***Assalamu'alaikum, Kakak Sayang. Aku muncul siang2 bolong lagi :D Jangan lupa follow WP-ku, ya. Biar aku akunnya punya followers 10juta dan kenotis rumah produksi. Plaaak! Ngayal! Wkwkwkw. Jangan lupa follow, biar kalau kapan-kapan aku rilis cerita baru, notifnya masuk di Kakak2. Jangan lupa votes dan komennya yang banyak juga, biar aku sanggup berperang melawan monster-monster yang ada di muka bumi ini. Feel free buat komen apa ajaa. Aku nggak masalah kalau tokoh-tokoh ceritaku kena hujat.***
Bening menelan nasi gorengnya dengan hati gamang. Di sekelilingnya begitu ramai, sedangkan dirinya merasa sepi dan tertinggal.
Lasmaya membantu mengemasi isi tas Aruni yang akan berangkat kuliah. Sedangkan Panca sedang mencarikan kaos kaki Sandi yang entah bersembunyi di mana.
Mereka seperti keluarga yang sudah sempurna. Tidak ada Bening tidak akan mengurangi apa-apa. Ada Bening pun tidak akan melengkapi apa-apa. Itulah yang Bening alami saat ia berusia 19 tahun.
Kakaknya sibuk mengejar jenjang pendidikan, berusaha meraih cita-cita sebagai dokter. Sedangkan Sandi hidup sebagai siswa teladan yang harus disanjung-sanjung.
Sementara dirinya, selepas lulus SMA dua tahun lalu, Bening bekerja sebagai telemarketing di sebuah perusahaan asuransi. Gaji tak seberapa, hanya UMR Jakarta saat itu.
"Ning, besok Sandi harus bayar biaya study tour. Mama minta tolong kamu bantu bayarin dulu bisa, Ning?" Lasmaya bersuara saat melihat Bening diam di tempat.
Bening mengangkat wajah, nasi goreng buatannya sendiri menjadi tak lezat setiap kali orang tuanya lagi-lagi meminta dirinya untuk membantu Sandi atau Aruni.
"Gajiku bulan ini, kan, udah kukasih ke Mama. Mama juga tahu, Bening nggak ada tabungan." Bening menjawab dengan tenang, meski hatinya begitu meraung meminta diperhatikan.
"Duh, Ning. Tolongin mama sama papa, lah. Penghasilan dari kantin lagi nggak bisa diandalkan, Ning."
"Terus aku harus cari uang ke mana, Ma?" Bening meletakkan sendok, membiarkan nasi goreng di piringnya tersisa setengah. "Aku nggak mungkin pinjam-pinjam lagi ke teman sedangkan pinjamanku yang bulan lalu yang Mama minta buat bayar praktiknya Kak Aruni aja belum kulunasin."
Sandi dan Aruni kompak menundukkan kepala. Kedua anak itu sungguh merasa tak enak hati kepada Bening yang pontang-panting sendirian. Apalagi, Aruni juga merasa menjadi beban. Ia sadar benar, semenjak mendapat pekerjaan, uang Bening sebagian besar juga terpakai untuk membantu biaya kuliahnya.
Begitu pula dengan Sandi yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA.
Tak jauh beda, Lasmaya dan Panca juga turut terdiam. Merasa bersalah, namun tak pernah mengaku salah.
Bening menghela napas, merasa sudah kelewatan tatkala melihat raut sendu di wajah Lasmaya dan Panca. Gadis itu pun beranjak dari tempatnya. Meraih tas dan berkata, "Maafin Bening, Ma. Bening nggak bermaksud ngeluh. Nanti Bening usahakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNRISE AT SIX
RomanceJika banyak perceraian selesai dengan rujuk sebab mengatas namakan kebahagiaan anak, maka ini tidak terjadi kepada Kamacandu Danurdara Prayada. Ia justru tidak akan suka jika Bening harus kembali kepada mantan suaminya meskipun pria itu sudah melak...