Transmigrasi Alice||13

98 5 0
                                    

"s-siapa kamu?!"

Tak menjawab, Galix malah menidurkan tubuh Alice agar kembali terbaring. "Jangan bangun..."titahnya.

Alice memandangi ghina yang masih setia dengan nampan di tangannya. "Ghina??..." Panggilnya heran.

"Iya nona ini saya..." Sautnya di selingi senyuman bahagia karena ingatan tentang dirinya masih membekas di ingatan Alice.

"I-ini di mana ghin.." tanya Alice tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ini di kamar tuan Duke nona.."

"Siapa dia?"

"Nona tanyakan saja ke orangnya langsung" saran ghina.

Alice mendengus kesal dengan tatapan yang sulit di artikan oleh orang lain terkecuali ghina.

"Seram orangnya!" Bantah Alice sembari menutupi wajahnya dengan selimut.

Sedangkan galix yang masih duduk disampingnya menatap dengan tatapan yang sulit diartikan juga plus tangannya yang sudah mencengkram seprai kasur dengan kuat.

"Kalo begitu saya permisi ya nona, ini makanan kesukaan nona" pamit ghina berlalu dari ruangan.

"Jadi kau benar-benar lupa dengan ku?!" Tanya Galix dengan nada sedikit tinggi.

Alice yang masih menutupi wajahnya dengan selimut tak menjawab, dia hanya mengusel ngusel kepalanya di kedua bantal.

"Berhenti bermain Alice!" Tegurnya mengangkat selimut yang menutupi seluruh badannya.

Alice mengerucutkan bibirnya dan kembali menyembunyikan kepalanya di balik bantal.

"K-kau menyeramkan!" Ujarnya.

Galix berdecak pelan, ia segera mengangkat tubuh Alice secara paksa lalu membawanya ke kamar pribadinya yang lain.

Selama perjalanan, Alice terus memberontak dengan memukul-mukuli punggung Galix dengan kedua tangannya berkali-kali.

Tetapi, pukulan itu hanya terasa seperti pijitan baginya.

Sesampainya disana ia segera membanting tubuh Alice di atas kasur membuat posisi gadis itu terlentang.

"Sudah puas mainnya, Hem.." tanya Galix.

"I-iya aku ngaku bahwa aku hanya main-main dan berpura-pura mengalami amnesia"

"Jelaskan soal tabib tadi!"

"Apa yang dikatakan tabib tadi benar, itu bukan perkataan bohong, galix"

"Tetapi... Aku tidak akan pernah bisa amnesia" imbuhnya menatap yang lain.

•••

Alice berjalan menuju gerbang istana sembari menendang segala yang ada di depannya dengan raut wajah kesal.

Berdecak kecil saat dua prajurit menghadangnya. "Nona anda tidak diizinkan keluar oleh tuan muda..."

"Biarkan aku pergi! Atau kepala kalian akan berpisah dari tubuh kalian!" Ancam alice tak kalah dingin dengan suaminya.

"Tetapi--"

"Cepat buka gerbangnya, aku ingin pergi ke butik untuk membeli beberapa kain"

"Nona tuan--"

Dari kejauhan sudah terlihat samar-samar tubuh kekar seorang pria yang tengah berjalan mendekat.

"Cepaattt" titahnya sembari menghentakkan kakinya berkali kali kelantai dengan wajah panik se panik-paniknya.

"Alice! Jangan coba-coba kabur!" Teriak pria itu yang sudah bertambah dekat.

Merasa dua prajurit itu tidak akan membukakan pagar, Alice segera berlari kearah lain menjauhi tempat berdirinya tadi.

Tak peduli kemana, gadis dengan gaun putihnya terus berlari tak tentu arah ketika mengetahui Galix mengejarnya dengan menunggangi kuda.

"Curang!" Ketus nya.

Berlari terus sampai roknya nyangkut di ranting pohon membuatnya harus mencium lantai bebatuan.

"Sss" ringisnya memegangi keningnya dan bibirnya yang terluka.

Oke! Bertambah lagi deh perban di wajahnya.

Gadis itu meringkuk memeluk lututnya dengan perasaan sedih bercampur rasa kecewa.

"Oh tuhan... Sampai kapan aku akan terus begini, mati kemudian hidup lagi"

__Bersambung__

Mungkin ini adalah part yang paling tidak jelas ya gens.

Tetapi saya masih membuatkan cerita untuk kalian.

Bersenang hatilah dan berbaek hatilah pada ku 😁

Another World Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang