˚₊· ͟͟͞͞➳ 𝚃𝚠𝚎𝚗𝚝𝚢 𝚃𝚠𝚘

3.1K 442 88
                                    

Sebelum membaca, jika ada unek-unek di dalam kepala, ayo keluarin dulu disini (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡.

..⃗. [ 𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 𝚁𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐 ] 𑁍ࠜೄ ・゚ˊˎ

Suara riuh dalam suatu ruangan mampu membuat seseorang terdiam dalam posisi duduknya. Perasannya kini tengah dilanda oleh rasa ketakutan akan kehilangan.

Sebulir keringat dingin menetes dari dahinya. Jatuh di atas permukaan kulit tangan yang tengah menyatu di depan wajah.

Nafas tersengal, mengiringi suara yang keluar dari dalam mulutnya. Merapalkan doa, yang ia harapkan saat itu juga akan terkabul.

"Tuhan... Jangan sekarang..." Dengan suaranya yang bergetar tiga kata tersebut terucap.

Hingga, satu panggilan mampu membuatnya berjengit dan membuat matanya selebar-lebarnya.

"Permisi! Apa kau adalah kakak dari Pasian bersama (Name)?" Suara khas perempuan itu menyapa gendang telinganya.

"Iya, aku kakaknya," jawabnya dengan nada penuh kekhawatiran.

"Ayo! Cepat masuk! Kami membutuhkan, mu!" ucap perempuan itu melenggang pergi.

Laki-laki itu, Rin, melangkahkan kakinya memasuki ruang kamar. Ia pada awalnya tak mampu melihat keadaan seseorang di atas kasur karena banyaknya perawat dan juga beberapa alat medis.

Namun hal itu segera tergantikan dengan pemandangan seorang gadis yang tengah terbaring.

Betapa terkejutnya dirinya dikala matanya menatap iris laut hijau yang begitu tenang itu kembali terbuka dengan senyum tipis turut hadis menghiasi wajahnya.

Rin terdiam di tempat ketika melihat pemandangan tersebut. Diantara percaya dan tak percaya, saat ini ia melihat adiknya telah membuka kembali kedua matanya usai berbulan-bulan menutupnya.

Saat ini, dua iris berwarna senada saling bertemu. Bertatapan dalam waktu yang cukup lama.

Keduanya dilanda rasa tak percaya. Rin tak percaya dengan kembalinya sang adik. Sedang (Name) sendiri tak percaya jika kini sang kakak berada di hadapannya.

"Abang..." Suara serak tersebut memanggil embel-embel 'abang'.

Mendengar suaranya yang seperti memanggilnya, kakinya langsung melangkah mendekat. Lalu kedua tangannya tanpa berlama langsung terbuka dan merengkuh tubuh mungil itu.

"Iya, ini gue," jawabnya dengan suara yang bergetar.

(Name) memejamkan kedua matanya. Menikmati rasa hangat yang tersalurkan ke dalam tubuhnya melalui sebuah pelukan.

Kedua tangannya begitu erat melingkar di tubuh sang kakak. Sembari menahan rasa sesak yang teramat di dadanya, air matanya turun dari pelupuk dan jatuh mengenai bahu sang kakak yang berbalut setelan baju berwarna hitam.

Sedang Rin pun tanpa disadari menitikkan air matanya.

"S-sakit..." ucap (Name) terbata dengan suara lemahnya.

Tanpa perintah Rin semakin mengeratkan pelukannya. Tangannya mengelus punggung mungil sang gadis.

"Tahan (Name), lo bisa, (Name)," balas Rin dengan suara yang terdengar begitu bergetar.

𝐄𝐜𝐜𝐞𝐝𝐞𝐧𝐭𝐞𝐬𝐢𝐚𝐬𝐭 : 𝐈𝐭𝐨𝐬𝐡𝐢 𝐁𝐫𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫𝐬 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang