˚₊· ͟͟͞͞➳ 𝚃𝚠𝚎𝚗𝚝𝚢 𝙵𝚘𝚞𝚛

2.9K 278 8
                                    

..⃗. [ 𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐 ] 𑁍ࠜೄ ・゚ˊˎ

Derai air mata tak mampu tertahan lagi di pelupuk dikala dua netra indah berwarna hijau laut itu menatap sosok gadis yang telah lama ia nantikan.

Kakinya tanpa perintah langsung berlari dan menerjang tubuh mungil yang telah lama terbaring itu. Memeluknya erat, dan menumpahkan rasa bahagianya dikala melihatnya kembali terbangun dengan senyuman manis yang lenyap dalam kurun waktu yang begitu lama.

"(Name)..."

Air mata perlahan mulai berjatuhan dari pelupuk matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air mata perlahan mulai berjatuhan dari pelupuk matanya. Membiarkannya jatuh sebagai penggambaran dari rasa bahagianya yang sangat-sangat bahagia.

"(Name)..." Lagi, suara yang bergetar itu mengambil namanya.

Sang gadis yang berada dalam rengkuhan sama-sama membawa kedua tangannya untuk memeluk laki-laki yang tak lain ialah kakaknya itu. Walaupun ia begitu ragu untuk memeluknya, tapi pada akhirnya ia melakukan apa yang diinginkan hati kecilnya itu.

Ia nyatakan dirinya begitu tak kenal dengan kondisi ini. Bahkan pikirannya bertanya apa yang telah terjadi selama ini? Yang sampai-sampai, dua wajah kakaknya yang begitu membencinya berada di depannya bahkan memeluknya.

Tak mungkin jika suatu hal membuat mereka berdua berubah menjadi seperti ini.

"Iyaa, gue disini, bang..." ucap (Name) dengan suara seraknya.

Laki-laki bersurai merah kecoklatan itu, Sae, semakin tak bisa mengendalikan tangisnya dikala gendang telinganya mendengar kata panggilan 'abang' menyertai.

Pelukannya semakin erat memeluk adik bungsunya itu seakan-akan ia tidak ingin membiarkannya pergi kemanapun.

"Maafin gue..." Dan terucaplah kata-kata yang telah lama ia pendam.

Hanya untuk mengucapkan kata 'maaf', Sae harus sabar menunggu hingga berbulan-bulan demi mengucapkan kata itu kepada adik perempuannya.

"Gue tau, kata 'maaf' mungkin gak pantes buat maafin gue. Gue tau-" Ucapan sang sulung Itoshi itu terpotong karena rasa sesak di dadanya. Ia rasakan sesuatu di tenggorokan menahan suaranya.

(Name) yang mendengarnya sama-sama tak mampu menahan air mata yang terbendung di pelupuk matanya. Lantas, air mata pun jatuh sebagai perwakilan dari perasaan yang tak mampu diungkapkan.

(Name) benar tak menyangka bila hari ini akan tiba. Hari dimana ia mendapatkan pengakuan bahkan ia mendapatkan sebuah pelukan hangat dari anggota keluarganya.

"Maafin gue, (Name)..." Sae berucap dengan suara yang begitu serak dan pelan.

Gadis bersurai hitam itu meringis mendengarnya dan semakin erat memeluk sang kakak. Air mata kian deras berjatuhan dikala dari belakang rasa hangat tiba-tiba datang.

𝐄𝐜𝐜𝐞𝐝𝐞𝐧𝐭𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐭 : 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang