Iwen sudah ada di tahap pasrah. Apa pun yang akan terjadi, terjadilah. Meski dalam lubuk hatinya yang terdalam masih berharap keajaiban datang, membuyarkan semuanya.
Entah doa dari siapa yang terkabul, sepersekian detik sebelum terjadi, keajaiban yang dinanti pun datang.
Ding dong.
Ding dong.
Suara bel membuyarkan momen yang sudah susah payah dibangun Rayi demi bisa mencicip manisnya madu dari bibir ranum gadisnya.
Sepasang netra yang terpejam itu kembali terbuka, di hadapannya terpampang wajah dongkol sang pacar.
Kegundahan yang menekan dada, terasa plong, bagai dihadapkan dengan samudra luas disertai terpaan angin sejuk.
Rayi beranjak membuka pintu. Sesosok gadis belia masih mengenakan rok biru tua selutut---seragam SMP---atasanya dilapisi cardigan rajut merah muda, duduk di kursi membuka tali sepatunya. Rayi lupa kalau adik semata wayangnya, Niken, belum pulang. Biasalah, ABG kalo pulang sekolah ga langsung pulang ke rumah, nongkrong dulu bareng teman-temannya.
"Kenapa sih Bang, mukanya bete banget? " tanya Niken menatap aneh wajah abangnya yang berdiri di ambang pintu.
"Lo mau ga, gue traktir mie ayam Mas Jono, tapi lo beli sendiri." Sepertinya Rayi bersiasat supaya sang adik yang datang tak tepat waktu itu menyingkir sementara.
"Males, jauh di komplek sebelah. Kalo mau ngasih, mending mentahnya aja." Niken menengadahkan tangan cengengesan.
"Ck, kalo urusan duit aja, cepet, dasar bocah mata duitan!"
"Jaman sekarang, ga mata duitan ga idup, Bang."
Rayi mengeluarkan dompetnya di saku belakang celana.
"Kok ijo sih Bang? Biru kek, atau merah gitu," protes Niken.
"Gue ga mau tau, lo nongkrong, sana, di warung sebelah. Jangan balik sebelum satu jam."
Dengan muka dongkol, Niken ambil uang kertas itu dari tangan Rayi. "Ckk. Noban bakal apaan?"
"Segitu udah banyak. Coba lu beliin garem, sebulan juga ga bakalan abis."
Niken nempelin uang dua puluh rebu itu di jidatnya. "Astaga, apa dosa gue di kehidupan sebelumnya? Kenapa mesti punya abang kayak gini," gerutunya, males liat muka abangnya.
Tiba-tiba langkahnya terhenti, ketika menyadari ada sepatu sneakers putih dengan ukuran sekitar 37-38 nangkring di rak sepatu teras depan. Ga mungkin punya abangnya, kan?
Rayi melotot ketika Niken balik lagi. "Ada apa lagi? Udah, pergi!"
"Niken kebelet pipis, Bang."
Niken sepertinya ingin membuktikan apa dugaannya benar kalo ada tamu di dalam, terlebih cewek. Orang tuanya yang cukup religius pasti tak akan menginginkan anak-anaknya melakukan hal yang kelewat batas, apalagi di rumah. Oleh sebab itu Niken memaksa masuk dengan berbagai alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
U&I (TAMAT)
FanfictionUgi dan Iwen anak panti asuhan dari Bandung, nekat merantau ke Ibukota untuk mengejar mimpi menjadi penyanyi. Mereka dipertemukan dengan Choky dan Ijong, mahasiswa yang kebetulan memiliki hobi yang sama di bidang musik. Mereka lalu membentuk sebuah...