Sunrise 23: Sebuah Manis di Antara Pahitnya Jujur

4.6K 873 399
                                    

***Akhir Juni sama awal Juli lagi agak padat jadwalnya, jadi maaf2 ya Bun yaaaa, telat dan ngaret banget. SAS sm SDR nggak kepegang. Hampuraaa. Tapi, iniiii nih, 5600 kata. 

Tolong dikeroyok pakai komen, yaa hihihii. 

Oiya makasih yang kemarin ikutan Mendadak Giveaway dari Ezekiel di Instagram. Siapa tahu nanti ada Mendadak Giveaway dari Dea atau Yada, boleh lhooo follow IG akhiriana.widi, aku tiba-tiba suka bikin story gak jelas kayak perkara Tipusnya Ezekiel kemaren wkwkwkw

Btw, selamat ya buat Kak Ani Nami dari Cirebon, hadiah random dari Ezekiel kayaknya masih otw***

Note untuk SAS 23: 

Nia ite ga?, artinya kamu di mana?

***SELAMAT MEMBACA***

Akshaya tersenyum saat melihat Yada tidur meringkuk di sampingnya. Hari sudah sore kala itu dan akan menjadi hari bersejarah ia bisa begitu dekat dengan putra semata wayangnya sekali lagi.

Setelah puas menikmati wajah tenang Yada saat tertidur, Akshaya memutuskan untuk bangkit perlahan. Membuang bantal yang sudah kotor sekaligus menguatkan diri untuk bergerak menuju dapur.

Obat-obatan yang memuakkan itu kembali ia lahap. Sambil terus menatap bingkai besar di ruang keluarga, Akshaya tersenyum.

Rumah yang baru ia beli ini sudah ia persiapkan untuk masa depan Yada dan Bening. Ia tidak akan membiarkan kedua orang terkasihnya tinggal di tempat yang begitu sempit seperti yang sedang mereka jalani sekarang.

"Terserah nanti kalau mau diganti cat warna apa." Akshaya bergumam, berkata seolah-olah ada Bening di sekitarnya.

"Kalau kamu nggak mau pulang ke Jakarta nggak apa-apa, yang penting rumah kamu di sini aman dan membuat kamu nyaman." Helaan napas yang begitu berat Akshaya lontarkan sambil berjalan menuju ruang tamu.

Beberapa berkas yang berserak di sana kembali ia rapikan. Isinya ada surat jual beli rumah, bangunan, serta mobil, yang semuanya atas nama Bening dan Yada.

Belum lagi ada beberapa buku tabungan, serta surat kepemilikan beberapa aset rumah dan usaha di Jakarta yang semuanya sudah ia balik nama untuk Bening Diasmara.

"Jangan khawatir, masa depan kalian nggak akan kurang apa pun." Akshaya menyandarkan tubuhnya ke sofa. Lalu memejamkan mata. Menikmati damai yang kini ada di relung hatinya. Mengecap bahagia karena Yada akhirnya ada di sana, bukan hanya sekedar untuk mengantar makanan lalu langsung pergi begitu saja.

Tak lama, pintu gerbang terdengar dibuka dan Natha masuk bersama motornya. Pemuda itu celingukan saat mendapati motor Yada justru ada di luar gerbang. Bahkan saat masuk rumah, Natha hanya mengucap salam lewat pintu belakang. Lalu segera menuju kamar untuk membersihkan diri. Memutuskan untuk berdiam diri di kamar dengan tujuan membiarkan Akshaya dan Yada menghabiskan waktu berdua.

"Udah makan?"

"Astaghfirullah! Ayah!" Natha mengelus dada saat hendak memasuki kamar yang berada di dekat ruang keluarga. Ia kira Akshaya dan Yada sedang di lantai atas. Tahu-tahu, wajah pucat Akshaya muncul begitu saja di dekatnya.

"Udah makan, Nath?"

Natha mengangguk. "Udah, Yah." Namun matanya tak lekang menatap Akshaya. "Ayah baik-baik aja? Belum minum obat, ya? Belum makan, ya?"

Akshaya menjawab dengan sebuah senyuman. Tangan pria itu lantas mendorong bahu Natha sambil berkata, "Cepetan mandi, habis itu ke ruang tamu, ya."

Beberapa menit kemudian, ketika keduanya sudah duduk berhadap-hadapan di sofa, Natha hanya bisa terdiam menatap Akshaya dengan pandangan hampa.

SUNRISE AT SIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang