BAB 5 : HI, I'M WANG JOO HWAN!

50 12 19
                                    

DARI balik kemudi, seorang laki-laki berseragam abu-abu putih tampak mengamati siswa-siswi yang lalu lalang di area tempat parkir—setelah memarkirkan motor mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


DARI balik kemudi, seorang laki-laki berseragam abu-abu putih tampak mengamati siswa-siswi yang lalu lalang di area tempat parkir—setelah memarkirkan motor mereka. Ia bolak-balik menghirup-membuang napas karena jantungnya seolah ingin melompat keluar saking gugupnya. Jika dipikir-pikir lagi, sepertinya, ia pernah mengalami hal serupa ketika harus manggung pertama kali setelah terbangun menjadi Wang Joo Hwan.

Laki-laki berbulu mata lentik itu mulai mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia memejamkan mata sembari mengatur napas agar tidak terlalu memburu.

Everything's gonna be alright.

Everything's gonna be alright.

Da gwaenchanheulgeoya(1).

Ia mengulang kalimat itu berkali-kali hingga bisa merasa tenang. Jika dulu saja pernah berhasil, kali ini pun seharusnya begitu. Apa lagi, usianya kini sudah bertambah dua tahun, seharusnya ia bisa mengatasi kegugupan ini lebih baik.

Ternyata, bukan hanya naik ke atas panggung saja yang membuat nervous. Berusaha untuk berbaur seperti siswa normal pun tidak kalah nervous-nya, pikir Joo Hwan.

Ia kembali membuka mata ketika sosok yang ia tunggu sedari tadi melangkah melewati pintu gerbang sekolah. Laki-laki itu tiba-tiba menahan napas. Usahanya sia-sia. Jantungnya kembali berpacu lebih cepat karena gadis itu menatapnya dari jauh. Menatapnya? Perasaan, kaca Porsche Panamera miliknya itu sudah dipasang lapisan film yang gelap. Tidak mungkin Hayra bisa melihat hingga jauh ke dalam mobil, kan?

Joo Hwan baru bisa kembali bernapas lega ketika gadis yang menyandang ransel hijau mint itu berlalu dengan menggandeng seorang teman perempuannya.

Argh!

Oke. Jujur. Sebenarnya, bukan karena hari pertama masuk sekolah yang membuat ia megap-megap tidak karuan itu, melainkan karena hari ini, adalah hari pertama—setelah sekian lama ia tunggu—mengenalkan dirinya secara langsung kepada sahabat kecil yang tentu saja tidak mengingatnya. Hayra.

Laki-laki itu menurunkan kaca spion untuk kembali menata rambutnya yang kini berwarna hitam gelap. Tidak ada lagi rambut warna-warni seperti yang biasa ia pakai selama beberapa tahun terakhir sebagai idol. Joo Hwan masih mempertahankan potongan rambut two block favoritnya, hanya saja lebih ia tata sedemikian rupa hingga dahinya tetap terlihat dan tidak tertutup rambut. Ia masih ingat betul peraturan sekolah di Indonesia yang menyatakan bahwa rambut murid laki-laki tidak boleh dibiarkan panjang. Apalagi berponi.

"Semuanya akan baik-baik saja," bisiknya sembari meraih tas ransel hitam yang sengaja ia letakkan di jok sampingnya.

Tiba-tiba ia teringat satu fakta yang sempat dilupakannya.

Ia sendirian. Tanpa pengawalan. Tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan, bukan? Lagi pula, ini sekolah. Para guru pasti bisa mengendalikan jika nanti mereka kalap, kan?

DECALCOMANIA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang