Bab 07 : Tuduhan

5 4 0
                                    

"Apa Papah yakin sudah semua?"

"...."

"Terima kasih bantuannya, Papah."

Sambungan terpustus, Ailette memasukkan ponselnya kembali ke saku rok nya dan segera menyusul Sanica yang sudah pergi ke kantin duluan karena permintaannya.

"Bukankah dia yang itu?"
"Hei, pelankan suaramu!"

Ailette membuang napas pelan, ia tidak setuli itu sampai tidak mendengar bisik-bisik dari orang yang berdiri sangat dengannya. Mau bagaimana lagi, kini semua orang membicarakan karena menuduhnya sudah mendorong Liana dan mengarang cerita. Ia tidak sepenuhnya berbohong, mereka memang sempat terlibat perdebatan.

"Ailie!"

Gadis itu menoleh, tampak Sanica dari kejauha melambaikan tangan padanya. Ia tersenyum dan berlari kecil menghampiri. Setidaknya, di antara orang-orang yang berbisik buruk padanya, masih ada yang percaya padanya.

"Kamu lama, Ailie. Pesananmu hampir dingin," ujar Sanica mendorong piring ke arahnya.

Ailette tertawa kecil. "Maaf, maaf. Tadi ada panggilan mendesak dari Papah."

"Para polisi itu masih mencarimu?" tanya Sanica berhati-hati. Ia tahu jika pembicaraan ini sangat sensitif bagi Ailette, tapi ia khawatir pada sahabatnya itu.

"Jangan khawatir, mereka percaya pada ceritaku," balas Ailette tersenyum tipis. "Apa Sanica tahu hubungan Liana dengan Verron?"

"Aku hanya dengar jika mereka mereka bertiga, termasuk Ansel, teman masa kecil," jawab Sanica. "Lalu Liana pindah sekolah saat kelas 4 dan mereka baru ketemu lagi saat ini."

Ailette mengangguk-ngangguk kepala, kini ia mengerti maksud perkataan Verron saat itu. Bicara tentang Verron, laki-laki itu tidak terlihat sejak kejadian itu. Entah dengan sengaja mengindar atau apa, ia sendiri tidak tahu.

Gadis itu tidak melanjutkan percakapan, begitu pun dengan Sanica yang paham jika Ailette tidak ingin bicara banyak hal saat ini. Keduanya menghabiskan makan siang lalu kembali ke kelas.

Setibanya mereka di kelas, terjadi sesuatu yang mengejutkan. Meja milik Ailette yang semua bersih, kini tampak penuh dengan coretan spidol. Coreta yang bertulis ungkapan kebencian yang menyebutnya sebagai pembunuh.

"Hei, siapa ya-"

Ailette menyentuh pundak Sanica, menggeleng pelan, meminta agar gadis itu tidak berteriak.

"Sudah bel, lebih baik Sanica kembali ke kursi," saran Ailette tersenyum tipis padanya.

"Tapi bagaimana dengan-"

"Meja Ailie nanti saja dibersihkan, tidak apa-apa."

Sanica menurut, ia kembali ke kursinya yang berada tepat di belakang kursi Ailette. Ia menatap teman sekelasnya yang justru anehnya terlihat biasa saja.

Bu Dini, guru yang mengajar, sudah berada di kelas membuat para murid berhamburan kembali ke kursi mereka. Belum sempat Bu Dini memulai pelajaran, seorang siswa mengangkat tangannya.

"Ada apa, Reizo?" tanya Bu Dini menyebut namanya.

"Memangnya tidak masalah ya membiarkan pembunuh berkeliaran bebas begini, Bu?" Pertanyaan yang dilontarkan Reizo membuat suasana kelas menjadi hening, tidak ada yang berani bersuara, termasik Bu Dini yang keringat dingin bingung harus menanggapi apa.

"Maaf, Reizo. Tapi Ailie penasaran, siapa yang Reizo sebut sebagai pembunuh?" tanya Ailette membuat semua tercengang.

Sementara laki-laki itu tampak acuh tak acuh menanggapi. "Menurut lo siapa?"

Ailette bertopang dagu, tampak berpikir sebentar, lalu menggeleng. "Ailie tidak tahu"

Reizo terlihat tersinggung, laki-laki itu berdecak kesal. "Udah ngebunuh orang, tapi malah ngarang cerita. Bersikap layaknya korban padahal pelaku."

"Reizo!" Sanica berteriak lantang, membuat laki-laki itu terlonjak kaget, begitu pun dengan Ailette yang tidak menyangka jika Sanica berani bersuara. "Jaga omonganmu! Bagaimana kau bisa tahu jika Ailie yang membunuh Liana? Memangnya kau punya bukti apa!"

"Hei, kenapa lo yang tersinggung? Gue-"

"Kamu pikir aku akan diam saja disaat sahabatku dituduh yang tidak-tidak? Lebih baik kau tidak beromong kosong!"

Brak!

"Apa tidak bisa kalian tenang?" Bu Dini memukul papan tulis dengan kencang, membuat semuanya terkejut.

Beliau memijat keningnya, merasa pusing karena adu bulut mereka.

"Dengar, kasus ini biarkan polisi yang menangani. Dan kamu Reizo, jangan menuduh temanmu yang tidak-tidak." Bu Dini menatap Reizo tajam membuat laki-laki diam tak berkutik. Pandangannya kini beralih pada Sanica. "Lalu Sanica, jangan berteriak pada temanmu saat pelajaran akan dimulai."

Semua murid menutup mulut, takut terkena imbasnya. Kini keadaan kelas kembali tenang dan Bu Dini memulai pelajaran yang sudah tertunda cukup lama.

MINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang