Sekali tekan saklar, lampu di ruangan pun menyala. Menampakkan segala yang ada di dalamnya. Gitar yang tersampir di pundak, diletakkan pada gantungan yang tersedia.
Sosok periang, pantang menyerah merebut perhatian, kini dingin dan cuek. Meskipun belum ada kata terucap, dalam hati Ugi ramai dengan pertanyaan. Apakah gerangan yang membuat sifat cerianya redup, seperti bukan Ijong yang ia kenal.
Sejak kapan Ugi peduli pada perubahan itu? Biasnya masa bodoh dengan apa pun yang dilakukannya.
Sambil menggantung gitar, Ugi curi-curi pandang. Sudah jadi hukum alam, ketika seseorang ditatap lekat, secara otomatis orang yang ditatapnya akan menyadari kalau dirinya sedang diperhatikan. Ugi kelabakan, Ijong tiba-tiba menoleh. Pura-pura sibuk sendiri menjadi jalan ninjanya, mengambil sisir di tas, merapikan rambut yang sedikit berantakan.
Selangkah demi selangkah, Ijong mengikis jarak mendekat padanya, dengan ekspresi sama, dingin tanpa senyum. Tertegun tanpa kata, menatap Ugi yang juga membeku.
"Bisa kamu jelasin, siapa lelaki di Mall tadi, yang bisa bikin kamu sumeringah?"
Hmm, jadi, karena ini Ijong mendadak aneh. Ugi mulai bisa meraba situasi.
".... Belum pernah aku liat kamu senyum secerah itu, selain pada dia."
"Yang tadi itu A Jemy."
"Siapa? Mantan?"
Meski kesal, Ugi mencoba untuk tetap tenang menghadapinya. "A Jemy kakak kelasku waktu SMA di Bandung. Jujur, dulu aku dan Iwen pernah naksir cowok yang sama, ya dia itu orangnya. A Jemy ganteng banget, tapi sayangnya udah punya pacar."
"Terus, kalau dia ganteng, jomblo, kamu mau apa? Mau jadi pacarnya?"
Ugi mulai risi dicecar pertanyaan, seolah tersangka yang sedang diinterogasi. "Apa aku harus jawab? Emang penting? Kamu teh siapa, selalu ingin tau urusan pribadiku?"
Tangan Ijong menyelinap di belakang leher gadis itu, dan tangan satunya mengunci pinggangnya.
Ah, sial.
Terperangkap lagi.
Ugi gak bisa lagi menghindar, bergerak pun sulit. Punggungnya sudah mentok dinding.
"Kenapa kamu gak sadar juga, aku suka sama kamu. Dengan entengnya kamu muji cowok lain di depan cowok yang jelas-jelas suka sama kamu."
Ijong menjegalnya di kedua sisi.
Ugi hanya diam, sementara degup jantungnya semakin berdentum. "Aku ga suka dipaksa kayak gini. Minggir ga!" Bukannya minggir, Ijong mengunci pergelangan tangannya.
Ugi terus berontak. Namun, sekeras apa pun berusaha, percuma, kekuatannya tak sebanding dengan pria yang kini sedang menatapnya tajam.
"Kalau cinta dihatimu ga pernah ada untukku. Sekarang, aku cuma pengen dengar kamu bilang, kamu ga cinta sama aku. Itu aja. Aku akan sadar diri, kalo kamu bisa ngucapin dengan tegas kalimat itu, dengan mata fokus ke aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
U&I (TAMAT)
FanfictionUgi dan Iwen anak panti asuhan dari Bandung, nekat merantau ke Ibukota untuk mengejar mimpi menjadi penyanyi. Mereka dipertemukan dengan Choky dan Ijong, mahasiswa yang kebetulan memiliki hobi yang sama di bidang musik. Mereka lalu membentuk sebuah...