Sunrise 9: Terpaksa Menyangkal

5.5K 1K 419
                                    

***Yuks, Kakak2 Budiman, jangan lupa follow WP aku, dan tinggalkan votes serta komen yang buanyaaaak. Sesungguhnya, penulis wattpad tak bisa hidup tanpa Nicholas Saputra ... eh, tanpa komen-komen dari semuanya.***

Catatan untuk chapter ini: 

1. Haluan, area di dek utama yang terletak di depan kapal. 

2. Buritan, area belakang kapal. 

3. Dek, lantai kapal.

4. Ole!, seruan khas Flores, yang bisa berarti aduh! Woy! Haduuh! Hah! Walah! dan sebagainya.

5. Knots, satuan kecepatan berlayar sebuah kapal. 

6. Bas, orang yang bertugas di bagian mesin. 

7. Nana, sebutan untuk anak laki-laki muda dalam bahasa Manggarai.

8. Labuan Bajo adalah kota kecil dengan banyak orang yang datang dari penjuru kota lainnya di Indonesia. Kalau ada dialog yang terasa pakai bahasa non baku tapi di tokoh lain terasa pakai baku, bukan berarti aku nggak konsisten dalam menggunakan diksi. Tapi karena itu artinya si tokoh adalah orang Flores tulen. hihii. Karena sepengalamanku selama kerja di Labuan Bajo, orang Flores bicaranya memang sebaku itu kadang-kadang. 

Selamat membaca chapter 9:)

Terlalu banyak kenangan tentang Yada yang harus mengerti dan mengalah demi Natha. Natha yang tidak punya ayah, tapi Yada yang kesepian.

Pernah suatu malam, saat ia masih berusia sembilan, Yada bertanya kepada Akshaya, "Kenapa Yayah sering bawa Kak Natha nginap di rumah?"

Akshaya pun tersenyum tenang sambil mengusap kepala Yada yang berbaring di sampingnya. "Kak Natha lagi rindu ayahnya, Nak."

"Terus Yayah kira aku nggak rindu sama Yayah?" Yada merengut, lalu tidur menyamping, memunggungi ayahnya, menatap punggung ibunya yang sudah lebih dulu memejamkan mata.

Akshaya menghela napas. "Maaf, ya." Ada banyak pembelaan yang ia sampaikan, namun tak yakin Yada akan mengerti.

"Kak Natha kalau rindu ayahnya, ada Yayah. Kalau aku, aku butuh Yayah, aku ada siapa? Ibu nggak punya yayah lain. Yayah aku cuma yayah."

"Nggak gitu, Nak." Akshaya masih berusaha tersenyum. Tangannya kemudian menjulur, mengusap pelan punggung anaknya. Yada suka seperti itu, sejak kecil suka minta digaruk atau diusap punggung menjelang waktu tidur. "Yayah cuma minta sedikit pengertian Yada untuk berbagi dengan Kak Natha, ya. Biarpun yayah jauh atau terlihat sayang dengan yang lain, selamanya yayah cuma miliknya Yada aja. Selamanya anak yayah juga cuma Yada aja."

"Gitu-gitu sebentar lagi juga bohong. Gitu-gitu sebentar lagi juga pindah kamar." Yada berdecak.

"Nggak, deh. Yayah janji malam ini bak ...."

"Ayah!"

Kalimat Akshaya terputus saat suara Natha terdengar dari luar kamar.

Yada mendengkus. Ia bergeser maju, merapatkan tubuh kepada Bening. Menjauhi Akshaya yang kini terpaku.

"Yayah, aku lagi demam, lho."

"Ayah!" Natha berteriak memanggil lagi, kali ini sambil mengetuk pintu kamar perlahan.

"Yah, Yayah udah janji malam ini kita tidur bertiga sama ibu!" Yada tak berbalik, sungkan, takut kecewa, namun masih terus ingin berusaha.

"Ayah!"

SUNRISE AT SIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang