London, Satu Tahun LaluUdara musim dingin terasa sangat menusuk sampai ke tulang, apalagi untuk seseorang yang terbiasa hidup di negara tropis, sedingin-dinginnya musim penghujan di negara asalnya tentu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan musim dingin Eropa.
Nabila membayangkan nyamannya bergelung dengan selimut di kamarnya dengan pemanas ruangan dan ditemani segelas susu hangat yang ia campur vanila seperti malam sebelumnya. Ia agak menyesal karena tadi mengiyakan ajakan temannya untuk pergi keluar, padahal malam ini salju sangat tebal.
Ini semua karena bujukan Çan si mahasiswa asal Turki yang katanya hitung-hitung farewell party sebelum mereka kembali ke negara masing-masing. Nabila adalah salah satu mahasiswa dari Indonesia dalam program student exchange ke negeri Pangeran William itu. Ini bukan program panjang, mereka hanya sekitar sepuluh hari di sana, dan malam ini adalah malam kesembilan, itu mengapa çan mengajak yang lainnya untuk jalan-jalan bersama menikmati kerlip malam kota London setelah beberapa hari kemarin sibuk dengan banyak kegiatan.
Teman-temannya kini sedang asik menikmati makanan di sebuah restoran, Nabila dan beberapa teman muslimnya tidak perlu khawatir, karena Ashley, mahasiswa berambut pirang yang merupakan orang Inggris itu menjamin kalau restoran yang mereka kunjungi saat ini menyediakan makanan halal.
Nabila mengeratkan parka yang ia kenakan, berusaha menghalau dingin. Atensinya tiba-tiba tertuju pada seorang pemuda yang tengah duduk sendiri tepat di samping jendela besar yang mengarah ke jalan. Siluet pemuda itu tampak sempurna, ekspresi sendunya bahkan tak mengurangi kesempurnaan lelaki itu, raut sedihnya justru membuat Nabila penasaran.Gerakan spontan laki-laki itu saat menangkap pensil yang hampir terjatuh membuat Nabila berhasil meraih kesadarannya kembali. Gadis itu menertawakan dirinya sendiri, lalu berusaha untuk tak lagi mengunci pandangan pada objek yang sama dan kembali berbaur dengan teman-temannya yang ternyata sudah larut dalam obrolan seru seputar pengalaman mereka selama mengikuti program ini.
"Nabila, you good?" Tanya Can yang sejak tadi tak mendengar Nabila bergabung dengan obrolan mereka.
"Huh? Of course, never been so good." Sahut Nabila yakin.
"Look like you are thinking about something." Ujar Ashley setelah menelan habis kentangnya.
"Are you feeling kinda homesick?" Tebak Sam si pemuda yang baru mewarnai rambutnya dengan warna smokey green.
"Sort off." Balas Nabila lugas. "Sorry I have to go to the loo, I'll be back in a minute" Ujar Nabila yang sudah berdiri sambil menunjuk ke arah toilet. Gadis itu kemudian meninggalkan meja teman-temannya.
Nabila menatap tampilan wajahnya di cermin, memoleskan lip balm ke bibirnya yang kering karena udara dingin.
Saat berjalan kembali menuju meja yang ditempati teman-temannya, langkah Nabila dihentikan sebuah sketchbook yang terjatuh tepat di depan kakinya.
Yang pertama Nabila lihat saat meraih buku itu adalah sketsa seorang perempuan, cantik walau hanya dalam guratan kasar. Saat membalik halaman tersebut ia menemukan deretan beberapa kalimat.
Aku tenggelam dalam lapisan kegelapan
Memeluk luka yang masih menganga sejak kau tinggalkan
Sementara kamu tertawa, seperti lukaku adalah hiburan paling menyenangkan"That's mine." Ujar sebuah suara dingin begitu Nabila sampai pada kata terakhir.
"Oh sorry. It's just fall out." Nabila mengangsurkan buku itu pada laki-laki yang bahkan tak melihat ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Got Me From Hello (Paul x Nabila) -Republish-
RandomBlurb Setelah beberapa tahun melarikan diri hingga ke Swedia, Paul memutuskan untuk kembali pulang. Bukan tanpa alasan, tapi ternyata justru di tempat yang pernah dia tinggalkan, ia menemukan bahagia yang ingin dia kejar. Seorang gadis yang tanpa sa...