Mia enak, ya. Punya kakak kayak Kakanda Mahesa yang baik.
Kalau Risu punya kakak di sini, pasti enak bisa main berdua sambil nunggu papa mama baikkan lagi, bisiknya berharap sambil terus menutup telinga, menutup diri dari kehidupan yang terjadi di luar kendalinya.
Tok tok! Terdengar suara pintu dari belakangnya.
Ada pengunjung? Siapa gerangan yang mengetuk pintu dan ingin bertemu Risu?
Tapi ... sepertinya ini bukan pertanda baik?
Apakah papanya? Apakah mamanya? Apakah mereka masih ingin membentak Risu?
Maaf! Maaf! Maaf ... maaf. Maafin Risu! Risu gak nakal lagi! Risu bakal jadi anak baik, rintihnya dalam hati, sambil bersujud menghadap pintu, menghadap seseorang di luar sana yang akan datang kepadanya.
"Ma-af. Maaf. Maafin Risu," lirih Risu terus meminta maaf dengan pelan, dengan segenap tenaganya. Karena Risu pun paham, permintaan maaf ini tidak ada artinya lagi bagi papa mamanya. Pada akhirnya, papa mamanya tidak akan pernah peduli, akan terus kembali berteriak, membentak, menunjuk dan memojokkan Risu.
Tapi, hanya inilah satu-satunya usaha perlindungan diri yang bisa Risu lakukan.
Jika tidak melakukan ini, apalagi yang bisa Risu lakukan?
Tunggu ... sesuatu yang aneh tengah terjadi, yang tidak diharapkan Risu sama sekali.
Satu detik berlalu, dua detik berlalu, lima detik berlalu, namun belum ada tanda-tanda apapun bahwa sesuatu akan terjadi. Mungkin karena Risu yang bersujud tidak bisa melihat dengan betul, mungkin karena hati dan pikirannya penuh dengan permohonan maaf, mungkin karena seluruh inderanya sengaja Risu matikan saking takutnya, mungkin juga karena konsentrasi yang buyar karena detak jantungnya seperti akan meledak dalam waktu dekat.
Tunggu. Pintunya sudah dibuka belum, sih? pikirnya bingung.
Risu ... tidak begitu tahu apa yang terjadi di depannya.
Sampai pada akhirnya Risu berusaha mengangkat wajahnya perlahan dari lantai, berusaha dengan sekuat tenaga melawan rasa takutnya, dengan satu mata yang ditutup dan tangan berusaha melindungi diri, disitulah kejadiannya terjadi.
Terlihat dengan jelas sebuah siluet telapak tangan yang mengarah kepadanya.
Seperti telapak tangan orang dewasa, telapak tangan yang jauh lebih besar dari ukurannya.
Mengarah kepada kepalanya, siap untuk melakukan tamparan lainnya?
"Risu? Kamu gapapa?" tanya suara perempuan yang mungkin umurnya sekitar 20 tahun dan mulai membelai kepala Risu. Tunggu! Suara siapa ini? Bukan mamanya, tentu juga bukan papanya. Bukan Mia sahabatnya(?), bukan juga wali kelasnya.
Apa mungkin Kakanda Mahesa? Tapi Kakanda Mahesa itu laki-laki!
Oh. Betul!
Suara ini seperti suara yang dimiliki oleh seseorang yang seumuran dengan Kakanda Mahesa!
"Tenang. Semuanya baik-baik saja, kok. Kakak ada disini," lanjut perempuan tersebut masih membelai kepala Risu, masih memberikan kenyamanan kepada gadis mungil ini.
"Kamu ... kakak? Risu punya kakak?" tanya Risu bingung sambil berusaha membuka mata, sekaligus mengatur pikirannya yang masih berantakan. Namun, satu hal dapat dipastikan bahwa harapannya selama ini bahwa dirinya memiliki kakak adalah kenyataan? Papanya berbohong? "Kamu ... kakanda? Bukan. Kamu perempuan. Kamu ... ayunda?"
"Hihi! Kamu pinter banget, deh. Iya! Aku Ayunda! Kakak perempuan kamu!" jawab sang perempuan tersebut bahagia. "Kamu hari ini nangis lagi, ya. Utututut, sini sini. Sini peluk Ayunda," ajak sang perempuan–Ayunda–dengan tangan yang terbuka.
![](https://img.wattpad.com/cover/335617988-288-k404706.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HoloRoot - Hololive FanFiction
Fanfiction⚠️ Rate 18+ ⚠️ Mengandung konten dewasa UNOFFICIAL HOLOLIVE FAN FICTION Bagaimana jika para member hololive memiliki kehidupan alternatif, kehidupan diluar menjadi idola, kehidupan yang tidak pernah terjadi sama sekali? NIKMATI !!!! - Kehidupan alte...