Bab 16 : Rencana

3 3 0
                                    

Kabar kematian Riana menyebar hingga seluruh sekolah, bahkan terdengar sampai keluar. Pasalnya, gadis itu meninggal dalam keadaan yang sulit ditebak. Terlihat seakan bunuh diri dengan mengikatkan tali pada leher, tapi sebenarnya itu adalah pembunuhan dengan pelaku sahabatnya sendiri, Angela.

"Kinan, lo percayakan sama gue? Bukan gue pelakunya! Lagi pula, Riana itu sahabat gue sendiri, mana mungkin ...."

"Semuanya bisa menjadi, Angela," potong Kinan memalingkan wajah, tidak bisa menatap wajah Angela. "Semua bukti mengarah ke lo, dan satu-satunya orang yang menghilang dari aula selain Riana ... Cuma lo."

Angela terlihat syok dan terkejut. Bahunya merosot, ia menundukkan kepalanya. Tidak ada yang percaya dengannya, bahkan orang tua dan sahabatnya sendiri.

"Bukan gue pelakunya, Riana itu sahabat gue sendiri ...." gumam Angela.

"Boleh minta waktunya sebentar?"

Kinan menoleh, rupanya Juri yang datang. Perempuan itu mengangguk, mempersilakan Juri sementara dirinya pamit pergi.

Laki-laki itu menatap Angela yang berada di balik kaca pemisah yang menjadi penghalang, tatapan gadis itu terlihat kosong.

"Gue percaya bukan lo pelakunya." Perkataan Juri membuatnya menengadahkan kepala.

"Maksud lo?"

"Gue percaya bukan lo pelakunya, karena gue tau siapa pelaku sebenarnya."

"Katakan siapa! Gue gak terima dikambing hitamkan begini, biar gue balas dendam!" seru Angela melotot padanya.

"Tenangin diri lo. Gue emang tau siapa orangnya, tapi gue gak bisa bilang karena ini baru dugaan gue," balas Juri menenangkan Angela.

"Jadi?" tanya Angela mengernyitkan dahi bingung.

"Gue denger, ada orang yang bikin lo pingsan?"

Angela mengangguk bersemangat. "Itu bener! Ada yang mukul gue pake ... Semacam tongkat kayu."

"Lu tau perawakan atau suaranya? Atau bahkan ciri-ciri?" tanya Juri menatapnya penuh harap.

Angela memejamkan mata, mencoba mengingat kembali. "Gue yakin perempuan, gue tau dari suaranya. Kalo perawakan tubuh gue gak liat tapi ... Dia pake sepati jenis T-Sraps warna hitam!"

Juri mengusap tengkuk belakangnya, terlalu sulit mencari karena sedikit yang ia ketahui.

"Apa tidak ada hal lain?" tanya Juri memastikan.

"Ada." Angela menatap tajam netra Juri, tatapannya penuh keyakinan. "Perempuan itu memakai gelang lonceng."

༻༺ ༻༺ ༻༺

"Juri, ada apa mencari Ailie?" tanya gadis itu memiringkan kepala. "Oh, apa sudah ada kabar tentang keberadaan Sanica?"

Juri menggeleng pelan. "Aku belum menemukan tentangnya, bagaimana denganmu?"

"Ailie juga belum ... Astaga, sebenernya di mana Sanica berada ...." gumam Ailette memasang wajah khawatir. "Ailie sangat takut, ditambah kasus Riana."

Juri mendongak, menatapnya. "Sudah dengar tentang Riana?"

Ailette mengangguk. "Padahal kemarin Riana masih menyambut Ailie dengan senyuman, lalu setelahnya ... Ailie tidak menyangka jika itu saat terakhirnya," racau Ailette pelan.

"Kupikir kamu tidak datang kemarin," ujar Juri.

Ailette menggeleng. "Ailie datang terakhir."

"Ailette, apa gelangmu itu sepasang dengan Sanica?" tanya Juri dengan netra yang terfokus pada gelang dengan hiasan lonceng-lonceng kecil terpasang di tangan kanannya.

Gadis itu refleks menyentuh gelang tersebut, tersenyum tipis. "Itu benar. Waktu itu kami membeli gelang ini saat tengah berlibur bersama. Ternyata sudah sangat lama ...."

Tanpa sadar ia menitikkan air mata dan segera menyekanya. "Ah maaf, sepertinya karena rindu dan khawatir jadinya Ailie tanpa sadar bercerita."

Juri menggeleng mengatakan dirinya tidak masalah, setelah itu ia pamit untuk kembali ke kelas. Juri tersenyum tipis, berhasil meyakinkan dirinya untuk melakukan hal yang menurutnya terbilang cukup nekat.

Pulang sekolah Juri kembali memeriksa barang bawaannya, semua yang ia perlukan sudah ada. Kini, ia hanya perlu mengungkap semua sendiri. Tidak ada waktu baginya untuk ragu, yang ada nantinya malah akan lebih banyak korban lagi.

Juri sengaja tidak menunggu Ailette dan memilih untuk pergi memeriksa. Ia berhasil tahu di mana rumah perempuan setelah bertanya ke sana-sini.

Ia terpaku sesaat memandang rumah megah Ailette yang tampak sepi. Sebelumnya ia sudah memastikan jika gadis itu akan pulang sore karena ekstrakurikuler yang diikutinya, jadi ia mempunyai banyak waktu luang untuk memeriksa.

Juri memasuki area perkarangan dan memilih masuk lewat pintu belakang yang tidak terkunci. Aneh, seolah dibiarkan begitu saja. Laki-laki itu bergerak cepat, mencari tempat yanh dipakai Ailette untuk menyekap kekasihnya.

Sayangnya, ia kurang waspada hingga tidak menyadari kehadiran seseorang yang datang dan memukulnya hingga hilang kesadaran.

"Maaf karena terpaksa melakukan ini," ujar sebuah suara yang berhasil tertangkap telinganya sebelum pingsan.

MINE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang