12

4.6K 429 43
                                    


"Kamu beneran mau masuk kuliah besok?" Tanya Paul lewat sambungan telepon.

Nabila tidak mengerti bagaimana interaksi mereka bisa terbangun sampai seintens ini. Sebelumnya ia tidak pernah berkomunikasi dengan laki-laki dengan intensitas sesering ini, baru tadi sore mereka bertemu, dan tiba-tiba malam ini Paul meneleponnya.

"Iya lah kak, gimana lagi besok kuliah perdana kan." Jawab Nabila. Untuk kali pertama dia sangat malas pergi ke kampus, bukan berarti dia tidak pernah malas, tapi kali ini malasnya berbeda, lebih ke sangat tidak ingin pergi ke kampus.

"Kamu serius gak mau minta aku pukulin Gamal?" Tanya Paul lagi, dari suaranya Nabila bisa membayangkan bagaimana rahang Paul mengeras karena menahan marahnya.

"Apa sih kak, awas aja kalo sampe bener pukulin Kak Gamal." Ancam Nabila yang tanpa dia sadari membuat Paul memutar matanya jengah.

"Aku baik-baik aja ko, aku cuman ngerasa malu." Suara Nabila berubah pelan.

"Mau ditaruh dimana muka aku. Kak, tadi siang itu banyak banget orang yang liat, mereka juga pasti ngeh sama muka aku saking lamanya aku diliatin." Keluh Nabila, ia masih ingin menangis tapi rasanya air matanya sudah enggan keluar.

"Sumpah aku itu ga ada apa-apa sama Kak Gamal, kita cuma temenan sama kaya aku ke Kak Tama, ke Edo, gak ada apa-apa, kalo aku tau Kak Gamal mau tunangan aku juga bakal lebih jaga jarak sama dia."

"I know Nab, like you did to me waktu kamu mikir aku pacarnya Anggis, kan?" Suara Paul terdengar menggoda.

Nabila berdecak sebal. "Udah deh, kalian juga gak ada yang inisiatif jelasin."

Terdengar suara kekekhan Paul dari sebrang sana. "Iya nyesel aku gak bilang duluan." Celetuk Paul membuat Nabila berpikir.

"Ya udah lah Nab besok kuliah kuliah aja, Orang-orang juga pasti tau mana yang waras mana yang engga." Paul kembali pada topik awal pembicaraan mereka.

Nabila menghembuskan napas lega. Sejak tadi Paul selalu berusaha menenangkannya, dan entah Paul menyadarinya atau tidak, hati gadis itu ketar ketir tidak karuan saat Paul meletakan tangannya di atas kepala Nabila.

"Besok sore nonton mau? Waktu itu kan ga jadi."

"Sama kak Anggis?" Goda Nabila, ia membekap mulutnya menahan tawa.

"Kok sama Anggis sih?" Protes Paul, waktu kemarin masih bisa ia maklumi saat harus mengajak Anggis karena Nabila masih mengira Anggis adalah pacarnya, tapi sekarang situasinya sudah tidak sama lagi.

Tawa Nabila berderai renyah, menimbulkan getaran berbeda bagi Paul, sesuatu yang membuat kerja jangungnya tidak lagi normal. Sayang Nabila tidak bisa melihat bagaimana ekspresi pria itu saat mendengar tawanya.

"Iya iya becanda aku." Sahut Gadis itu setelah tawanya reda.

"Besok aku jemput di kampus ya."

"Gak usah, ketemu di tempat aja, kelasku gak sampai sore, jadi aku pulang dulu." Jelas Nabila sambil melihat jadwal kuliah yang baru saja ia tempel di rak bukunya.

"Aku jemput ke kosan kamu kalo gitu." Ralat Paul.

"Bolak balik ga sih?"

"Gak lah, demi Nabila." Seloroh Paul ringan, dia tidak tahu saja apa yang terjadi pada Nabila hanya karena dua kata yang dia ucapkan itu.

Nabila berdeham untuk menetralkan letupan yang tiba-tiba memenuhi rongga dadanya. Tanpa sadar mengusap cuping hidungnya, kebiasaan yang tidak bisa ia kontrol saat gugup atau salah tingkah. Tunggu, Nabila salah tingkah hanya karena dua kata itu? Gadis itu bahkan tidak percaya dengan apa yang dirasakannya.

Got Me From Hello (Paul x Nabila) -Republish-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang