Bab 13 : Hadiah Terindah

9 5 0
                                    

"Eh, jadi ... Kalian pacaran?" tanya Ailette menatap Sanica tidak percaya. Gadis itu tersenyum sipu, wajahnya merona.

"Woh, eh-maksudku, selamat kalian jadian!  Ailie tidak menyangka!" seru Ailette memeluk Sanica yang membalas pelukannya. Di balik pelukan Sanica, sebenarnya ia menyembunyikan raut wajahnya tampak penuh rasa iri dan kesal yanh tidak bisa ia tampakkan pada sahabatnya.

"Ceritakan pada Ailie bagaimana kalian jadian, ayo ceritakan!" pinta Ailette tersenyum lebar melepas pelukannya. Sanica mulai menceritakan padanya dengan senyuman tersipu dan sesekali tertawa canggung.

Ailette menyimak dan hanya menimpali dengan kalimat pendek, ia meremas ujung roknya dengan wajah tersenyum. Sanica yang terlalu bersemangat bercerita tidak menyadari perubahan sikapnya.

"Sanica, sepertinya nanti Ailie tidak bisa istirahat bareng Sanica," ujar Ailette setekah Sanica selesai bercerita.

"Ada apa?"

"Ailie mau memberikan sesuatu untuk Sanica sebagai ucapan selamat, jadi perlu dipersiapkan ...." jawab Ailette tersenyum tipis.

"Tidak usah, Ailie-"

"Sanica." Ailette memanggilnya lembut, mengaitkan jemari mereka. "Tenang saja, tidak merepotkan kok. Justru Ailie tidak suka jika Sanica menolak hadiah Ailie."

Entah kenapa, bulu kuduknya berdiri. Ia merasakan sesuatu yang tidak mengenakan dari Ailette. Sanica menggelengkan kepala, menepis pikiran berburuk sangka pada sahabatnya dan mengangguk mengiyakan.

Sesuai perkataan Ailette yang tidak pergi bersamanya saat istirahat, kini Sanica hanya berdua bersama Juri. Entah kenapa perasaannya tidak enak.

"Apa ada? Raut wajahmu terlihat tidak mengenakan," ujar Juri menatap Sanica dengan tatapan khawatir.

Gadis itu menggeleng. "Tidak ada, hanya saja ...."

"Katakan saja," pinta Juri.

"Aku merasa takut pada Ailie. Tapi bukan berarti ia akan berbuat macam-macam! Hanya saja ...."

"Kamu mengkhawatirkannya?"

Sanica mengangguk pelan. "Aku tidak bisa tenang jika meninggalkannya sendiri."

"Tapi kamu tidak pernah meninggalkannya, kalian selalu bersama," hibur Juri tersenyum tipis.

Sanica menggeleng. "Tidak, Juri. Padahal aku bernjanji kepada 'beliau', tapi justru aku teledor ...."

༻༺ ༻༺ ༻༺

"Aku sendiri saja?"

Ailette mengangguk, menarik tangan Sanica agar mengiyakan ajakannya.

"Baiklah."

Ailette berseru ria. Kemudian mereka berdua berjalan menuju rumah Ailette, katanya ia sudah meminta untuk menyiapkan sesuatu untuknya sebagai hadiah.

"Kau pasti akan suka!"

Sanica hanya mengangguk kecil, pasrah di seret ke rumah Ailette yang tidak begitu jauh dari sekolah. Hanya perlu menempuh 15 menit dengan bus sekolah untuk sampai di rumah Ailette.

Sebenarnya Sanica ingin bertanya hadiah apa yang Ailette siapkan dan kenapa hanya dirinya yang ikut sementara Juri tidak, tapi ia mengurungkan niat bertanya. Takut jika pertanyaannya menyinggung Ailette.

"Aku sudah menyusun semuanya agar berjalan sempurna, jadi berdebarlah!" seru Ailette bersemangat.

Mereka kini tiba di rumah besar Ailette yang tampak sepi, tidak terlihat siapa pun membuat Sanica mengernyitkan dahi bingung. Kembali bertanya dalam hati, kemana perginya Bi Risa, pembantu Ailette.

"Sebentar, berikan tas Sanica pada Ailie," pinta Ailette melepaskan tas dari punggung Sanica yang diam menurut. Ailette kini membawa dua tas punggung, satu miliknya dan satu lagi milik Sanica.

"Ayo Sanica, ayo!"

Ailette menarik tangan Sanica untuk masuk. Di dalam, ruangan gelap gulita menyambut mereka. Karena tidak ada pencahayaan, membuat Sanica kesulitan melihat.

"Anu, Ailie. Selanjutnya-"

Jleb!

Sanica merasa ada sebuah benda tajam yang menembus perutnya. Ia yakin jika melihat noda darah di seragam putihnya. Gadis itu menoleh ke belakang, bicara terbata, "A, Ailie ...."

Ailette menganggat pandangannya, beradu pandang dengan iris Sanica. Sebuah senyuman merekah di wajahnya.

"Ke-kenapa kau ...."

Belum sempat ia melanjutkan kalimatnya, kesadarannya sirna bersamaan dengan keseimbangannya membuatnya terjatuh.

"Jangan khawatir, Temanku. Kamu tidak akan sendiri di sini, kalian akan tetap bersama!" seru Ailette yang masih terdengar samar-samar di telinganya sebelum kesadarannya menghilang.

Larilah ... Juri.

MINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang