PINTU kayu bercat cokelat tua di hadapan Joo Hwan sudah sedikit terbuka ketika ia tiba di depan ruang musik. Lamat-lamat terdengar suara dua sejoli tengah bercengkerama di dalam sana, membuat laki-laki itu menghentikan langkah sejenak, sengaja untuk mencuri dengar apa yang tengah mereka bicarakan.
"Kamu masih bersikeras nggak mau jadi pacarku, nih?" ucap suara laki-laki lain di dalam ruangan yang cukup hening itu.
Spontan membuat jantung Joo Hwan sedikit berdegup lebih cepat daripada biasanya. Seseorang baru saja mendahuluinya untuk menjadikan Hayra sebagai pacar. Setelah semua perjalanan berliku yang ia jalani, bahkan hingga berganti identitas seperti ini, ia tidak boleh ketinggalan satu langkah pun dari seseorang itu.
Oke. Hayra hanyalah sebatas sahabatnya. Dulu.
Akan tetapi, Joo Hwan menyukainya. Bahkan, ia rela mengorbankan diri agar gadis itu selamat dari kecelakaan dua tahun lalu. Memori tentang percakapannya dengan Hayra beberapa saat sebelum tabrakan itu terjadi tiba-tiba kembali menyeruak ke dalam ingatannya.
"Seandainya, kita enggak pernah kenal dan bukan teman dari kecil .... Seandainya, kita bertemu saat kita sama-sama lebih dewasa, apakah mungkin ... kamu juga akan menyukaiku?"
Benar.
Mungkinkah, karena kata pengandaian itu, ia akhirnya terlempar ke dimensi ini? Tapi ... masa iya, semudah itu?
Terlepas dari kemungkinan itu, satu hal yang pasti.
Kini, Joo Hwan benar-benar berada di dalam situasi yang pernah ia andai-andaikan. Di universe ini, Hayra tidak mengenalnya dari kecil. Hayra sama sekali tidak pernah menganggap dirinya sebagai sahabat. Hayra baru saja mengenalnya, dengan kondisi yang sama-sama lebih dewasa daripada dua tahun lalu. Lantas, apa lagi yang ia tunggu?
Ya.
Joo Hwan tidak akan melewatkan kesempatan ini.
Laki-laki jangkung itu berhasil merebut Hayra dari hadapan kakak kelas yang mengaku bernama Aru itu. Keduanya telah tiba di lapangan depan, tempat mobil biru elektrik Joo Hwan diparkir.
Raut gadis itu tampak masih diliputi kebingungan.
"Hayra ...," panggil Joo Hwan lembut, membuat gadis bermata besar itu mendongak. "Kamu ... cukup terkejut, ya?" imbuhnya.
Hayra membuka bibirnya, hendak mengucapkan sesuatu. Akan tetapi, berkali-kali ia menutupnya seolah tidak yakin dengan apa yang akan dikatakannya.
"Maaf, kalau aku membuatmu sangat kaget," ucap Joo Hwan lagi.
"Tadi ...." Akhirnya gadis cantik itu mulai mau angkat bicara. "Tadi itu ... maksudnya apa? Bersaing secara ... sehat?"
Joo Hwan menarik simpul kedua ujung bibirnya.
"Kamu beneran nggak ngerti?" tanyanya.
Gadis itu hanya terdiam.
"Aku suka sama kamu," cetus Joo Hwan tenang. "Aku nggak mau kamu jadi pacar si Aru-Aru itu. Aku nggak akan pernah izinkan. Nggak akan pernah."
KAMU SEDANG MEMBACA
DECALCOMANIA (TAMAT)
FantasíaBagaimana rasanya memiliki dua kenangan kehidupan di waktu yang bersamaan? *** Setelah sebuah kecelakaan terjadi, Juan terbangun dan mendapati dirinya hidup sebagai orang dengan identitas dan kehidupan yang berbeda. Remaja normal itu berubah menjadi...