U&I-Chapter 25

134 27 11
                                    

Apakah keputusan yang kuambil kali ini sudah tepat? Tinggal seatap dengan pria yang hanya berstatus sebagai 'pacar' sangat berlawanan dengan hati nurani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apakah keputusan yang kuambil kali ini sudah tepat? Tinggal seatap dengan pria yang hanya berstatus sebagai 'pacar' sangat berlawanan dengan hati nurani.

Tapi, ga ada pilihan lain. Uang ga ada. Siapa lagi yang bisa kuandalkan?

Teh Iren baru rujuk dengan suaminya. Kembali meminta bantuan padanya bukan solusi yang baik. Takutnya jadi mendatangkan masalah baru yang akan membuat hubungan mereka kembali memburuk. Apalagi sekarang Teh Iren sedang hamil muda, tidak boleh terlalu dibebankan pikiran.

Ya sudah, aku terima tawaran Ijong untuk tinggal bersama. Meskipun, godaan ke depannya akan sangat berat. Yang penting, bisa pandai-pandai jaga diri.

"Di sini cuma ada dua kamar, kan?" Mata monolidnya mengedar ke seisi ruangan. Walau sebenarnya ini bukan pertama kali main ke sana.

Ijong mengangguk dengan senyum yang masih mengembang. Senang bukan main karena gadisnya bersedia tinggal seatap. 

"Terus?"

"Aku ... tidurnya di mana?" tanya Ugi malu-malu.

Ijong menghampirinya, duduk di sofa beludru warna beige yang senada dengan cat dinding.

"Di kamarku," ucap Ijong enteng. Pupilnya melebar, pandangannya tertuju pada bibir sang gadis yang masih mematung, kaget dengan situasi yang semakin memojokannya.

Sebuah dorongan di dada, membuat Ijong menjauh dari bibir merah yang beberapa senti lagi hampir dilahapnya.

"Jangan gila!" sergah Ugi. Merasa perlu mempertameng diri, di saat sang pacar semakin berani melancarkan 'serangan'.

"Bercanda, Sayang. Ini kebiasaan buruk kamu, ga bisa dibercandain. Tapi, kalo lagi cemberut gini makin cantik," godanya seraya mencubit pipi chubby-nya. "Angkat tanganmu!"

Tanpa protes, Ugi mengangkat kedua tangannya yang semula diletakkan di atas paha. Ijong menjatuhkan diri, merebahkan kepala di paha sang pacar.

"Kamu boleh pakae kamarku, aku tidur di sofa juga gapapa."

"Masa gitu? Aku yang numpang, masa kamu yang tidur di sofa?"

"Iwen kalo pulang dari rumah sakit juga pasti tinggal di sini. Jadi kita tinggal berempat sama Choky. Kamu bisa pakai kamar itu sama Iwen."

Ijong menarik pundak Ugi, tanpa ada perlawanan, rebah di sampingnya. Pandangan keduanya beradu dalam jarak beberapa senti saja.

"Masa depanku sudah dipersiapkan orangtuaku. Tapi, untungnya, masalah jodoh, mereka membebaskanku mencari sesuai yang aku mau." Ijong belai lembut pipi gadisnya.

"Kamu mungkin bukan yang pertama, tapi bisa kupastikan kamu yang terakhir. Ayo kita nikah, Gi."

"Ckk, ngajak nikah udah kayak minum obat, tiga kali sehari. Kesakralannya jadi ilang."

U&I (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang