MAU dilihat seribu kali pun, pemandangan yang berada tepat di hadapan Hayra saat ini benar-benar tidak masuk akal.
Snack camilan satu keranjang penuh telah bertengger cantik di atas mejanya. Sementara keempat gadis yang hari Sabtu malam ia temui di kafe milik Hans kini berdiri di sekitar meja Hayra dengan pandangan bak anak kucing yang ingin segera diadopsi oleh majikan baru ke arahnya.
Lena yang kebetulan telah mengusung satu buah kursi untuk ia tempatkan di sebelah Hayra sebelum geng sok cantik itu tiba, menyenggol lengan si pemilik meja dengan menaikkan sebelah alisnya heran.
"Kesambet apa?" bisik Lena.
Hayra mengedikkan bahu. "Mana gue tahu."
"Kita tahu, kita udah keterlaluan selama ini," ucap Sevora bermanis-manis. Sangat kentara jelas dari ekspresi wajahnya kalau semua yang ia lakukan ini hanya dibuat-buat. Tapi ... untuk apa? Sampai ia bertindak sejauh ini? "Hayra mau, kan, mulai detik ini, kita fix berhenti musuhan? Meskipun nggak bisa jadi sahabat, seenggaknya, kita nggak lagi saling lempar kata-kata sarkas lagi?"
Hayra menatap keempat gadis itu hingga tidak bisa berkata-kata.
Bukannya sejak awal mereka yang memperlakukannya seperti musuh? Kenapa jadi seolah dirinyalah yang memulai segala pertikaian-perang-panas-dingin ini? Lagi pula, seantero sekolah ini pun sudah pada tahu, bagaimana tingkah Sevora dan kawan-kawannya, dan juga bagaimana Hayra sering membela korban rundungan mereka.
Hayra menghela napas tidak habis pikir.
"Habis kerasukan setan mana, sih, lo?" celetuk gadis itu sembari mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Jadi, Hayra enggak mau, nih, baikan sama kita-kita?"
Hayra mengernyit.
"Playing victim amat, sih, jadi orang," lirih Lena, yang dibalas dengan dengkusan kecil Hayra.
"Oke, nggak usah basa-basi lagi," tegas Hayra. "Mau lo apa?"
Sudah jelas hal yang dilakukannya ini pasti ada maunya. Sangat tidak mungkin sepuluh ribu persen, seorang Sevora nekat merendahkan gengsi untuk benar-benar minta maaf dengannya. Setidaknya, begitulah penilaian Hayra untuk sosok Sevora yang ia kenal saat ini.
"Gini ...," Sevora mulai melangkah mendekat ke arah Hayra. Gadis yang di atas rambutnya dihias dengan bandana super lebar berwarna merah jambu itu membuat gestur pengusiran kepada Lena yang duduk di sebelah Hayra. Dengan ogah-ogahan, Lena beranjak dari kursi, lantas Sevora mengambil alih tempatnya.
Melihat drama kecil itu, Hayra melayangkan senyum miring. Benar dugaannya. Tidak mungkin rubah kecil ini melakukan sesuatu di luar kebiasaannya tanpa ada maksud tertentu.
Sevora menyelipkan rambut ke belakang telinga Hayra. Ia memasang sebuah senyum mengintimidasi.
"Cowok yang kemarin jemput lo di kafe ...." cetus gadis bermata bulat itu. "Kenalin dia sama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
DECALCOMANIA (TAMAT)
FantasyBagaimana rasanya memiliki dua kenangan kehidupan di waktu yang bersamaan? *** Setelah sebuah kecelakaan terjadi, Juan terbangun dan mendapati dirinya hidup sebagai orang dengan identitas dan kehidupan yang berbeda. Remaja normal itu berubah menjadi...