Keesokan harinya. Walau sudah berpindah hari, hidup mereka hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Pikiran mereka hanya disibukkan dengan segala pertanyaan yang muncul dikarenakan kembalinya sang musuh terbesar mereka. Black Mamba. Walau begitu didalam lubuk hati terdalam mereka terdengar jeritan batin mereka. Namun dengan segala cara mereka singkirkan hal itu agar tidak mengganggu pekerjaan mereka.
Mereka pun kembali berkumpul di ruang santai tempat mereka bekerja. Tempat yang sama namun dengan suasana berbeda. Suasana ruangan itu dingin. Pikiran mereka dibuat berkelana akibat sang musuh yang terkenal akan kekejamannya kembali begitu saja.
"Baiklah. Aku berpikir jika kita tidak perlu meminta bantuan kota lain dulu, Karena kota masih aman dengan shield yang kita buat," pernyataan Diamond membuat seisi ruangan tidak dapat berkata-kata lagi. Lidah mereka sudah kelu akibat pernyataan teman agennya itu.
"What?! Kau pikir dengan shield lemah yang kita buat dapat membuat kota aman untuk sementara waktu? Kau pikir Black Mamba tidak akan menyerang kota ini dalam waktu dekat?" Clover merasa tidak terima dengan pernyataan temannya itu. Namun Spade segera membela Diamond dengan memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Kau benar. Tapi aku sudah meminta bantuan Jey untuk menjaga kota ini dan membuat shield yang lebih kuat lagi," perkataan Spade hanya dibalas dengan ekspresi tidak suka oleh Clover. Namun beberapa menit setelah itu Heart pun memberikan pertanyaan kembali.
"Lantas, selama beberapa hari ini kita hanya diam saja?" Tanya Heart sembari menyeruput kopi latte kesukaannya itu.
"Tidak. Kita akan pergi ke hutan Parádisa," Diamond membuat pernyataan mengejutkan kembali membuat seluruh nafas tercekat. Seluruh perhatian sekarang tertuju padanya. Spade yang merupakan sahabat Diamond dibuat bingung oleh kelakuan sahabatnya itu yang ingin pergi ke hutan Parádisa.
"Setahuku hutan itu dipenuhi oleh ilusi dan perangkap bukan? Kau yakin ingin pergi kesana? Apalagi keberandaan hutan itu amat misterius," Spade seperti protes kepada Diamond dengan cara halus. Diamond yang mendengarkan pertanyaan sahabatnya itu hanya menganggukkan kepala. Spade hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku yakin itu adalah jawaban bagi kita untuk mengetahui kelemahan Black Mamba. Kau pikir aku kesana untuk bersenang-senang?" Diamond menatap sinis kepada Spade yang hanya menatapnya dengan tatapan dipenuhi ketidakpercayaannya kepada sahabatnya itu.
"Tapi bukankah ada cara lain selain pergi ke hutan Parádisa?" Heart kembali protes kepada Diamond. Namun Diamond hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya lagi. Ia yakin jika hutan itulah yang menjadi jawaban dari segala pertanyaan yang sulit dijawab ini.
"Baiklah. Kapan kita akan berangkat?" Clover bertanya begitu pasrah. Diamond pun segera menjawabnya dengan intonasi tegas, "nanti malam. Jangan terlambat,"
Diamond pun pergi dari ruangan itu dan menutup pintu itu menggunakan kode 4 digit. Teman-teman yang ditinggalkannya hanya bisa melongo menatap pintu secara terus menerus. Mereka sama sekali tidak percaya akan semua ini. Mereka akan pergi ke hutan Parádisa? Hutan misterius dan dipenuhi ilusi dan perangkap dan dapat membuat seseorang mengalami kecelakaan.
"Dia sedang tidak bercanda kan? Jika ini bercanda, bercandanya sangat tidak lucu," Clover hanya bisa menghela nafas kasar yang sedari tadi ia tahan. Rasanya ingin memprotes tepat disamping telinga Diamond untuk menghentikan kepergian mereka ke hutan Parádisa.
"Aku tidak habis pikir dengan pemikirannya," Spade hanya bisa tersenyum miring.
"Wow wow. Kau benar-benar seperti villain, Spade." Clover pun tersenyum miring juga mengikuti Spade. Heart merasa sudah gila memiliki teman-teman seperti ini. Daripada menjadi gila ia lebih baik keluar dari ruangan itu dan pulang ke kamar asramanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AI
FantasyKisah mengenai suatu kota bernama Overheims yang dijaga oleh para agen yang amat terampil di bidang teknologi.