Paul sebenarnya lega karena ternyata Nabila tidak mengungkit soal suara siapa yang tiba-tiba muncul saat video call waktu itu, meskipun Paul tau bahwa Nabila mungkin sudah memiliki satu nama dalam otaknya. Gadis itu masih membalas pesannya, menjawab telfonnya seperti biasa, bahkan sesekali Nabila mengabarinya lebih dulu.
Paul bukan tidak ingin menjelaskan tentang kejadian itu, tapi menjelaskan lewat pesan atau telepon menurut Paul bukan cara yang tepat, karena Nabila juga tidak mengungkit hal itu, Paul merasa bukan sebuah urgensi untuk menjelaskannya sekarang.
Proyek renovasi rumah milik Raya cukup bisa dikondisikan, Raya memang kerap kali mencari kesempatan untuk bisa ngobrol dengan Paul, tentu saja bukan sekedar obrolan pekerjaan, beruntung Paul bisa mengatasinya, Sejak awal Paul selalu menerapkan batasan komunikasi dengan klien, siapapun itu. Paul bisa saja membawa pekerjaan ke rumah, tapi tidak dengan menjawab panggilan klien, setelah sampai di rumah Paul tidak menerima telepon dan bahkan tidak membalas pesan klien. Itu salah satu batasan yang Paul terapkan, begitu pun pada Raya.
Yang menjadi masalah saat ini adalah karena ternyata rumah Raya yang akan dikerjakan Paul itu lokasinya di Bali, dan mau tidak mau hal itu mengharuskan Paul terbang ke sana.
Nabila mungkin akan semakin tidak mengacuhkannya jika Paul mengatakan hal ini, tapi jika Paul tidak mengatakannya, gadis itu pasti akan salah paham. Karena itu Paul memutuskan untuk mengunjungi Nabila akhir pekan ini, dari lokasi yang pernah Nabila share saat awal dia akan berangkat, desa itu berjarak sekitar dua jam dengan sepeda motor.
"Mau kemana?" Tanya Widari heran melihat Paul sudah siap dengan jaket dan helmnya, padahal anaknya itu sudah sangat jarang mengendarai motor.
"Ke tempat Nabila, Mam." Jawab Paul sambil mengenakan sarung tangannya.
"Pake motor?" Tanya Widari retoris.
"Iya, kata Nabila dari jalan utama ke kontrakannya gak bisa di akses mobil."
Widari mengangguk, ia paham sebenarnya masalah Paul dan Nabila hanya tentang komunikasi saja, mungkin perlu adaptasi juga untuk mereka berdua, belum lama memulai hubungan tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh, belum lagi kesibukan mereka masing-masing.
"Ya udah, hati-hati, Senin udah harus ke Bali kan?"
Paul menghela napas berat mendengar Widari mengingatkan hal itu, kalau boleh ia memilih untuk tidak pergi dan menyerahkan pekerjaan itu pada yang lain, tapi profesionalisme menuntutnya untuk tidak melakukan hal itu.
"Aku pergi dulu, Mam. Pamit ya."
"Oke, take care! Salam buat Nabila ya."
Paul melontarkan senyum lalu langsung memacu sepeda motornya setelah mencium tangan dan mengucapkan salam untuk mamanya.
Katakan saja bucin, Paul tidak akan merasa tersinggung, selain perlu menjelaskan bahwa dia akan pergi ke Bali karena pekerjaannya, dia juga merasa perlu bertemu dengan Nabila secara langsung, berbicara lewat telfon atau video call terasa tidak cukup untuknya. paling tidak Paul ingin menggenggam tangannya, meski harus menempuh jarak sejauh itu, Paul tidak masalah, she is Paul's healing pil.
-oOo-
Nabila berjalan di pematang sawah dengan bertelanjang kaki. Hari ini kegiatannya cukup lenggang, jadi dia memutuskan mengikuti Ryan ke sawah untuk mengobervasi kegiatan petani setempat. By the way Ryan itu anak agro, jadi dia berinisiatif untuk mengobservasi para petani dan mencari hal yang mungkin bisa dia lakukan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil panen mereka, Omil sebagai ketua kelompok jelas menyetujui hal itu, apalagi bertani termasuk salah satu mata pencaharian utama warga sekitar desa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Got Me From Hello (Paul x Nabila) -Republish-
AcakBlurb Setelah beberapa tahun melarikan diri hingga ke Swedia, Paul memutuskan untuk kembali pulang. Bukan tanpa alasan, tapi ternyata justru di tempat yang pernah dia tinggalkan, ia menemukan bahagia yang ingin dia kejar. Seorang gadis yang tanpa sa...