Bab 02 : Perasaan

8 4 0
                                        

"Gue tebak, Ailette pasti yang jadi 'Putri Sekolah' tahun ini," ledek Shasa, teman sekelasnya.

"Belum tentu Ailie yang jadi putri lagi, siapa tahu Shasa yang menyusul, kan," timpal Ailette dengan tersenyum tipis.

Netranya terpokus pada poster yang terpampang di depannya, sebuah poster acara tahunan sekolah di mana acara itu dikhususkan untuk para siswi yang akan bersaing satu sama lain untuk menempati 'Putri Sekolah'.

"Apa ini? Putri Sekolah?"

Shasa dan Ailette menoleh, rupanya ada Liana yang tiba-tiba berada di sampingnya.

"Liana mau ikut?" tanya Ailette memiringkan kepala.

Liana tertawa kecil lalu menggeleng. "Aku tidak tertarik dengan acara seperti ini."

Seperti ini katanya?

"Loh kenapa? Siapa tahu Liana menang!" ujar Ailette menggebu-gebu.
"Oh ya, kudengar Ailette menjadi Putri Sekolah tiap tahunnya ya? Mana mungkin aku menang melawan putri sekolah sungguhan," elak Liana menyilang kedua tangannya di depan dada.

"Lo insecure gitu? Coba aja daftar, siapa tau lo bisa ngalahin Ailette ini," saran Shasa menunjuk Ailette.

Gadis itu mengangguk dengan semangat, masih mencoba membujuk Liana supaya ikut. "Benar, siapa tahu Liana nanti bisa ngalahin Ailie. Ayo ikutan!"

Liana menggaruk tengkuknya, jika sudah dipaksa seperti ini ia sulit untuk menolaknya. Gadis itu membuang napas, mengangguk mengiyakan ajakan tersebut.

Ailette melompat kecil, bersorak senang karena berhasil membujuk Liana. Kemudian ia mengangguk untuk menemui Kala, anak kelas IPA 2-3 yang bertugas sebagai panitia dalam acara tersebut.

"Anu ... Permisi."

Merasa terpanggil, refleks Ailette dan Liana menoleh, menatap orang yang meminta mereka berhenti.

Seorang siswa laki-laki berbingkai kacamata di wajahnya tampak salah tingkah. Sementara Ailette tersenyum, ia mencoba menghilangkan kecanggungan. "Halo, ada apa?"

Karena sapaannya, laki-laki itu semakin salah tingkah dan terburu-buru menyodorkan sebatang coklat dengan pandangan menunduk.

"I-ini buat lo ...."

"Ini buat Ai ...."

"Liana."

Ailette terdiam, merasa terkejut karena laki-laki itu memberikan coklat untuk Liana, bukan dirinya. Sementara gadis di sampingnya ikut salah tingkah karena tidak menyangka akan ada yang memberinya coklat.

"Em, terima kasih," ucap Liana menerima coklat itu dengan tersenyum canggung.

Setelah menyerahkan coklatnya, laki-laki itu mengangguk sekilas dan berlari, meninggalkan atmosfer yang tidak mengenakan di antara mereka berdua.

Melihat Ailette yang masih terdiam dengan jemari terkepal membuat Liana merasa tidak enak hati.

"Ailette, coklat ini ...."

"Wah Liana, ternyata ada yang suka denganmu ya," ledek Aliette memasang wajah jahil.

"Ti-tidak! Mungkin saja ini coklat sebagai tanda pertemanan," elak Liana, wajahnya sedikit memerah karena malu. Kemudian berbalik, meminta Ailette untuk segera ke kantin dan berhenti meledeknya.

༻༺ ༻༺ ༻༺

"Gue bisa duga kalau Ailette ikut, tapi lo?" Ansel memandang Liana dengan wajah takjub sekaligus tidak percaya. Setelah mendaftar, Ailette mengajaknya untuk bergabung ke kantin yang di sana sudah ada Ansel, Verron, dan Sanica yang menunggu mereka lalu menceritakan semuanya.

Jika Ansel sibuk mengungkapkan ketidakpercayaan atas Liana yang ikut dalam acara itu, sementara Verron hanya mengangguk-ngangguk.
"Tapi ini di luar dugaan, gak biasanya lo ikut acara seperti ini, Liana," ungkap Verron.

"Ailie yang maksa! Tadi Liana menolak, tapi Ailie terus maksa Liana untuk ikut dan akhirnya setuju!" jelas Aliette.

"Kenapa temen lo ini gak dipaksa ikut juga?" tanya Ansel menunjuk Sanica dengan garpu di tangannya.

Sanica dengan cepat menggeleng, mengelak. "Ti-tidak! Aku tidak tertarik untuk ikut."

"Begitu katanya," jawab Aliette. "Ailie udah maksa dari tahun lalu, tapi sacika menolak terus."

"Tapi, Ailette hebat loh. Bisa jadi Putri Sekolah, irinya," ungkap Liana bertopang dagu.

Ailette tertawa kecil kemudian tersenyum tipis. "Oh iya, tadi Liana diberi coklat oleh seseorang loh."

Prang!

Semua menatap Verron, laki-laki itu tampak salah tingkah lalu mengambil sendoknya yang terjatuh.

"Licin," elak Verron.

Ansel mengalihkan pandangan, kembali menatap Liana. "Lo dikasih coklat?"

Sementara orang yang ditanya hanya bisa melotot terkejut, tidak menyangka jika Ailette akan membahas kejadian tadi.

"Bukan begitu, mungkin saja coklat tadi untuk Ailette tapi karena terlalu gugup jadi salah se-"

"Mana mungkin."

"Ailette?" panggil Liana yang tampak terkejut melihat perubahan pada nada suara dan raut wajahnya.

"Maksudku mana mungkin begitu. Ailie tebak, siswa tadi pasti suka dengan Liana, itu alasannya memberi Liana coklat," jelas Ailette tersenyum. Diam-diam ia melirik Verron, laki-laki itu tampak tidak senang entah karena hal apa.

Ailette menggigit bibir bawahnya, mengepal jemarinya, kembali berusaha menahan raut wajahnya.

MINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang