***Aluuhaa! Muncul habis maghrib akh sekali-sekali. Jangan lupa follow WP, votes, dan ramein komentarnya, ya. Biar apa? Biar aku makin semangat menyiksa Akshaya ahaha! Nggak deng, biar aku makin semangat nulis. Sambil ngetik ini, sambil ngetik season 2 SDR. Hihihi.***
Catatan Sunrise 11:
1. Dapra, bantalan yang berbentuk bola-bola besar yang dipasang di lambung luar kapal untuk menjaga kalau-kalau kapal mau bersandar, atau parkir bersampingan dengan kapal lainnya. Biar bodi nggak lecet gara-gara gesekan.
2. Haluan, area pucuk kapal paling depan.
3. Sundeck, atap kapal.
Selamat membaca Sunrise 11 :)
Bening termangu menatap bayi yang kini berada dalam dekapan Akshaya. Di hari Minggu siang kala itu, Bening memutuskan untuk datang ke kios Akshaya, dan menemukan sang kekasih hati sedang berdagang seperti biasa.
Namun, yang berbeda saat itu, ada bayi dengan usia yang masih sangat muda yang Akshaya tidurkan di balik meja kasir.
Akshaya sengaja membawa Natha hari itu, untuk ia kenalkan dengan Bening sebagai bentuk keterbukaan darinya.
Memilih untuk menutup kiosnya, Akshaya lantas membawa Bening dan Natha untuk duduk di salah satu bangku di sekitaran area kebun Monumen Nasional yang lumayan rindang.
"Ini hidupku yang perlu kamu tahu sebelum kamu memutuskan untuk menerima aku lebih jauh lagi atau nggak, Ning." Akshaya menghela napas. Menunduk, menatap wajah Natha yang masih damai dalam lelapnya.
"Aku hanya anak angkat. Bukan datang dari keluarga terpandang seperti yang kamu pikir sebelumnya. Ibuku pelacur dan ayahku nggak jelas siapa." Akshaya terkekeh miris, lalu menatap Bening yang duduk di sampingnya dengan begitu dalam.
Bening terdiam, hanya membalas wajah tampan Akshaya yang siang itu tampak nelangsa. Sungguh, bukannya Bening mata duitan. Tapi, ia tak percaya bahwa selama ini, baik dirinya mau pun Akshaya, ternyata sama-sama datang dari keluarga yang tidak baik-baik saja.
"Dulu, saat aku umur 16, kerabat ibuku datang dan menjemputku. Ibu katanya pengen ketemu. Papa, mama, dan Lilian, ikut aku ke Pluit. Di sana, ibuku ternyata sedang sekarat. Sakit keras sudah lama, ditambah gaya hidup sebagai perempuan nggak benar. Di sana, beliau bilang, sesungguhnya dia juga nggak yakin aku anaknya siapa, Ning. Aku belum tentu anaknya Alm. Pak Raka, adiknya papa. Terlalu banyak pria yang tidur dengan ibuku. Tapi dari pria-pria yang sudah menolak aku mentah-mentah, ibuku akhirnya memutuskan menjatuhkan tanggung jawab kepada keluarga Pak Raka.
Katanya, berharap aku bisa tumbuh dengan baik di lingkungan yang baik. Semata-mata demi aku katanya, Ning. Karena, setelah aku lahir, ibu bahkan nggak bisa menghitung berapa janin yang ia gugurkan demi nggak mengulang nasib yang sama seperti nasibku."
Akshaya menghela napas. Nasib hidupnya memang semengenaskan itu. Mata yang biasanya hangat dan mengandung beribu semangat, kini terlihat lelah dan begitu layu di mata Bening.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNRISE AT SIX
RomanceJika banyak perceraian selesai dengan rujuk sebab mengatas namakan kebahagiaan anak, maka ini tidak terjadi kepada Kamacandu Danurdara Prayada. Ia justru tidak akan suka jika Bening harus kembali kepada mantan suaminya meskipun pria itu sudah melak...