***Jadi kemarin WPku eror seharian. Nggak bisa buat up. Jadi updatenya sekarang. Hihiii. Jangan lupa Kakak2 budiman follow WP-ku, ya. Votes dan komen juga yang buanyak hhahaa. Komenan dan gibahan kalian adalah semangatku!***
"Li, makan, Li. Jangan bikin mama sedih." Helma merasakan hatinya teriris perih setiap kali memasuki kamar Lilian. Putri semata wayangnya itu hanya terdiam dengan pandangan kosong. Enggan disentuh. Enggan berbicara. Sesekali menangis lirih, sesekali mengeluh sedih.
"Natha butuh kamu, Li. Mama sama papa nggak apa-apa sama Natha. Kamu nggak jadi guru pun mama sama papa nggak masalah. Yang penting kamu harus bangkit, Li. Ada mama, papa, dan Akshaya yang bakalan nemenin kamu buat merawat Natha."
Lilian tak bersuara. Ia hanya menatap Helma sebentar lalu, memejamkan mata lagi. Tubuhnya kini kurus, tertidur menghadap jendela besar di rumahnya. Menatap matahari berganti bulan, bagai berharap waktu bisa dikembalikan.
Sudah empat bulan usia Natha saat itu, Lilian masih belum sembuh dari traumanya. Secara rutin, Helma dan Brama mendatangkan tenaga ahli demi menyembuhkan Lilian agar dapat kembali seperti sedia kala.
"Mimpi aku musnah, Ma. Cita-citaku hancur. Semua orang jijik sama aku." Lilian berkata begitu lirih.
"Nggak apa-apa, mimpi dan cita-cita itu bukan hal yang besar. Lili masih punya mama sama papa. Lili masih punya segalanya."
Kali ini Lilian tidak menanggapi. Ia membiarkan Helma di sana hingga akhirnya keluar dari kamar dengan lelehan air mata seperti biasa.
Sementara itu Akshaya sedang menemui Brama di ruang tamu, menunduk, dihina-hina seperti biasa, disepelekan seperti sebelum-sebelumnya.
"Silakan saja kalau kamu mau tetap mengejar Bening dan meminta restu orang tuanya. Yang jelas, papa nggak akan kasih dukungan apa pun. Kamu ini, sudah dibantu, dirawat, diasuh, disekolahkan tinggi-tinggi sampai jadi sarjana, tetap saja nggak tahu diri."
Akshaya menghela napas dalam diam. Ia membiarkan Brama menginjak-injak jiwanya tanpa banyak bicara.
"Lagian, kamu ini sudah pasti bukan anaknya Raka. Kamu nggak ada mirip-miripnya sama Raka, sama tampang ibumu juga nggak. Kamu cuma anak titipan pelacur. Kalau bukan karena keluarga ini, mau jadi apa kamu di luar sana, hah? Apa susahnya balas budi dengan menikahi Lilian dan menjadi ayah buat Natha yang sah secara hukum? Apa salah, kami minta gantian menitipkan Lilian kepada kamu di saat kamu sendiri juga hidup sebagai titipan di sini?"
"Pa, aku yakin, Lilian akan sembuh, Pa. Lilian akan menemukan jodoh yang tepat dan lebih baik. Bukan aku." Akshaya mengangkat wajahnya, menatap Brama sedemikian rupa.
"Jodoh yang lebih baik apanya? Nggak akan ada lagi yang mau sama Lilian! Kamu pikir, laki-laki mana yang mau berkeluarga dengan perempuan korban pemerkosaan?"
"Pa ... pasti ad ...."
"Bahkan kamu sendiri menolak kami titipi Lilian. Apa susahnya, Sha? Bahkan setelah kamu menikahi Lilian, kelak harta papa juga akan menjadi milikmu! Milik kalian bertiga!"
"Aku menolak bukan karena Lilian sudah nggak suci, Pa. Tapi karena aku nggak bisa menikahi Lilian yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri. Tolong pahami aku, Pa. Meskipun nanti aku bersama Bening, Lilian dan Natha akan selalu jadi keluargaku, Pa."
Brama berdecak kesal. Matanya berkobar, menguar penuh api yang seolah akan membakar Akshaya hidup-hidup.
"Kalau begitu, silakan. Kejar Bening. Papa dan mama selamanya nggak akan merestui kalian bila memang kalian bersama, juga nggak akan kasih bantuan apa pun untuk kalian. Tapi, seandainya kamu nggak bisa mendapatkan Bening, mau nggak mau kamu harus menikahi Lilian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNRISE AT SIX
RomanceJika banyak perceraian selesai dengan rujuk sebab mengatas namakan kebahagiaan anak, maka ini tidak terjadi kepada Kamacandu Danurdara Prayada. Ia justru tidak akan suka jika Bening harus kembali kepada mantan suaminya meskipun pria itu sudah melak...