Nabila duduk di samping brankar dimana Paul berbaring. Ia tidak berhenti meremas tangannya merasa khawatir sekaligus takut, bagaimana pun ia yang menyebabkan Paul berbaring di IGD saat ini. Beberapa kali ia menyeka air mata yang mendadak tak bisa dibendungnya. Ia ingat dulu ada teman SD nya yang meninggal karena tidak sengaja makan kacang, padahal anak itu alergi kacang. Kejadian itu bukan sesuatu yang traumatik untuk Nabila sebenarnya, tapi melihat kondisi Paul tadi membuat dia teringat kejadian itu, dan ia takut, ia takut seseorang celaka karenanya.
"Bil."
Nabila langsung berdiri ketika Anggis menghampirinya setelah mengurus administrasi. Sekali lagi ia menyeka air matanya kasar, tak enak hati juga menangis di depan Anggis, tapi apa daya air matanya malah mengkhianatinya.
"Kak Anggis." Buru Nabila dengan suara bergetar.
"Yah jangan nangis gitu dong Bil, Kak Paul gakpapa kok." Anggis mengelus punggung Nabila setelah meletakan kartu Identitas Paul.
"Maaf Kak Anggis, gara-gara aku." Cicit Nabila sambil menahan tangis.
"Bukan salah kamu Bil, namanya juga kecelakaan, kamu kan gak tau, aku juga gak ada bilang tadi." Ujar Anggis berusaha menenangkan.
Nabila menatap Paul nanar, perasaan bersalah masih bercokol dalam benaknya, terlebih melihat laki-laki itu belum sadar. Napasnya berhembus kasar, rasa takut, khawatir dan rasa bersalah bergumul menjadi satu. Anggis dibuat bingung karenanya, ia tahu gadis itu tidak akan merasa tenang sampai melihat sendiri kalau Paul baik-baik saja, ia juga tahu betul perasaan Nabila itu bukan perasaan istimewa, tapi manifestasi kemurnian hati yang akan ia tunjukan pada siapapun ketika merasa bersalah.
"Bil, Kak Paul gakpapa, paling bentar lagi bangun." Bujuk Anggis tak tega melihat wajah kusut Nabila.
"Aku takut, Kak." Lirih Nabila.
Berbarengan dengan itu seorang wanita menghampiri mereka dengan langkah yang sedikit tergopoh, meski begitu raut wajahnya tetap tenang."Nggis." Sapa wanita itu begitu netranya menangkap sosok Anggis dan seorang gadis berhijab dengan wajah kuyunya.
"Tante." Sambut Anggis menyentuh bahu wanita yang ternyata mamanya Paul, tadi sebelum ke bagian administrasi Anggis sempat mengabari tantenya itu.
"Gimana Paul?" Tanya tante Widari, ia menoleh pada anak laki-lakinya lalu kembali pada Anggis, sesaat dia memperhatikan gadis di sebelah Anggis yang terus menundukkan kepala sambil memainkan jari-jarinya.
"Tadi itu sebelum ke rumah sakit udah minum anti histamin sebenernya, nyampe kesini malah gak sadar, Tan. Tadi dokter juga udah kasih obat, katanya liat reaksinya beberapa waktu kedepan dulu, Tan." Jelas Anggis. Wida mengangguk paham, ia kemudian mengelus dahi anaknya.
Diam-diam Nabila berusaha mengumpulkan keberaniannya, ia melangkah amat sangat pelan mendekati Widari, dalam setiap langkah kecilnya ia meyakinkan diri untuk meminta maaf pada wanita itu.
"Tante" Decit Nabila terdengar sangat gugup.
Widari menoleh, mendapati Nabila yang seperti enggan mengangkat kepalanya."Saya minta maaf tante, gara-gara saya Kak Paul jadi kaya gini." Nabila mati-matian menanhan isakannya, ia pikir terlalu kekanakan jika ia meminta maaf sambil menangis.
Widari mengerenyit heran, ia kemudian menatap Anggis meminta penjelasan.
"Tadi Nabila yang pesenin makanan buat Kak Paul tante, dia gak tau Kak Paul ada alergi, aku juga lupa bilang, tadi aku keasikan balesin chat, maafin Anggis juga ya tan." Papar Anggis mengerti tatapan Widari.
Mendengar nama gadis itu, Widari kemudian mengangkat alisnya dengan tatapan yang tertuju pada Anggis, gadis itu mengangguk pelan.
Widari menarik nafas, dan itu terdengar jelas oleh Nabila, ia sudah sangat siap jika ia akan mendapat omelan, atau ucapan-ucapan yang menyalahkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Got Me From Hello (Paul x Nabila) -Republish-
De TodoBlurb Setelah beberapa tahun melarikan diri hingga ke Swedia, Paul memutuskan untuk kembali pulang. Bukan tanpa alasan, tapi ternyata justru di tempat yang pernah dia tinggalkan, ia menemukan bahagia yang ingin dia kejar. Seorang gadis yang tanpa sa...