˚₊· ͟͟͞͞➳ 𝙴𝚒𝚐𝚑𝚝

2.8K 412 151
                                    

..⃗.  [ 𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐 ] 𑁍ࠜೄ ・゚ˊˎ

Terduduk lemah di atas lantai, buliran bening berjatuhan dari pelupuk mata yang tak tahan lagi membendungnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terduduk lemah di atas lantai, buliran bening berjatuhan dari pelupuk mata yang tak tahan lagi membendungnya.

Satu tangannya memegang majalah voli yang berisikan informasi-informasi mengenai permainan voli.

Ia frustasi. Seluruh kemampuannya hancur begitu saja ketika rekannya, Karla telah pergi meninggalkannya. Sudah empat hari kepergian gadis blasteran itu dan sudah empat hari pula (Name), gadis bungsu Itoshi terdiam di dalam keterpurukannya.

Tiada hari tanpa mengingat adegan ia bersama Karla yang selalu bersama-sama ketika bermain voli. Di dalam benaknya, sudah di penuhi oleh banyak rangakaian adegan Karla bersamanya.

"(Name), keluar dari kamar." Dari balik pintu, suara Rin terdengar menembus pintu kayu tersebut.

(Name) tak menyahut tak juga membukakan pintu untuk melihat sang kakak. Namun ia masih terduduk dengan air matanya yang mengalir.

Saat itu terdengar juga suara helaan nafas Rin. "Lo terlalu bergantung sama orang."

"Lo punya performa bagus di voli, tapi semua itu terjadi kalau lo main sama Karla. Dan sekarang Karla udah pergi dan lo sendiri."

"Gak ada lagi yang bisa jadi partner lo. Selain karena pendidikan, mungkin lo juga terlalu lemah buat jadi partner dia."

"Karla punya cahaya dia sendiri buat main di lapangan. Sedangkan lo, Lo cuman main sebagai bayangannya."

Kata-kata menusuk yang keluar dari mulut sang kakak membuat hatinya semakin sesak. Tenggorokannya sakit lantaran menahan suaranya agar tak terdengar oleh sang kakak.

"Kalau lo emang masih bergantung sama seseorang buat main voli, mending lo keluar aja dari dunia voli."

"Percuma semua bakat lo."

Dan setelah itu, tak terdengar lagi suara berat khas kakaknya itu. Menyisakan suara isak tangis yang pilu. Dadanya semakin sesak dan sakit, bahkan untuk sekedar bernafas pun sakit.

Tubuhnya semakin bergetar ketika tangisnya semakin menjadi. Air mata penuh rasa sakit dan emosi itu mengalir deras dari pelupuk matanya. Meninggalkan jejak di pipinya yang terdapat sebuah bekas luka tamparan.

"Sakit bang."

"Sakit..." Ia terus berucap demikian sembari meremas dadanya.

"Sakit bang, udah berjuang habis-habisan tapi akhirnya malah gak di hargain."

"Capek bang, udah di hajar habis-habisan sama dunia malah di tendang lagi sama takdir dan kenyataan."

𝐄𝐜𝐜𝐞𝐝𝐞𝐧𝐭𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐭 : 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang