"Risu? Kamu kenapa? Kok dipanggil gak nyahut, sih?" tanya suara cempreng sembari menepuk bahunya, menyadarkan Risu dari halusinasinya. "Kamu gapapa? Kamu lagi tuli?" tanyanya polos sekali lagi, tanya seorang gadis yang dikenalnya, tanya Mia kepadanya.
Mia...? Mia? Perempuan ini Mia? Yang waktu itu disebut papa? panik Risu berkeringat dingin.
Perempuan yang dibandingin mama? Perempuan yang kata papa bakal jauhin Risu? Perempuan yang papa mama lebih cinta? Ini orangnya!?
Gak! Gak! Risu gak suka Mia! Risu gak mau main sama Mia lagi! Kita bukan sahabat! GAK!
Risu benci Mia! Risu benci Mia! Risu benci Mia!
Papa lebih suka Mia dibanding Risu!
Mama lebih suka Mia dibanding Risu!
Padahal Risu ...
"Risu mau main gak? Ayo!" ajak Mia sekali lagi karena merasa ucapanya tidak dihiraukan.
Hah!? Mia ... ajak Risu main? Mia gak benci sama Risu? Padahal kemarin Papa bilang Risu anak gak berguna. Mia masih mau temenan sama Risu? heran Risu pada dirinya sendiri.
Kebingungan terhadap semua pikiran yang ada di kepalanya, sakit dan pusing sekali rasanya. Tidak bisa berkonsentrasi dan bergerak secara normal, Risu ikut saja berjalan dengan sahabatnya dengan sempoyongan, dengan tenaga yang tersisa, untuk pergi ke kolam pasir di taman kompleknya.
Mia asik bermain pasir, menunggu Kakanda Mahesa yang belum pulang katanya.
Mia tidak pernah menyebutkan tentang papa Risu.
Mia tidak menyebutkan tentang keluarga Risu.
Mia hanya berfokus pada dunianya, sampai lagi-lagi harus membangunkan Risu yang melamun saja sejak tadi. "Risu! Kamu kenapa, sih? Dari kemaren bajunya jelek, rambutnya berantakan. Kamu jarang mandi?" tanya Mia masih asik membangun istana pasir.
Bingung, Risu hanya menatap Mia kosong.
Bingung apakah harus menjawab dan bersuara, dan melanggar perintah orang tuanya?
Bingung, bagaimana menjawab pertanyaan sahabatnya tersebut–jika Risu memilih untuk tetap berbicara dan menjawabnya.
Tapi ... Mia beda sama papa mama, beda sama guru kelas di sekolah. Mia gak marah-marah, Mia juga beda sama yang papa bilang. Risu nyesel ... tadi sempet marah ke Mia. Mia kan sahabat Risu. Mia sahabat risu, kan?
Mia sahabat risu, kan?
Sempat dikacaukan oleh pikiran yang tidak bertanggung jawab, Risu akhirnya berusaha membuka diri pada sahabatnya. Setelah beberapa waktu terakhir Risu berusaha untuk diam dan menutup mulut agar bisa dicintai oleh kedua orang tuanya, pada akhirnya Risu hanyalah anak gadis ingusan yang tidak mengerti kenapa dirinya tidak memiliki kakak.
DIA HANYA CECUNGUK YANG TIDAK TAHU APA-APA!
Air matanya menetes meluncur jatuh bebas, napasnya sangat cepat, ucapannya terbata-bata begitu Risu berusaha untuk menceritakan kisahnya. "Risu... ketakutan. Di rumah, di sekolah, Risu takut. Semuanya marah-marah. Risu gak ngerti. Risu udah berusaha baik, tapi mereka masih marah-marah," ucapnya lancar, tidak lagi tersangkut di tenggorokan.
"Hah? Risu kenapa nangis? Takut? Ih Risu aneh! Risu kan sudah besar? Kok masih nangis?" kritik Mia. "Lagipula, Kakanda Mahesa bilang kita gak perlu takut. Ngapain takut? Kan hantu sebenarnya gak ada. Yaudahlah! Ngapain mikirin itu, sih? Mending main aja! Kalau sudah besar kita harus mandiri, kan? Main sendiri! Hihihi," lanjutnya terus mengeruk pasir, berusaha menyelesaikan istana megahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HoloRoot - Hololive FanFiction
Fanfiction⚠️ Rate 18+ ⚠️ Mengandung konten dewasa UNOFFICIAL HOLOLIVE FAN FICTION Bagaimana jika para member hololive memiliki kehidupan alternatif, kehidupan diluar menjadi idola, kehidupan yang tidak pernah terjadi sama sekali? NIKMATI !!!! - Kehidupan alte...