gempa melirik sedikit kearah sang ibu. Tetap berusaha tenang diposisinya karena rambutnya tengah dirapikan.

Bocah itu jadi teringat akan segerombolan anak anak seusianya yang mengerumuni gerbang sekolah dasar setiap kali ia melewatinya. Saat itu Gempa sedang bersama orang tua angkatnya sedang pergi jalan jalan.

Solar mengangguk, "iya, sayang. Nanti papa atau mama akan mengantarkan Gempa pergi belajar di sekolah di pagi hari. Lalu akan menjemput Gempa saat jam pulang" ia lanjut menjelaskan.

Anak itu terdiam sejenak, sedang berpikir.

"Bagaimana? Nanti Gempa akan ketemu guru-guru yang baik sekali, dan teman-teman yang banyak! Akan banyak kegiatan yang menarik nantinya, lho!"

"Tapi nanti Gempa ga sama mama..." Gempa menggeleng. Tak ingin pisah terlalu lama dengan wanita itu.

"Tenang saja, nak... sekiranya jam satu nanti. Mama akan menjemputmu pulang-atau kadang papa atau oma yang akan menjemputmu! Dan kita bisa bersama lagi setelahnya" Solar terus membujuk anak itu agar tertarik.

"Hmm... apa Gempa akan punya banyak teman disana?.."

Sang wanita tersenyum dibuatnya. Tampaknya putranya sedikit kesepian karena tak punya teman main yang begitu banyak.

Mengharapkan Geo yang tak sering mampir kemari. Lalu bermain di taman bermain dengan beberapa anak anak. Itupun hanya Sabtu atau Minggu karena anak anak itu juga sibuk sekolah.

"Tentu saja, sayang! Jika kita bersikap baik, orang orang pasti akan senang berteman dengan kita" Solar kemudian memeluk gemas anaknya yang baru sudah selesai rambutnya ia sisir.

"Anak mama ganteng sekali!" Wanita itu kemudian mencium pelipis Gempa sekilas. Melepaskannya dari rangkuhan untuk memberikan anak itu ruang gerak.

"Gempa mau sekolah deh, ma!" Akhirnya anak itu setuju untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah formal.

"Benarkah? Baguslah kalau begitu! Nanti mama akan carikan sekolah yang terbaik untuk Gempa!" Solar berseru senang. Wanita itu tak sabar untuk berbelanja keperluan anaknya itu. Tampaknya akan sangat menyenangkan.

Masih dengan angan anggannya, tiba tiba ia merasakan sebuah jari dua kali mengetuk bahunya pelan.

"Solar... aku mau juga disisirin..."

Setidaknya itulah yang wanita itu lihat ketika memutar balikan tubuhnya. Raut wajah suaminya yang berlagak manja tanpa sadar membuat Solar terkekeh. Tak biasanya prianya bertingkah seperti ini.

"Kemarilah!.." Solar mengarahkan Halilintar untuk duduk di kursi meja riasnya. "Gempa tunggu di ruang tengah aja, nanti mama sama papa nyusul, oke?"

"Oke!" Gempa kemudian turun dari tepian kasur. Menunggu orang tuanya bersiap sembari menonton TV tampaknya tak buruk.

"Rambutnya mau disisir seperti apa, pak?.." Wanita itu tak dapat menahan gelaknya saat berakting bagaikan seorang penata rambut.

𝐉𝐮𝐬𝐪𝐮' 𝐚𝐮 𝐁𝐨𝐮𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang