***Assalamualaikum, selamat sore, aku datang lagi :D Kalau aku nggak update, biasanya kerjaan di Compastrip lagi bejibun wkwkw. Jangan lupa, buat follow WP-ku, ya. Hihi.
Silakan komen yang rajin dan banyak. Lunch box dari Bu Bening menunggu :D Kalau mau cek, GA-ku valid apa nggak, ada di highlight Instagram, aku bikin story di GA SRR. Atau bisa tanya ke Kak Dhaniatma yang juga menang GA karena udah nemenin Senandung Rusuk Rusak On going kala itu. Hihiii***
Selamat membaca, selamat misuh-misuh :D
Permintaan mahar dan pelangkah 100 juta itu, membuat jiwa dan semangat Akshaya berkobar dengan begitu dahsyat. Pemuda berusia 23 tahun itu kerja mati-matian, membesarkan usaha kain dan pakaiannya di Tanah Abang, juga melakukan banyak hal untuk mendapatkan uang.
Bening berhenti melangkah beberapa meter dari kios Akshaya. Gadis itu terdiam, menatap kekasihnya yang giat dan bersemangat sekali melayani pembeli grosiran.
Suara tangis bayi juga sesekali terdengar, membuat Akshaya bagaikan orang tua tunggal yang sedang kerja keras sembari mengasuh buah hatinya.
Dia masuk ke dalam, lalu keluar lagi untuk membantu mengangkat barang bersama Natha yang ada di gendongan.
Bening menghela napas, matanya berkaca-kaca. Lalu memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan menenangkan diri.
Ia ingin sekali mundur, tidak ingin membebani Akshaya yang hidupnya sudah penuh rintangan.
Tidak ingin menjadi pasangan hidup yang menguras tenaga dan darah kekasihnya. Namun, Akshaya selalu berpesan agar Bening tidak pergi. Akshaya selalu bilang takut kehilangan Bening.
Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, pemuda itu lupa akan dirinya sendiri. Di pikirannya hanya ada kerja untuk memperjuangkan Bening, juga membuktikan diri bahwa tanpa Helma dan Brama pun ia bisa membentuk dunianya sendiri.
Berjualan pakaian, menjadi makelar tanah, bergabung menjadi agen properti yang mencari komisi dari penjualan rumah, bahkan berkeliling berjualan baju dari rumah ke rumah, Akshaya lakukan.
Hingga satu tahun kemudian, Akshaya datang lagi ke rumah Bening dengan gagah dan bangga. Memberi mahar dan pelangkah yang orang tua Bening minta.
Kemudian, pada akhirnya ia resmi mempersunting Bening meski Brama dan Helma selalu menentangnya.
***
"Ini rumah kita sementara, Sayang. Nggak papa, ya?" Akshaya tersenyum begitu lebar sambil merangkul Bening di depan sebuah rumah. Rumah sederhana di Palmerah.
"Nggak apa. Ini aja cukup. Yang penting, kamu bisa jadi diri kamu sendiri. Begitu juga dengan aku," kata Bening, ia menatap Akshaya dengan penuh binar cinta.
"Nanti kalau uang kita udah cukup, kita nggak perlu ngontrak lagi. Kita cari rumah yang lebih besar. Biar anak-anak kita bisa main basket atau sepeda-sepedaan karena ada halaman di depan sama samping rumah."
"Aamiin."
Rumah tangga Bening dan Akshaya terlampau sederhana dan bahagia. Mereka saling melengkapi, mengurangi yang perih, mengisi yang kosong, dan merangkul di kala sepi.
Meski demikian, untuk baktinya terhadap keluarga Lilian, Akshaya sering membawa Bening untuk berkunjung. Hanya sekedar salam dan sapa, agar tidak dikata kacang lupa kulitnya.
"Li, Lili gimana kabarnya?" Akshaya tersenyum saat memasuki kamar Lilian. Adiknya itu kini sudah mau merespon, meski semangat hidupnya tetap tak seberapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNRISE AT SIX
RomanceJika banyak perceraian selesai dengan rujuk sebab mengatas namakan kebahagiaan anak, maka ini tidak terjadi kepada Kamacandu Danurdara Prayada. Ia justru tidak akan suka jika Bening harus kembali kepada mantan suaminya meskipun pria itu sudah melak...